Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) — Komisi 11 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar

Tanggal Rapat: 4 Jul 2022, Ditulis Tanggal: 8 Jul 2022,
Komisi/AKD: Komisi 11 , Mitra Kerja: Pakar

Pada 4 Juli 2022, Komisi 11 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar mengenai Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Dolfie dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dapil Jawa Tengah 4 pada pukul 10.16 WIB. (Ilustrasi: dpr.go.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar

Perbarindo:

  • Dalam situasi perekonomian yang sekarang ini sudah sangat bergerak begitu pesat, utamanya pertama karena ada trigger Covid-19 yang belum lama dirasakan rasakan, hal ini sangat berdampak kepada seluruh sektor sendi khususnya sendi perekonomian, dari sektor riil sampai dengan seluruh pelaku ekonomi.
  • Sekarang sudah masuk kepada babak baru yaitu masuknya digitalisasi yang men-trigger bagaimana supaya digitalisasi tersebut mampu men-trigger pertumbuhan ekonomi secara makro dan mempunyai kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas.
  • Perbarindo dari perbankan menyambut sangat gembira karena memasukkan di dalam RUU ini beberapa pergeseran ekonomi yang tadinya mengadopsi konvensional namun sudah memasukkan perekonomian berbasis digital, diantaranya adalah beberapa perluasan fungsi peran khususnya pada industri perbankan pada umumnya, mudah-mudahan dengan disahkannya RUU ini menjadi UU mampu sesuai harapan yaitu mampu mengungkit sektor riil dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
  • Sesuai dengan perintah UU, karena Perbarindo melayani masyarakat grass root, masyarakat pedesaan masyarakat, masyarakat kecamatan, maka sebagian besar dari industri yang ada di Indonesia ini berdiri kantor pusatnya rata-rata lahir karena facto sehingga di ibukota kecamatan, hal ini sangat strategis untuk menjembatani asimetris gap khususnya masyarakat pedesaan, masyarakat remote, bagaimana mereka mendapatkan pelayanan perbankan atau keuangan secara sehat.
  • Sebagian anggota BPRS cakupannya di seluruh Indonesia meskipun belum semasif BPR secara konvensional, tapi Perbarindo memastikan bahwa di setiap Provinsi ada pilihan bagi masyarakat untuk pelayanan baik keuangan berbasis konvensional maupun syariah.
  • Khususnya bagi BPR di seluruh Indonesia, di tengah survivenya ekonomi yang ada di Indonesia, terus menjadi pilihan bagi masyarakat yang ada di daerah, bagaimana mereka memanfaatkan jasa khususnya produk-produk yang Perbarindo tawarkan berupa kredit pembiayaan maupun pendanaan masyarakat berupa tabungan dan deposito.

BPR:

  • Dua tahun terakhir risiko kredit nampaknya meningkat, namun tak perlu khawatir karena bisnisnya dengan UMKM yang memang non performing loan nya angkanya rata-rata atau average.
  • Mengenai ketahanan modal jika dilihat dari capital adequacy ratio gradasi modal terpisah namun secara ratio ketahanannya masih sehat.
  • Tata kelola infrastruktur dan pelayanan ketika kaitkan akses permodalan yang kita mampu go public maka secara otomatis BPR akan dikelola dengan lebih baik begitu juga ekspektasi masyarakat terhadap layanan perbankan yang basisnya sudah teknologi.
  • Tantangan Struktural & Isu strategis Industri BPR dan BPRS
    • Permodalan:
      • Industri BPR dan BPRS masih didominasi oleh BPR skala kecil
      • Diperlukan permodalan BPR dan BPRS yang memadai untuk mendukung daya saing BPR dan BPRS di era digital.
    • Tata kelola, infrastruktur produk dan layanan
      • Penerapan tata kelola yang optimal
      • Kualitas dan kuantitas pengurus SDM yang memadai
      • Infrastruktur TI yang memadai dengan adopsi TI terkini
      • Manajemen risiko termasuk potensi risiko baru
      • Produk dan layanan yang bersifat consumer centric
    • Peran BPR bagi Perekonomian wilayah
      • Kontribusi BPR dan BPRS terhadap perekonomian di masing-masing wilayah provinsi masih relatif rendah, meskipun penyerapan tenaga kerja industri BPR dan BPRS terbilang cukup baik.
  • Tantangan BPR/BPRS di Era Digital
    • Perubahan kebutuhan dan ekspektasi masyarakat terhadap produk dan layanan perbankan
    • Kualitas dan kuantitas SDM perlu ditingkatkan
    • Persaingan antar lembaga jasa keuangan semakin ketat
    • Ketersediaan infrastuktur IT masih terbatas
    • Kesiapan mengahadapi risiko terkait keamanan data dan perlindungan konsumen
  • Peluang BPR/BPRS di Era Digital
    • Pertumbuhan permintaan terhadap produk dan layanan perbankan berbasis digital
    • Loyalitas nasabah
    • Peluang kerja sama dengan fintech
    • Hadirnya POJK No. 25 Tahun 2021
    • Roadmap Pengembangan Perbankan Indoensia (RP21) 2021 - 2025 bagi industri BPR dan BPRS
  • Harapan penguatan permodalan, diantaranya;
    • Alternatif kepemilikan WNI/badan hukum Indonesia
      • diberikan kesempatan bahwa BPR secara individual maupun badan hukum Indonesia yang memiliki BPR maupun BPRS itu diberikan kesempatan untuk go-public yang harapannya mendapat penyerapan pendanaan yangg lebih murah
      • di dalam konteks dari pendanaan murah ini mampu memberikan pelayanan yang lebih efisien kepada masyarakat.
    • Daya tarik yang menarik bagi investor yang menjadi konsen ke depan dan di dalam RUU sudah masuk beberapa hal terkait tata kelola, main risk, dan juga fraud.
  • Hal-hal yang perlu penguatan khususnya di dalam industri BPR di dalam RUU PPSK :
    • Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat atau Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) dan Badan Perekonomian Rakyat Syariah (BRPS).
    • Selama ini, berbagai survei sudah dilakukan berbagai institusi termasuk Otoritas Jasa Keuangan bahwa pemahaman masyarakat terhadap kata-kata perkreditan itu seolah-olah seolah-olah dalam tanda kutip BPR ini hanya melayani perkreditan. Kalau mereka mau menabung atau mendepositokan di bank umum, sehingga dengan adanya reborn atau perubahan nama menjadi perekonomian itu menjadi hal yang sangat strategik dan di masyarakat tidak ada sesuatu yang baru, karena tetap asja Bank Perekonomian Rakyat BPR, begitupun dengan Bank Perekonomian Rakyat Syariah tetap BPRS. Jadi, tidak ada yang berubah, tapi makna atau valuesnya terhadap literasi edukasi kepada publik menurut saya menjadi sangat penting. Pengaturan bank umum dan BPR menurut hemat kami memang ini harus masuk di dalam undang-undang sebagai penegasan dan turunannya nanti bisa dibuat P-OJK.
  • BPR-BPRS ini bisa mampu melakukan go-public dan yang tidak kalah penting bahwa BPR dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan bila nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya.
  • Menurut BPR bahwa fungsi ini memang harus ada di dalam ketentuan RUU dan saya melihat sudah masuk di dalam Pasal 12 a, karena faktanya yang sekarang ini akan sulit kalau BPR melakukan penyelesaian secara konvensional urutan yang kadang lama prosesnya.
  • BPR bisa melakukan penggabungan dengan LKM BPR kira ini hal yang sangat baik dalam rangka penguatan kelembagaan dan pelayanan kepada masyarakat. Pengawasan tetap dilakukan oleh OJK.
  • Terkait dengan Pasal 1 Ayat 46, tadi BPR sudah sampaikan bahwa sebelumnya kalau disandingkan dengan ketentuan UU 10/1998 bahwa BPR ini merupakan Bank Perkreditan Rakyat, BPR mengusulkan dengan segala hormat kiranya bisa ditetapkan menjadi Bank Perekonomian Rakyat yang selanjutnya tetap disebut BPR. Termasuk di ketentuan Ayat 48 mengenai BPRS.
  • Di ketentuan Pasal 3 Ayat 1 UU 10/1998, ada huruf a sampai d yang menurut hemat BPR memang fungsi ini lebih diperluas dan penjabarannya sudah sangat tepat bahwa fungsi di ketentuan Ayat 1 dan Ayat 2 itu sudah sangat lengkap dan inline dengan kondisi tuntutan masyarakat dan tentunya peran perbankan dituntut untuk bisa lebih, termasuk di dalamnya adalah BPR.
  • Di Pasal 13, usaha BPR yang semula usaha ini dari poin 1 kemudian sampai dengan poin 4, kami mohon izin agar kiranya bisa diputuskan mengenai perluasan kegiatan usaha. Pertama intermediary, yaitu menghimpun dana masyarakat kemudian juga memberikan kredit dan pembiayaan menjadi fungsi pokok. Yang terpenting adalah melakukan kegiatan transfer dana, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah, nah yang terjadi di lapangan ini kita tidak diperkenankan.
  • Padahal, masyarakat itu bukan hanya masyarakat perkotaan saja yang butuh layanan itu. Tentu ini menjadi hal yang sangat positif khususnya cakupannya di dalam rangka mengakomodir keinginan publik terhadap layanan perbankan khususnya bagi BPR maupun BPRS.
  • Penempatan dana bank lain, meminjam dana dari bank lain, atau meminjamkan dana kpf bank lain, di mana di dalam ketentuan yang lama tidak tercantum secara jelas apakah kemudian itu diperkenankan dan apakah itu juga merupakan sebuah kegiatan usaha BPR.
  • Terkait penukaran valuta asing, di dalam wilayah-wilayah tertentu khususnya pada eco-wisata, BPR ada di berbagai daerah-daerah. Menurut hemat kami, ketika BPR bisa menjalankan kegiatan valuta asing tentu sangat membantu.
  • Melakukan penyertaan modal pada lembaga penunjang BPR sesuai dengan pembatasan yang diatur di dalam ketentuan UU yang menurut kami ini menjadi sebuah opsi masa depan bilamana BPR diperkenalkan penyertaan Lembaga Penyangga Likuiditas.
  • Jadi, menurut hemat BPR RUU ini sudah sangat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari industri BPR. Mengenai Pasal 14 yang dilarang ini, BPR intinya tidak bisa melakukan usaha perasuransian, jadi BPR usul menerima simpanan berupa girolisasi.
  • Di Pasal 12 sangat sependapat yaitu usulan untuk pembelian AIDA.
  • Di Pasal 15 a mengenai bekerja sama antara bank umum dan BPR di dalam pembiayaan mikro, kecil, dan menengah juga sangat sependapat karena memang harus diatur sehingga dapat dioptimalisasi kerjasama antara bank umum dan BPR di dalam melakukan perluasan cakupan kepada masyarakat.
  • Di Pasal 19 perlu dipertimbangkan, karena ini sekarang sudah era teknologi apakah kemudian wilayah terbatas bisa dipertimbangkan untuk dimasukkan catatan atau penjelasan bahwa pelayanan yang berbasis teknologi bisa lintas Provinsi. Jadi, terbatas itu tidak menutup peluang bahwa itu di luar Provinsi. Secara keseluruhan dari apa yang disampaikan sudah masuk di dalam RUU, BPR mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan bisa menjadi keputusan yang mufakat yang pada akhirnya mampu memberikan dorongan kepada industri BPR untuk melayani masyarakat.

Asbisindo:

  • Gambaran Umum Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia
    • Meskipun sektor perbankan syariah di Indonesia masih terus mewujudkan pertumbuhan, market share industri perbankan syariah terhadap keuangan nasional masih di kisaran 6,74% atau lebih rendah dibandingkan dengan industri perbankan syariah di negara lain. Hal ini dipengaruhi oleh masih kecilnya aset perbankan syariah indonesia, sehingga perlu dilakukan peningkatan aset. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya penetrasi perbankan syariah.
  • Gambaran Umum yang dihadapi Perbankan Syariah Indonesia
    • Kondisi saat ini : Penetrasi pasar perbankan syariah masih rendah, yaitu 6,74%
    • Identifikasi masalah
      • Saat ini belum ada bank umum syariah (BUS) dengan klasifikasi KBMI, mempersempit segmen atau target pasar yang membutuhkan bank KBMI 4.
      • Naiknya syarat modal inti bank umum memperkecil kesempatan naiknya BUS KBMI 3 naik menjadi 4
  • Perkembangan syariah sebesar Rp400 Triliyun dan tahun 2021 ini mencapai Rp700 Triliyun.
  • Market share dengan negara-negara sejenis negara indonesiia masih cukup tertinggal dengan di capaian 6,3 persen sementara negara-negara timur tengah sudah diangka 40-50 persen.
  • Belum ada ketentuan pajak khusus bagi perbankan syariah, kami lihat beberapa negara tetangga yang memperbesar pangsa syariahnya selalu melihat dari sisi labelitasnya terlebih dahulu inilah nasabah selalu masuk karena ada insentif pemerintah.
  • Konkretnya komitmen pemerintah dalam menggunakan jasa Bank Syariah perlu ditingkatkan, masih banyaknya inisiatif dan regulasi yang memberikan keberpihakan kepda bank syariah.
  • Aset perbankan syariah ini sangat rendah diangka 6,74 persen. Jadi di dalam RUU ini ingin memberikan usulan terkait meningkatkan kapabilitas perbankan syariah perlu ada ketentuan khusus bagi perbankan syariah dan penguatan kelembangaannya.
  • Sektor komersial syariah agar memiliki ciri khas tertentu dan penguatan ekosistem pendukung yaitu peminjaman syariah dan amandemen bagi perbankan syariah.
  • Penerapan insentif bagi Bank Syariah ini akan memberikan efek multiflayer jadi tidak hanya sekedar memberikan insentif tapi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih baik.
  • Dengan penerapan insentif ini akan memberikan hal yang lebih baik guna kemajuan Bank Syariah di Indonesia.
  • Peningkatan kompetitif industri perbankan syariah melalui perpajakan.
  • Peningkatan pemasukan pajak negara dan meningkatkan nasabah-nasabah baru, ada insentif tapi juga menimbulkan nasabah-nasabah baru untuk meningkatkan pendapatan pajak negara. Ini tentunya guna meningkatkan ekonomi nasional yang lebih baik.
  • Pendapat mengenai anggaran Bank Syariah pada pengelolaan dana ziswaf bahwa ujungnya akan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas ziswaf kalau bisa dibantu.
  • Pendapat terkait peningkatan fungsi perbankan syariah sebagai pengelola dana ziswaf.
    • Bank Syariah
      • Institusi perbankan syariah memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam mengelola aset keuagan baik dari segi SDI, teknologi dan peraturan
    • Lembaga Nazhir
      • Nazhir lembaga wakaf saat ini memiliki kapasitas terkait aspek syar’i intrimen wakaf namun kurang memiliki kapasitas dalam mengelola aset wakaf termasuk uang
  • Beberapa masukan mengenai bank syariah
    • Pasal Perbankan Syariah (revisi atau tambahan)
      • Bank Umum Syariah
        • Terdapat 3 Usulan (Pasal 7, Pasal 5, Pasal 55)
      • Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
        • Terdapat 3 Usulan (pasal 21A, pasal 25 dan ketentuan umum Bab 1 Pasal 1)
      • Unit Usaha Syariah
        • Pasal 68 (spin-off) diterima disetujui tanpa catatan
      • Pasal Tambahan
        • Pasal 3 Maksud dan Tujuan Mengusulkan tambahan pasal tentang keberpihakan UU PPSK
  • Pasal 7 mengenai kegiatan usaha bank umum
    • Penambahan : dalam hal bank umum konvesional melakukan pemisahan UUS menjadi Bank Umum Syariah. Bank Umum Syariah tersebut diperbolehkan untuk menjadi perusahaan yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan mengikuti kewajiban dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
  • Pasal 5 tentang Perizinan
    • perlunya penambahan ayat 10 terkait nilai-nilai dari bank konvensional kepada bank syariah. Ini yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Bank Syariah maka harus ada izin dari OJK.
  • Untuk transaksi-transaksi lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah maka ada penambahan di Pasal 5 Ayat 10 dimana Bank umum konvensional boleh untuk berpartisipasi pada transaksi Bank Syariah dan yang lainnya.
  • Pasal 55 terkait penyelesaian sengketa
    • Ditambahkan pasal 55 dengan perubahan sebagai berikut:
      • Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan di pengadilan dalam lingkungan peradilan agama atau peradilan, negeri, umum.
      • Para pihak dapat memperjanjikan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud di ayat 1 atau penyelesaian sengketa lainnya selama secara jelas telah dicantumkan di dalam akad.
  • Pasal 3 bagian kedua: maksud dan tujuan
    • Ditambahkan ayat sebagai berikut:
      • Untuk mencapai pangsa pasar perbankan syariah minimal 25% di tahun 2030 dari total perbankan nasional, diperlukan adanya serangkaian kebijaksanaan dan peraturan yang diatur dalam ketentuan secara terperinci.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan