Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Panitia Kerja Program Studi Dokter Spesialis Layanan Primer (Panja Prodi DLP) — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Tanggal Rapat: 1 Feb 2017, Ditulis Tanggal: 20 Jan 2021,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Pada 1 Februari 2017, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengenai Panitia Kerja Program Studi Dokter Spesialis Layanan Primer (Panja Prodi DLP). RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Ferdiansyah dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Jawa Barat 11 pada pukul 14:58 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: liputan6.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

  • Permasalahan yang ada saat ini dan ke depan adalah kurangnya dokter spesialis dan dokter-dokter lain ini adalah hal yang sangat sulit. Hal yang juga harus diselesaikan adalah dokter layanan primer.
  • Kalau melihat perkembangan iptek, harus disadari bahwa ada gap teknologi antara Indonesia dengan negara lain dan harus mengejar masalah tersebut. Ketertinggalan ini ada di dalam pelayanan kesehatan di ASEAN.
  • Indonesia juga harus mengejar mengenai terapan layanan kesehatan di ASEAN dan kedepannya harus memperhatikan di tahun 2020 nanti akan ada sebuah kesepakatan antara 10 negara ASEAN. Untuk tahun 2017, lisensi yang terbatas itu dokter umum masih belum dibuka sebagai pasar bebas. Sehingga di negara ASEAN belum bisa masuk untuk dokter umum ke Indonesia. Tetapi nanti di tahun 2020 tidak bisa dibendung lagi untuk masuknya dokter spesialis dari negara ASEAN. Indonesia sudah memberikan kesempatan kemarin bahwa Indonesia sudah akan membuka tutup pintu masuk dokter spesialis dan subspesialis dan mungkin juga nanti tidak bisa dipungkiri bahwa dokter umum bisa masuk. Tidak akan bisa dihindari tahun-tahun ke depan akan masuk dokter-dokter asing.
  • Tugas bersama sekarang adalah meningkatkan pendidikan dan meningkatkan daya saing.
  • Hal yang perlu diperhatikan di Indonesia adalah meningkatkan pendidikan dan juga meningkatkan pasien safety. Kemudian akan dilakukan pembukaan pendidikan untuk memenuhi dokter di Indonesia.
  • Dokter gigi yang tidak menyebar merata. Adanya hanya di Sumatera dan Jawa.
  • Pada 2012, telah disusun diagnosis dengan berbagai penyakit dalam yang masuk ke BPJS. Ada 10 penyakit yang harus diutamakan dan harus merubah konsep pendidikan di Indonesia.
  • Kalau dilihat saat ini, kebutuhan sudah terpenuhi semua, tapi belum tentu nanti di tahun 2019 dan 2025. Mau tidak mau harus memikirkan skema pendidikan untuk tahun 2025. Goal yang harus dicapai pada dokter yahun 2025 adalah 50.000 dokter untuk 100.000 penduduk. Masalah yang dihadapi adalah dengan kurangnya distribusi. Indonesia harus mampu memberikan kecukupan tenaga dokter.
  • Perlu dilakukan kejelasan skema regulasi dan skema pendidikan kedokteran. Perlu adanya revisi UU Pendidikan Kedokteran.
  • Lulusan dokter belum bisa menyelesaikan penyakit yang ada di Indonesia. Hanya DLP yang dapat bekerjasama dengan BPJS. Ini bukan normatif karena ini sangat berbahaya sekali karena tidak dapat memberikan pelayanan yang baik. Maka dokter harus bersekolah lagi dalam jangka waktu kira-kira 3 tahun lagi. IDI akan menanyakan keabsahan DLP ini. Harus dilakukan revisi, pendidikan 4 tahun profesi dan 2 tahun untuk spesialis.
  • Jumlah kebutuhan pelayanan masih didiskusikan.
  • Kesepakatan penyelesaian diagnosis level kompetisi level IV di FKTP pada tahun 2016 (DJSN):
    • Jawa Tengah (Semarang): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 126.
    • Bali (Denpasar): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 110.
    • Sulawesi Selatan (Makassar): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 122.
    • Kepulauan Riau (Batam): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 121.
    • Kalimantan Tengah (Palangkaraya): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 97.
    • Sumatera Barat (Padang): Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 130.
    • Kota Bekasi: Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 126.
    • Kabupaten Bekasi: Masalah diagnosis yang dapat diselesaikan 122.
  • Dalam riset BPJS 2012, masih banyak penyakit yang belum bisa ditangani di tahun 2012, maka harus ada pendidikan. Pendidikan akan bekerja berdampingan dengan puskesmas. Tentu di dunia manapun tidak ada yang namanya kebetulan jika melihat perbandingan kriteria dokter pada layanan tingkat pertama (primer) di beberapa negara.
  • P2KB juga terkait dengan yang namanya program mempertahankan kompetensi dokter dan meningkatkannya.
  • Aspek pembiayaan:
    • Pemborosan APBN untuk program DLP ini diperhitungkan dapat mencapai Rp500 Miliar per tahun.
    • Untuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016, terlihat target dari Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (PPSDMK) adalah untuk menghasilkan 300 DLP.
    • Untuk tahun 2017, dalam rencana kerja PPSDMK telah terdapat pengajuan anggaran Rp10.110.880.000,- hanya untuk bantuan program DLP.
  • Sekali lagi, harus ada revisi UU Pendidikan Kedokteran.
  • 24 Oktober kemarin ada banyak dokter Indonesia ke Jakarta untuk melakukan aksi damai dam menolak DLP. Oleh karena itu, IDI akan mengganti skema pendidikan seperti di luar negeri. Mahasiswa bisa memilih sendiri akan menjadi dokter apa saja nantinya dari mulai mereka lulus SMA di luar negeri itu. Jalan keluar yang diperlukan adalah melihat dimana Continuing Professional Development (CPD) lebih affordable. Masalah-masalah DLP yang memperlambat, maka akan ditindaklanjuti.
  • DLP itu memboroskan SDM yang terbatas, maka SDM yang terbatas tersebut harus digunakan.
  • Kalau bisa, tidak perlu ke dokter. Cara yang cerdas adalah dengan kegiatan-kegiatan yang sehat.
  • Tujuan DLP ini adalah untuk meningkatkan tujuan dan preventif dokter umum.
  • Tekanannya adalah kuratif. Memang tugas dokter yang utama adalah pengobatan walaupun dia bisa mengadakan konsultasi dan promosi perseorangan.
  • Membuat prodi DLP adalah pemborosan karena sudah tersedia di fakultas kesehatan masyarakat.
  • Tujuan utama di 2019 adalah roadmapnya universal coveric. IDI memerlukan dokter untuk perorangan supaya bisa menjangkau seluruh masyarakat. 2 tahun ini prioritas IDI adalah untuk mendistribusikan, bukan membuat. Bahkan di tempat lain dipilih dokter yang track recordnya mau ditempatkan di pedesaan.
  • Sebenarnya, mereka yang melayani di layanan primer ini masih sesuai dengan standar karena pelayanan disini tidak mendukung rujukan yang tersistem.
  • Jadi, sebenarnya sudah Rp12 Triliun itu defisit yang ada pada IDI.
  • Kuncinya harus melakukan tenaga kerja kesehatan dengan yang lain.
  • Untuk mengantri untuk presidensi itu juga hanya terbatas. Kalau menambah DLP 11 tahun, maka kapan para dokter menikahnya.
  • Tujuan mendidik dokter Indonesia adalah untuk kebutuhan Indonesia.
  • Tidak bisa membuka program studi baru jika itu hampir sama dengan program studi yang ada karena orang akan mudah mengkriminalisasi dokter yang bekerja karena tidak sesuai dengan ada.
  • Kesimpulannya, program DLP itu memboroskan segala-galanya dan tidak menyelesaikan permasalahan yang sekarang.

Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI)

  • Sesungguhnya yang membuat kisruh itu gagal paham atau kecelakaan berpikir sebenarnya pendidikan itu profesi itu. PDUI menyampaikan mereka pikir sudah ditolak.
  • PDUI meminta kepada wakil PDUI untuk merevisi UU.
  • Penguatan pelayanan kesehatan primer tidak diperlukan program DLP.
  • PDUI tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan UU itu, padahal PDUI adalah konstitusi terbesar di kedokteran.
  • Domain pendidikan diambil alih oleh Kementerian Kesehatan perlu dipertanyakan. Dapat dipastikan DLP ini tidak mampu terlaksana. Hanya ada 1 perguruan tinggi yang berani melaksanakan UU tetapi juga melanggar UU, hanya UNPAD yang berani membuka Prodi DLP.
  • Proses pendidikan di profesi dokter itu tidak semudah seperti lompatan-lompatan tambal sulam sana-sini, seperti dokter yang bisa melakukan segalanya. Ibaratkan orang yang menanam padi itu langsung jadi nasi goreng, bagaimana bisa? Pasti harus ada prosesnya.
  • DLP bukan profesi dokter dan ini hanya layanan. Jika ada dokter pelayanan primer, maka nanti akan ada dokter sekunder dan tersier. Kalau tidak ada sarana dan prasarana, maka tidak akan ada peningkatan kompetensi.
  • Banyaknya penolakan tentang DLP di Indonesia, maka memang DLP tidak harus ada.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

  • IAKMI akan merangkum orang-orang penting di sini dan kagum dengan mereka yang melakukan aspirasi.
  • Hal yang dimiliki di profesi dokter ini adalah mereka sangat konsisten di pendidikannya. Tidak ada dokter layanan primer, yang ada dokter yang melani di desa-desa.
  • Masalah kesehatan itu kompleks. Maka tidak bisa diselesaikan oleh satu orang saja dan harus dibentuk tenaga kesehatannya.
  • Sesungguhnya dokter di layanan primer memang untuk agent of change dari layanan primer yang efektif. Jadi, ada kekacauan konsep di DLP yang diterjemahkan di dalam spesialisasi. Spesialisasi DLP sudah dikatakan ini adalah tidak efisien karena banyak masalah.
  • Pelayanan saat ini tidak layak.
  • Jika membicarakan dokter di layanan primer, maka harus bisa dikatakan ini adalah dokter umum yang bekerja di komunitas.
  • Dokter untuk menjadi kekuatan politik yang kuat bagi promotif dan preventif.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan