Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Laporan Ketua Panja, Pendapat Akhir Mini Fraksi, Pendapat Akhir Pemerintah, Penandatanganan Naskah RUU, dan Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) - Raker Komisi 11 dengan Menteri Keuangan

Tanggal Rapat: 8 Dec 2022, Ditulis Tanggal: 22 Dec 2022,
Komisi/AKD: Komisi 11 , Mitra Kerja: Dolfie - PDIP - Jawa Tengah 4 (Ketua Panja RUU PPSK)

Pada 8 Desember 2022, Komisi 11 DPR-RI menyelenggarakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan RI mengenai Laporan Ketua Panja, Pendapat Akhir Mini Fraksi, Pendapat Akhir Pemerintah, Penandatanganan Naskah RUU, dan Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Kahar Muzakir dari Fraksi Partai Golkar dapil Sumatera Selatan 1 pada pukul 14:26 WIB. (Ilustrasi: DDTCNews)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan RI
  • Pemerintah sangat menghargai inisiatif DPR untuk mengajukan RUU P2SK yang akan menjadi tonggak penting bagi reformasi sektor keuangan dan merupakan salah satu fondasi penting untuk mendorong perekonomian Indonesia menuju visi Indonesia emas 2045.
  • RUU ini penting bagi kita di dalam memperkuat sektor keuangan Indonesia sehingga dapat berjalan secara optimal di dalam menjalankan peran intermediasi dan mendorong roda perekonomian masyarakat.
  • RUU P2SK juga sangat tepat waktu dan sangat relevan karena kita melihat dinamika perekonomian global dan domestik yang masih dipenuhi ketidakpastian dan perlu untuk kita antisipasi dan direspons oleh bangsa Indonesia termasuk ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.
  • Kita semuanya baru saja berjuang melewati dampak global dari Pandemi Covid-19 kita masih akan menghadapi tantangan baru seperti meningkatnya harga komoditas seperti komoditas energi dan pangan, kebijakan kenaikan suku bunga di negara-negara maju yang menimbulkan dampak capital outflow dan juga potensi resesi serta tekanan terhadap sektor keuangan.
  • RUU ini menjadi sangat penting untuk menjawab tantangan hari ini maupun masa depan termasuk tantangan masa depan yaitu perubahan iklim serta potensi disrupsi dari perkembangan teknologi digital terhadap aktivitas perekonomian.
  • Pemerintah dalam hal ini sependapat dengan DPR bahwa RUU P2SK adalah reformasi yang sangat penting di dalam perekonomian Indonesia untuk dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia secara sustainable merata di seluruh pelosok NKRI. Karena sektor keuangan yang stabil yang dalam yang inovatif yang efisien inklusif dan dipercaya serta kuat tentu akan mampu mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara kuat seimbang inklusif dan berkesinambungan.
  • Reformasi sektor keuangan melalui RUU P2SK ini mendukung reformasi lainnya yang sudah dilakukan melalui berbagai legislasi seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
  • Pemerintah juga sepakat dengan DPR bahwa metode omnibus yang digunakan di dalam RUU ini menjadi lebih efektif dan komprehensif di dalam me-reform sektor keuangan sehingga dia konsisten di dalam menciptakan ekosistem sistem keuangan yang baik, stabil, konsisten, dan terintegrasi.
  • RUU P2SK diharapkan menjawab tantangan fundamental sektor keuangan seperti tingginya biaya transaksi yang tadi disebutkan oleh berbagai atau hampir seluruh fraksi. Terbatasnya instrumen keuangan, rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor dan konsumen serta masih rendahnya literasi literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan peningkatan stabilitas sistem keuangan.
  • RUU ini sangat bermakna di dalam memperkokoh kemandirian ekonomi bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah serta DPR sependapat bahwa RUU ini akan berfokus pada 5 pilar utama:
    • Pertama, penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan yang dilakukan baik dalam konteks fungsi masing-masing maupun melalui koordinasi antara otoritas. Dengan belajar dari pengalaman krisis baik dari berbagai negara maupun di dalam negeri sendiri serta penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan menjadi sangat penting untuk mendorong efektivitas regulasi di industri jasa keuangan. Juga akan meningkatkan kemampuan untuk memitigasi risiko sedini mungkin sehingga krisis tidak menjadi besar dan menjadi systemic ini tentu akan menjaga stabilitas perekonomian dalam jangka menengah panjang.
    • RUU ini juga melakukan penguatan pencegahan dan ditekankan pada penguatan platform koordinasi yang sebetulnya sudah ada namun ini adalah penguatan melalui komite stabilitas sistem keuangan sejalan dengan penguatan koordinasi dilakukan penguatan peran lembaga dan otoritas di sektor keuangan. Penguatan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga dilakukan tetap menjaga independensi dari masing-masing otoritas dan kelembagaan. Hal ini sejalan dengan apa yang banyak menjadi harapan masyarakat dan tadi juga disampaikan seluruh fraksi di komisi 11.
    • Di dalam rangka untuk meningkatkan fungsi check and balance selain mengutamakan penguatan fungsi badan supervisi yang telah ada di Bank Indonesia di dalam RUU ini mengamanatkan pembentukan badan supervisi yang telah ada di Bank Indonesia. Di dalam RUU ini mengamanatkan pembentukan badan supervisi otoritas jasa keuangan dan lembaga penjamin simpanan.
    • Sebagai bagian dari menjaga impedansi dari lembaga-lembaga tersebut Calon Anggota Gubernur Bank Indonesia, Anggota Dewan Komisioner OJK dan Anggota Dewan Komisioner LPS dipersyaratkan untuk tidak menjadi Anggota atau Pengurus Partai Politik saat pencalonannya sebagai bentuk penguatan peran legislatif pemilihan Anggota Dewan Komisioner untuk LPS juga dilakukan fit and proper di DPR melalui mekanisme yang sama dengan yang selama ini dilakukan oleh dalam proses pemilihan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia maupun Anggota Dewan Komisioner OJK.
    • Kedua, perkuatan tata kelola industri keuangan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri keuangan, reform tata kelola industri keuangan nasional darurat dibutuhkan dimana kita perlu mengejar ketertinggalan Indonesia di tingkat regional dan untuk mendapatkan dampak yang masif reformasi di bidang tata kelola dilakukan secara menyeluruh mulai dari penataan regulasi industri keuangan sampai penegakan hukum.
    • Dalam RUU ini tata kelola perbankan dan perbankan syariah sebagai sektor dominan di dalam keuangan Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mendorong daya saing di tingkat regional termasuk melalui percepatan konsolidasi dan pengaturan dampak digitalisasi terhadap bisnis perbankan.
    • Mengenai spin off unit usaha Syariah akan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kesiapan dari industrinya di dalam rangka revitalisasi peran BPR sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat khususnya masyarakat menengah bawah. Maka istilah BPR atau Bank Perkreditan Rakyat diganti menjadi Bank Perekonomian Rakyat dalam RUU ini.
    • Berbeda dengan sektor perbankan yang sudah berkembang tata kelola asuransi dan penjaminan sebagai sektor diarahkan untuk percepatan pengembangan melalui upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sektor asuransi.
    • Salah satu inisiatif dalam RUU ini adalah menciptakan program penjaminan polis yang diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian. Hal ini juga dapat menciptakan level playing field dengan industri perbankan yang sudah memiliki program penjaminan simpanan serta program asuransi wajib yang dapat dibentuk oleh pemerintah di dalam rangka mendorong inklusi dan penetrasi asuransi Indonesia.
    • Terkait pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing sektor ini memiliki karakteristik yang sangat dinamis dan berpotensi meningkatkan alternatif pembiayaan non bank bagi rumah tangga maupun korporasi. Arah penguatan dari sektor ini bersifat menyeluruh meliputi Bursa Efek Indonesia (BEI) pengembangan instrumen yang nonkonvensional serta security scrub funding, sekuritisasi bursa karbon pengelolaan dana perwalian atau trustee sun dan untuk pembiayaan proyek serta standarisasi pengaturan dan pengawasan atas instrumen-instrumen keuangan.
    • RUU ini juga mengatur close out netting sebagai jaminan penyelesaian transaksi di dalam rangka meningkatkan kepercayaan pasar area lain dalam industri keuangan yang juga diperkuat di dalam RUU ini meliputi pengaturan tentang penyelenggaraan program pensiun, pengembangan sektor keuangan berkelanjutan, pelaporan keuangan, serta kelola profesi sektor keuangan.
    • Ketiga, mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk menciptakan kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan secara berkelanjutan saat ini akumulasi dana jangka panjang di Indonesia masih sangat dangkal dan terbatas. Sehingga untuk dapat mempercepat penciptaan sumber pendanaan jangka panjang yang kuat dan stabil bagi pembiayaan pembangunan diperlukan pemupukan dana jangka panjang yang bersifat wajib atau mandatory. Ini kita sudah kenal di berbagai negara yang sekarang mampu menciptakan dana jangka panjang dalam jumlah yang cukup signifikan sehingga perekonomian mereka menjadi stabil. Ini juga penting bagi kita agar ketahanan finansial masyarakat di dalam menghadapi guncangan ekonomi dan kehidupan dan dalam membangun jaring pengaman keuangan masyarakat ketika mencapai usia tua serta membuat sistem keuangan kita menjadi lebih stabil dalam serta inklusif.Keempat, fokus pada perkuatan perlindungan negara terhadap konsumen produk-produk keuangan. Secara umum fokus dari penguatan perlindungan konsumen adalah integrasi pengawasan peningkatan literasi untuk mengedukasi konsumen dan inisiatif khusus seperti program penjaminan polis asuransi.

Dolfie - PDIP - Jawa Tengah 4 (Ketua Panja RUU PPSK)
  • Rapat Kerja Komisi 11 DPR-RI telah menugaskan Panja RUU PPSK untuk melaksanakan rangkaian pembahasan RUU. Selanjutnya, Panja telah memenuhi tugas dan tanggung jawab konstitusionalnya, yaitu di dalam membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan oleh Pemerintah. Dengan kategori DIM yang disampaikan Pemerintah sebagai berikut:
    • DIM Batang Tubuh sejumlah 6.101 DIM yang terdiri dari;
      • DIM Tetap sebanyak 2.376 DIM
      • Dim Perubahan Redaksional sebanyak 958 DIM
      • DIM Perubahan Substansi sebanyak 444 DIM
      • DIM Penambahan Substansi sebanyak 1.412 DIM
      • DIM Dihapus sebanyak 892 DIM
    • DIM Penjelasan sejumlah 2.678 DIM yang terdiri dari;
      • DIM Tetap sebanyak 1.316 DIM
      • DIM Perubahan Redaksional sebanyak 190 DIM
      • DIM Perubahan Substansi sebanyak 149 DIM
      • DIM Penambahan Substansi sebanyak 737 DIM
      • DIM Dihapus sebanyak 285 DIM
  • Hasil pembahasan Panja RUU PPSK bersama dengan Pemerintah terhadap:
    • DIM Batang Tubuh adalah sebagai berikut;
      • DIM Perubahan Redaksional semula berjumlah 957 DIM, disepakati 912 DIM
      • DIM Perubahan Substansi semula berjumlah 448 DIM, disepakati sejumlah 424 DIM
      • DIM Penambahan Substansi semula berjumlah 1.414 DIM, disepakati 1.363 DIM
      • DIM Dihapus semula berjumlah 898 DIM, disepakati menjadi 1.060 DIM
    • DIM Penjelasan semula sejumlah 2.677 DIM, setelah penyempurnaan menjadi 2.678 DIM dengan rincian sebagai berikut;
      • DIM Perubahan Redaksional semula berjumlah 189 DIM, disepakati 185 DIM
      • DIM Perubahan Substansi semula berjumlah 151 DIM, disepakati 159 DIM
      • DIM Penambahan Substansi semula berjumlah 736 DIM, disepakati 711 DIM
      • DIM Dihapus semula berjumlah 285 DIM, disepakati 31 DIM.
  • Panja RUU PPSK juga menyelenggarakan RDPU pada 30 November 2022, bersama Usaha Simpan Pinjam Koperasi yang dihadiri oleh 21 koperasi termasuk Asosiasi Dewan Koperasi Indonesia.
  • Panja RUU PPSK telah melaksanakan pembahasan substansi keseluruhan DIM pada 10, 15-17, 24 November kemudian 1-5 Desember. Selanjutnya, Panja membentuk Timus dan Timsin yang bekerja pada 2-7 Desember 2022.
  • RUU PPSK terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal yang memuat ketentuan sebagai berikut:
    • Bab I tentang Ketentuan Umum, terdiri dari 1 Pasal
    • Bab II tentang Asas, Maksud, dan Tujuan serta Ruang Lingkup terdiri dari 3 Pasal
    • Bab III tentang Kelembagaan terdiri dari 8 Pasal
    • Bab IV tentang Perbankan terdiri dari 3 pasal
    • Bab V tentang Pasar Modal, Pasar Uang, Pasar Valuta Asing terdiri dari 35 Pasal
    • Bab VI tentang Perasuransian terdiri dari 2 Pasal
    • Bab VII tentang Asuransi Usaha Bersama terdiri dari 26 pasal
    • Bab VIII tentang Program Penjamin Polis terdiri dari 25 Pasal
    • Bab IX tentang Penjamin terdiri dari 2 Pasal
    • Bab X tentang Usaha Jasa Pembiayaan terdiri dari 24 Pasal
    • Bab XI tentang Kegiatan Usaha Bullion yang terdiri dari 3 Pasal
    • Bab XII tentang Dana Pensiun yang terdiri dari 68 Pasal
    • Bab XIII tentang Koperasi di Sektor Jasa Keuangan yang terdiri dari 2 pasal
    • Bab XIV tentang Lembaga Keuangan mikro yang terdiri dari 2 pasal
    • Bab XV tentang Konglomerasi Keuangan terdiri dari 8 Pasal
    • Bab XVI tentang Inovasi Teknologi Sektor Keuangan terdiri dari 9 Pasal
    • Bab XVII tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan terdiri dari 3 pasal
    • Bab XVIII tentang Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan, dan Perlindungan Konsumen terdiri dari 24 Pasal
    • Bab IX tentang Akses Pembiayaan Mikro, Kecil, Menengah terdiri dari 3 Pasal
    • Bab XX tentang Sumber Daya Manusia yang terdiri dari 22 Pasal
    • Bab XXI tentang Stabilitas Sistem Keuangan terdiri dari 3 Pasal
    • Bab XXII tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia terdiri dari 2 pasal
    • Bab XXIII tentang Sanksi Administratif terdiri dari 8 Pasal
    • Bab XXIV tentang Ketentuan Pidana terdiri dari 20 Pasal
    • Bab XXV tentang Ketentuan Lain-lain terdiri dari 1 Pasal
    • Bab XXVI tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari 18 Pasal
    • Bab XXVII tentang Ketentuan Penutup yang terdiri dari 16 Pasal.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan