Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) — Komisi 11 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar

Tanggal Rapat: 5 Oct 2017, Ditulis Tanggal: 27 Oct 2020,
Komisi/AKD: Komisi 11 , Mitra Kerja: Pakar - Irohan Tanudiredja, Hadi Purnomo, Yustinus Prastowo, dan Darussalam

Pada 5 Oktober 2017, Komisi 11 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Irohan Tanudiredja, Hadi Purnomo, Yustinus Prastowo, dan Darussalam mengenai Masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Soepriyatno dari Fraksi Partai Gerindra dapil Jawa Timur 2 pada pukul 14:33 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: malang.merdeka.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar - Irohan Tanudiredja, Hadi Purnomo, Yustinus Prastowo, dan Darussalam

Pakar - Hadi Purnomo

  • Sistem perpajakan Indonesia adalah self assessment dimana yang dihitung adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi. Warga negara diberi kebebasan oleh negara untuk menghitung sendiri pajaknya, untuk membayar sendiri pajaknya.
  • Orang pajak dengan Surat Keputusan (SK) tidak mampu memonitor jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan Presiden dan Menteri.
  • Tidak ada yang bisa menguji setiap tambahan kemampuan ekonomis, ini merupakan pandangan yang keliru. Istilahnya, bagaimana memberikan kepercayaan kepada anak untuk kuliah di luar negeri tapi orangtuanya tidak punya monitor untuk melihat anaknya benar-benar sekolah atau tidak.
  • Ada masukan untuk RUU KUP yaitu pada Pasal 68 tentang keberatan menunda tidak membayar pajak.
  • Pasal 95 RUU KUP ayat (3), Pasal 66, dan Pasal 26a ayat (5), pakar meminta untuk ditanggapi.
  • Disini dibicarakan mengenai masalah proses pembentukan lembaga pajak menjadi lembaga sendiri.
  • Tahun 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) membuat surat resmi kepada Presiden untuk membentuk badan pajak yang otonom. Pajak menjadi lembaga sendiri sudah diusulkan sejak 15 Januari 2004, namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menolak. Menurut Kemenkeu, itu mengganggu pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada 22 April 2014, Presiden mengusulkan Dirjen Pajak menjadi Kementerian langsung di bawah Presiden.
  • Salah satu pihak Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan bahwa pendapatan dan pengeluaran tidak dapat diatur dalam satu lembaga yang sama.
  • Sepanjang pajak belum menyatu dengan Presiden, akan sukit untuk pemasukan dan pengeluaran.
  • Dalam surat Presiden kepada DPR tanggal 4 Mei 2016, Menkeu dan MenPAN dipanggil untuk membentuk lembaga pajak.
  • Pakar meminta Pasal 23a RUU KUP dipertahankan dan pajak harus memiliki lembaga sendiri.
  • Sejak lama, Ibu Megawati, Pak Susilo Bambang Yudhoyono, dan Pak Joko Widodo sudah memfokuskan untuk membentuk lembaga pajak yang otonom.
  • Sebelum 2007, gebrakan untuk tidak menunda pembayaran sudah ada, tapi sesudah 2007 malah sebaliknya.
  • Pasal yang berisi keberatan tidak menunda pajak harus dipertahankan.
  • Semua wajib pajak harus menyimpan buktinya selama 10 tahun. Di tahun 2007, diubah. Jadi, 5 tahun ini terlalu cepat.

Pakar - Yustinus Prastowo

  • Pakar mengajukan pertanyaan retorik mengenai apakah RUU ini adalah sebuah diskontinuitas karena ini UU baru. Apakah Indonesia akan memasuki sistem perpajakan yang baru dengan dasar prinsip baru? Jika iya, Indonesia harus mempunyai desain sistem perpajakan baru seperti apa yang diinginkan. Dimana letak kebaharuannya jika memang benar baru? Apakah RUU KUP ini sudah ada blueprintnya karena hal ini beririsan dengan politik dan jangan sampai ada Pemerintahan yang baru justru RUU ini tidak dilaksanakan. Apa yang menjadi urgensi atau peluang?
  • Pakar sendiri secara pribadi dan ilmiah mendukung RUU ini.
  • Perlu diidentifikasi problem perpajakan ini berasal dari policy, regulasi, atau administrasi.
  • Pakar takut jika UU ini sudah disahkan tidak didukung oleh Pemerintahan yang baru dan akan diganti lagi jika begitu.
  • Seberapa tingkat masalah yang dialami dalam perpajakan?
  • Jangan ada anggapan dengan lahirnya UU baru ini dapat menyelesaikan persoalan pajak.
  • Indikator reformasi pajak, peningkatan pajak 11 tahun tidak tercapai. Haris memperhatikan raising tax, jenis pajak yang mau diterapkan dan mengurangi korupsi (tax corruption).
  • Pakar membandingkan dengan beberapa negara yang sebaya dengan Indonesia. Ada hal-hal yang membuat sistem admin pajak tidak efektif:
    • Ketiadaan budaya membayar pajak.
    • Rendahnya pendapatan rumah tangga.
    • Kondisi kerja yang tidak layak.
  • Tax amnesty berhasil menumbuhkan rasa membayar pajak.
  • Konstruksi UU KUP harus memberikan jawaban pada indikator clear, certainty, dan consistency.
  • Selama ini yang dibicarakan adalah penerimaan-penerimaan tidak tercapai tapi lupa bahwa penerimaan pajak optimal merupakan outcome sistem yang baik dan Indonesia belum mempunyai itu.
  • Dalam praktiknya, Dirjen Pajak harus mengklarifikasi dengan baik. Sekuensial lebih mendetail dan menjamin kepastian.
  • Meski secara umum kesan pakar RUU ini masih government center, belum cukup menjelaskan tentang hak wajib pajak. Dalam beberapa hal juga ada keseimbangan dalam membayar pajak dengan mengganti kata “wajib pajak” menjadi “bayar pajak”.
  • Di RUU ini juga ada pengurangan jumlah sanksi administratif dan melambangkan sistem otoritas yang kuat.
  • Terkait dengan pidana, ada semacam hasrat yang cukup tinggi untuk menghukum. RUU ini lebih keras.
  • Self assessment harus dipertahankan. Sistem ini menuntut otoritas yang kuat. RUU memperkuat fungsi Dirjen Pajak.
  • Ia mengingatkan untuk tidak menonjolkan secara direct tentang unsur pidana. Perlu berhati-hati.
  • Ia mengusulkan ada perubahan yang fundamental mengapa restitusi menjadi lama.
  • Ia juga menggaris bawahi usulan Pasal dari Pak Hadi mengenai keberatan tidak menunda kewajiban tidak membayar pajak.
  • Sejak Pasal 25 diberlakukan, cash flow Pemerintah agak sulit. Sengketa tanah perlu waktu 3 tahun di UU lama. Demi kas negara yang terjaga, kiranya tak ada persoalan balik lagi UU KUP Tahun 2000.
  • Pakar menghimbau agar jangan sampai ada Surat Ketetapan Pajak (SKP)sehingga membuat wajib pajak tidak mungkin untuk membayar pajak.
  • Menurutnya, indikasi pemeriksaan wajib pajak harus proper dan fungsi keberatan itu diefektifkan.
  • Pakar berharap RUU dapat menjamin regulasi yang sederhana termasuk dalam administrasi.
  • Ia melihat ada sekitar 15.000 UU sampai surat Dirjen tentang Aturan Pajak.
  • Partisipasi masyarakat masih sebatas dalam penegakan hukum, rapi belum berperan aktif misalnya dalam pengawasan.
  • Kompatibilitas UU KUP dengan UU yang lain mengenai warisan yang belum dibagi sebaiknya dimasukkan ke badan. Hal ini perlu dimasukkan dengan tegas profesi konsultan pajak dalam RUU KUP agar memberikan kepastian meskipun sudah ada RUU mengenai Konsultan Pajak yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
  • Jika ada penalti, pasti ada reward. Pakar merasa tidak terlalu sulit memberi reward kepada pembayar pajak.
  • Pakar pribadi mendukung pemisahan kewenangan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan.
  • Pakar tidak akan masuk ke dalam pro kontra.
  • Pakar menanyakan prasyarat yang tersedia sehingga harus terpisah atau tidak.
  • Selama semi otonom, terlihat sari keleluasaan anggaran, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), dan organisasi.
  • Di UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003, kewenangan Presiden dalam bidang fiskal dilimpahkan kepada Kemenkeu.
  • Terkait kelembagaan, kiranya ada jalan tengah yang cukup baik.
  • Jarang sekali wajib pajak dihukum berat dan dikenai sanksi 4 kali lipat. Ternyata sanksi administrasi lebih efektif daripada pidana.

Pakar - Darussalam

  • Jika nama di KUP mengenai perpajakan harus mengatur semua bentuk perpajakan yang ada di Dirjen Pajak.
  • Kalau melihat Perpres No. 28 Pasal 16, itu membahas tentang pelaksanaan di bidang pajak, bukan perpajakan.
  • Pasal 1 mengenai definisi justru membahas tentang pengertian pajak. Ruang lingkupnya harus dipertanyakan. RUU ini membicarakan untuk siapa dan objeknya apa?
  • Sejak Juli 2013, pakar mengeluarkan tulisan mengenai sudah saatnya Dirjen Pajak dikeluarkan dari Kemenkeu. Isu Dirjen Pajak berpisah dengan Kemenkeu bukan isu baru tapi sudah international best practice di Indonesia.
  • Hal yang terpenting dari Board of Director (BOD) ini ada perwakilan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pajak atau pihak-pihak private yang mengurusi perpajakan. Logisnya, jika membentuk BOD, itu berfungsi untuk merepresentasikan pajak tersebut. Untuk menimbulkan trust kepada lembaga. Ini berfungsi untuk menciptakan kepercayaan terhadap pajak itu sendiri karena memang masing-masing mempunyai perwakilan di Komisioner.
  • Dalam penjelasan RUU KUP, pakar ingin menegaskan bahwa ada satu hal yang kurang dipaparkan di sini, yaitu assessment system. Hal tersebut tidak bisa dibedakan dari dua sudut pandang antara wajib pajak dan petugas pajak. Harus ada peran institusinya.
  • Penetapan pajak harus melibat masyarakat dan semua kebijakan itu orientasinya harus jangka panjang.
  • Wajib pajak butuh kepastian dan inilah yang lebih dituntut oleh pembayar pajak daripada keadilan itu sendiri.
  • Asas penting dalam RUU KUP adalah kepastian hukum, baru kemudian disusul keadilan.
  • Tidak hanya lembaga yang naik kelas, tapi komite juga harus naik kelas. Menurut pakar, komite itu adalah wakil dari wajib pajak untuk mewujudkan hak wajib pajak (pembayar pajak).
  • Permintaan wajib pajak sederhana, yakni kepastian jumlah pajaknya.
  • Lebih baik RUU KUP ini memberikan target kapan harus diterbitkan daripada kembali ke UU sebelumnya.
  • UU Akses Informasi Keuangan sudah ada, lalu bagaimana data dan informasi yang berada di luar informasi keuangan?
  • Self assessment ada pada data dan informasi. Tanpa itu, orang pajak tidak bisa berbuat apa-apa.
  • Banyak wajib pajak bertanya kepada Dirjen Pajak terkait treatment transaksi bisnisnya sehingga perlu ada surat penegasan. Sementara itu, surat penegasan tidak ada aturannya. Kalau di berbagai negara, praktik ini harus ditanyakan status hukumnya.
  • Di Indonesia, tidak jelas semua. Lantas di banyak negara, kalau ada yang meminta ruling, tidak boleh pakai asumsi, harus jelas karena tidak ada aturan terkait permohonan surat penegasan adalah sama-sama adanya ketidakpastian.
  • Ini adalah bab baru yang pakar apresiasi di RUU ini, yaitu tentang Bab Kerja Sama.
  • Harusnya wajib pajak diberikan waktu untuk melakukan mediasi di luar proses atau upaya hukum yang ada.
  • Alternatif itu harus ada di RUU KUP yang sekarang. Bisa dilakukan melalui kerja sama dengan komite pengawas perpajakan yang ada.
  • Pakar menanyakan alasan tidak diarahkan bagi wajib pajak yang ingin mempublikasikan jumlah bayaran pajaknya.
  • Akhirnya slogan “bangga bayar pajak” tidak hanya menjadi omong kosong.
  • Agar biaya kepatuhan wajib pajak maupun biaya administrasi dapat ditekan semaksimal mungkin.

Pakar - Irohan Tanudiredja

  • Akan ditekankan pada beberapa hal mengenai pembukuan. Jadi, di dalam pembukuan ini ada pandangan. Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) saat ini bahwa pembukaan tidak lagi dilakukan secara manual, melainkan secara online. Apabila melihat kenyataan seperti ini, maka telah menggunakan teknologi informasi dalam membuat pembukuan. Jadi, pakar meminta di dalam UU terkait definisi pembukuan diselenggarakan di Indonesia.
  • Pembukuan mengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku dan belum mengacu pada legal formnya. Sedangkan wajib pajak harus sudah legal form.
  • Ada ketidakpastian wajib pajak untuk tax payment dari satu transaksi karena kriterianya beda di KUP.
  • Mengenai pembayaran, dalam hal ini pakar melihat bahwa pembayaran merupakan hal yang krusial bagi wajib pajak. Ada kenyataan dimana ada beberapa wajib pajak yang berusaha melaksanakan kewajiban pajak sesuai ketentuan. Namun, dalam prosesnya diberikan surat ketetapan pajak yang sangat besar. Padahal, dia sudah mengajukan keberatan.
  • Ada ketentuan RUU KUP Pasal 36 yang mengatur bahwa Surat Setoran Pajak (SPP) yang dimasukkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Mengingat proses surat ketetapan pajak itu masih dalam sengketa, maka kewajiban bayar sangat diajukan keberatan pertimbangan.
  • Ada wajib pajak telah membayar 100 tapi dilaporkan hanya 80.
  • Pakar ingin menambahkan bahwa wajib pajak dalam menjalan RUU KUP ini sifatnya self assessment.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan