Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Panitia Kerja (Panja) Sistem Pendataan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) - Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)

Tanggal Rapat: 23 May 2018, Ditulis Tanggal: 4 Aug 2020,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Kepala Badan Pusat Statistik

Pada 23 Mei 2018, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai Panja Sistem Pendataan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Abdul Fikri Faqih dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Jawa Tengah 9 pada pukul 10:23 WIB. Sebagai pengantar rapat, Abdul Fikri mengatakan bahwa Panja ini dibentuk pada 11 Desember 2017 untuk mengetahui kendala dari 8 (delapan) standar pendidikan dan merumuskan peta masalah dalam 3 (tiga) tahun ke depan di daerah terpencil, serta merumuskan kebijakan yang akan direkomendasikan agar SN Dikdasmen dapat terpenuhi. (ilustrasi: radarsurabaya.jawapos.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Kepala Badan Pusat Statistik
  • Data yang dikumpulkan terdiri dari: 1) statistik dasar yang sifatnya luas dan lintas sektoral yang dikumpulkan oleh BPS, 2) statistik sektoral yang dikumpulkan oleh kementerian/lembaga, 3) statistik khusus yang biasanya untuk keperluan perorangan, organisasi, perusahaan, dan penelitian yang dilakukan oleh pihak universitas.
  • Menurut undang-undang, Kepala BPS bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI untuk menjaga independensi data yang dikumpulkan oleh BPS.
  • Independensi BPS tidak perlu diragukan karena diawasi langsung oleh lembaga internasional dan mengikuti standar internasional yang setiap tahunnya dipertanggungjawabkan.
  • Indonesia membentuk forum masyarakat statistik yang bertugas memberikan saran dan masukan untuk BPS. Tugas BPS dikawal oleh forum ini yang bersifat non-struktural dan independen yang terdiri dari pakar, pihak institusi, dan lain-lain. 
  • Dalam mendata, BPS senantiasa berpijak pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Kegiatan statistik diarahkan untuk pembangunan nasional dan menyiapkan data yang bersifat statistik dasar untuk kementerian/lembaga.
  • Statistik diselenggarakan melalui pengumpulan data dengan metode sensus, survei, kompilasi produk administrasi, dan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Data yang paling komprehensif yang digunakan oleh kementerian/lembaga mengenai pendidikan adalah data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Bahkan, untuk menghitung data kemiskinan, BPS juga menggunakan data dari Susenas.
  • Gambaran pendidikan nasional dapat diperoleh dari Susenas karena sudah menggunakan sekitar 300.000 sampel rumah tangga.
  • Data Susenas yang sifatnya survei berskala besar dari segi variabel dapat digabungkan dengan variabel lainnya. Untuk Data Pokok Pendidikan (Dapodik) hanya dari laporan setiap sekolah saja.
  • Ketika sudah melakukan cross tabulation dan sesuai dengan yang dikehendaki, akan banyak yang diperoleh dari Susenas. Terdapat sedikit gap antara Susenas dan Dapodik.
  • Masih banyak indikator lain yang dihasilkan oleh Susenas BPS yaitu drop out, naik/tinggal kelas, out of school (anak yang berusia sekolah namun tidak bersekolah), angka melanjutkan, dan angka yang masih bertahan.
  • BPS tidak menyampaikan seluruh data pendidikan, namun akan disampaikan salah satunya seperti data murni menurut provinsi dimana Angka Partisipasi Murni (APM) untuk Sekolah Dasar (SD) sebesar 97,19%. Hal tersebut dikarenakan ada yang berusia 7-12 tahun belum masuk SD. 
  • Jika berbicara mengenai pendidikan, Yogyakarta, Lampung, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat, merupakan provinsi yang APM-nya sangat tinggi.
  • Gap antar wilayah masih sangat tinggi dan hampir sebagian masyarakat Papua belum menduduki bangku SMP per Maret 2017. Pemerataan untuk tingkat SMP masih menjadi tantangan tersendiri dan belum sesuai dengan yang diharapkan.
  • Angka Partisipasi Kasar (APK) SD berbeda dengan APM. Hal tersebut dikarenakan terdapat anak berusia 6 tahun yang sudah SD, sehingga angka melebihi 100% dan mungkin ketika usianya sudah SMP, ternyata masih berada di SD.
  • Terkait koordinasi dan kerjasama antara BPS dengan Kemendikbud berlangsung baik. BPS dan Kemendikbud bersinergi dalam pemenuhan indikator SDGs khususnya terkait penjaminan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua orang.
  • Semua indikator SDGs sudah terdapat pembagiannya antara Kemendikbud dan BPS. Contohnya seperti persentase SD yang terakreditasi B, SMP yang terakreditasi B, dan SMA yang terakreditasi B, yang menggunakan data dari Kemendikbud.
  • Hasil Dapodik tentang jumlah sekolah, murid, dan guru dipublikasikan dalam buku yang berjudul Statistik Indonesia.
  • APK SD, SMP, dan SMA menggunakan Susenas BPS. Presiden juga mempedomani data dari Susenas BPS.
  • Data out of school, untuk SD tergolong cukup rendah. Dari seluruh penduduk yang berusia 7-12 tahun, hanya 1,24% yang tidak bersekolah SD. Untuk SMP masih tinggi, bahkan di perkotaan saja mencapai 3,56%, dan pedesaan 6,34%. Untuk SMA, 23,75% yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
  • Ternyata out of school yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari perempuan di semua jenjang dan BPS menduga hal ini berasal dari keluarga miskin yang dipaksa untuk membantu perekonomian keluarga. Disatu sisi, hal ini cukup memprihatinkan. Namun, di sisi lain cukup membanggakan karena perempuan lebih tinggi partisipasinya dibanding laki-laki dalam hal pendidikan

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan