Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Asumsi Makro dan RAPBN 2019 — Komisi 11 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)

Tanggal Rapat: 10 Sep 2018, Ditulis Tanggal: 15 Jul 2020,
Komisi/AKD: Komisi 11 , Mitra Kerja: Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Pusat Statistik

Pada 10 September 2018, Komisi 11 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai Asumsi Makro dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Melchias Marcus Mekeng dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Nusa Tenggara Timur 1 pada pukul 11:10 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: rmolbanten.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Pusat Statistik

Menteri Keuangan (Menkeu) - Sri Mulyani

  • Menkeu akan menyampaikan asumsi makro yang digunakan perhitungan RAPBN 2019 dan tidak akan menyampaikan posturnya karena sudah disampaikan di Banggar, maka fokus Komisi 11 di asumsi makro.
  • Kondisi ekonomi global merupakan sesuatu yang harus di update dan juga akan dilaporkan beberapa asumsi makro yang mengalami perubahan. Pertama, untuk ekonomi global meskipun pemulihan masih berlangsung dan ini terjadi sejak 2017 dan pemulihan di 2018, diharapkan terjadi di seluruh wilayah dan tingkat pendapatan. Namun, narasi tersebut akan ditinjau kembali karena pemulihan ekonomi dunia semakin memperlihatkan adanya risiko yang meningkat yang disebabkan normalisasi dari kebijakan moneter AS.
  • Normalisasi kebijakan moneter oleh Amerika memiliki implikasi yaitu suku bunga dinaikkan dan ancaman inflasi serta likuiditas secara bertahap dikurangi. Dollar merupakan basket currency yang paling besar di dunia. Kenaikannya sudah lebih dari 175 basis point.
  • Arah kebijakan perdagangan pemerintah AS adalah meminta manufaktur untuk kembali ke AS. Dari sisi ekonomi real dalam advance country, AS adalah negara yang terkuat.
  • Aktivitas riil global sampai kuartal ke-3 cukup solid. Pergerakan moderat akan terjadi di kuartal ke-4.
  • Pertumbuhan di beberapa negara pada 2018 masih di 3,9% dimana AS masih paling kuat dengan pertumbuhan outlook 2,9%. Zona Eropa akan sedikit menurun di 2,2%. Inggris dibayangi ketidakberhasilan brexit deal dengan Eropa. Jerman yang terkuat di Eropa menghadapi downside risk yang sama. Jerman turun dari 2,5% ke 2,2%. Perancis juga sedikit turun. RRT diperkirakan akan tumbuh lebih moderat dibandingkan tahun lalu.
  • Di 2018, meskipun outlook total 3,9% namun dinamika harus diwaspadai. India diperkirakan menghadapi outlook yang lebih berat. Diperkirakan 2019 downside risk akan semakin tinggi.
  • Laju pertumbuhan yang selama ini mengalami akselerasi menunjukkan bahwa 2017 pertama kali komoditas mengalami rebound. Downside risk dalam 2019 akan semakin tinggi. Untuk ASEAN masih aman dan sehat. Untuk harga komoditas diperkirakan akan lebih soft. Hampir semua komoditas minyak mentah dan batu bara drop sejak 2014. Outlook dari akselerasi pemulihan harga komoditas barangkali akan sedikit mendingin.
  • Berdasarkan background ekonomi global, Indonesia masuk ke dalam ekonomi negeri yang dijadikan acuan untuk perhitungan RAPBN 2019.
  • Dari sisi produksi, pertumbuhan di sisi primer, sekunder, dan tersier lebih tinggi di Q2 2018 dibanding Q2 2017. Konsumsi Rumah Tangga juga mengalami recovery di 2018. Faktor agregat demand terbesar mengalami pemulihan di Q1.
  • Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,11% dan kenaikan cukup konsisten. Inilah yang dikatakan bahwa perekonomian Indonesia sedang mengalami rebound dan menunjukkan perbaikan yang cukup nyata.
  • Ekspor juga menunjukkan ada pemulihan. Awalnya negatif growth dari 2015 dan baru mulai menunjukan pemulihan di 2017. Namun momentum pemulihan yang berkisar 8 atau 7 tetap masih di level tersebut dan impor berkembang pesat. Munculnya implikasi impor cukup besar dari barang baku dan modal. Berdasarkan sisi demand yang cukup solid dan menunjukkan recovery di berbagai sektor, namun diproduksinya tidak berjalan keseluruhan. Sektor yang bertumbuh tinggi adalah sektor primer seperti kehutanan dan perikanan dengan pertumbuhan di atas 3%. Hal yang perlu diwaspadai dari sektor sekunder terutama industri manufaktur tetap di 4%. Sektor manufaktur tidak mengalami pertumbuhan yang pulih seperti sektor lain.
  • Pertambangan yang tadinya relatif negatif gross sudah menunjukkan pemulihan yang cukup solid di atas 2%. Sektor utilitas mengalami lonjakan pada kuartal kedua dan yang paling menikmati pemulihan paling tinggi adalah sektor jasa, perdagangan dan transportasi. Pertumbuhannya 8% sangat sehat dan masih kontinyu hingga Q2 2018. berdasarkan konteks tersebut maka untuk 2018, momentum sudah mulai muncul namun ada faktor yang masih tidak sinkron. Tahun 2019 masih akan dihadapkan dengan kenaikan suku bunga acuan, trade war, dan revisi pertumbuhan ekonomi global akibat downside risk.
  • Kebijakan fiskal akan lebih mementingkan stabilitas daripada alokasi dan distribusi karena gross sedang dalam momentum.
  • Tahun 2019 yang akan menjadi tahun politik kemungkinan akan merubah mindset para pelaku bisnis. Untuk 2019, sesuai dengan Nota Keuangan diperkirakan:
    • Pertumbuhan ekonomi 5,3%.
    • Konsumsi rumah tangga 5,1.
    • Konsumsi Pemerintah 5,4.
    • Investasi 7%.
    • Ekspor 6,3%.
    • Impor 7,1%.
  • Bank dunia yang sudah di update Juni memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2% dengan IDB (Islamic Development Bank) 5,3% dan IMF (International Monetary Fund) 5,5%.
  • Pertumbuhan 2019 menurut produksi primer pertanian, kehutanan dan perikanan masih kuat di 3,8%, konstruksi 6,6%, perdagangan di atas 6%, makanan dan minuman 6,1%.
  • Dari tahun 2018, seluruh komponen inflasi cenderung tidak berubah dari 2017. Meskipun beberapa komoditas mengalami penekanan namun keadaannya tidak seperti tahun 2017. Laju inflasi masih akan bisa di level 3,5% sehingga menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi serta kebijakan BI sampai 7 September Rupiah tercatat Rp14.804 rata-rata tahunan dari Januari sampai 7 September, maka nilai tukar Rp13.977 Rupiah per Dolar Amerika.
  • Neraca pembayaran yang selama ini mengalami defisit sebesar USD17 Billion untuk 2016 dan 2017, 2 tahun lalu masih bisa mendapat capital inflow yang nilainya hampir 2 kali lipat dari defisit sehingga masih positif.
  • Untuk nota keuangan, Kemenkeu memasukkan kurs di Rp14.400 sebab melihat tren di kuartal II dan itu melampaui tren.
  • Pemerintah telah menetapkan untuk Nota Keuangan memasukan angka Rp14.400. Rata-rata kurs dihitung masih dibawah Rp14.000. Range Rp.14,400 diprediksi di tahun 2019. Kurs dalam domain BI diperlukan untuk menghitung terhadap postur dari penerimaan dan belanja negara.
  • Government bonds meningkat. Kenaikan imbal hasil mengalami kenaikan pada 2 bulan terakhir. Surat utang pemerintah mengalami peningkatan.
  • Volatilitas dari kondisi keuangan global tentu mempengaruhi surat berharga di Indonesia. Dalam lelang terakhir pada bulan agustus 2008, terlihat bahwa SPN (Surat Perbendaharaan Negara) 3 bulan masih bisa menarik para investor. Berdasarkan kondisi yang ada, SPN 3 bulan bisa ada di kisaran 5,4-5,7.
  • Indikator ekonomi makro yg menjadi basis perhitungan RAPBN 2019: Growth 5,3%, inflasi 3,5%, nilai tukar Rp14.400, suku bunga SPN 3 bulan 5,3%.
  • Dari sisi APBN 2018 dengan kondisi yang dihadapi (kurs dollar), gross penerimaan negara cukup tinggi dan konsisten sampai Agustus di atas 15%. Ini growth tertinggi sejak 3 tahun terakhir dari pajak bea cukai dan PNBP cukup baik. Tentu pengaruhnya dirasakan BUMN Pertamina.
  • Belanja negara yang sensitif terhadap kurs adalah belanja subsidi namun karena dihitung berdasarkan parameter yang telah ditetapkan, maka belanja tidak dirasakan sampai ke situ. Hal yang mengalami peningkatan belanja adalah bunga utang terutama dari luar.
  • Realisasi penerimaan negara Rp1152,7 Triliun untuk 2018 atau 60,8% dari total penerimaan negara. Penerimaan negara tumbuh 18,4%. PNBP meningkat, sehingga revenue juga meningkat. Belanja negara juga tidak buruk. Belanja total meningkat 8,8%.
  • Primary balance posisinya sekarang sangat rendah yaitu +Rp11 Triliun.
  • Kemenkeu tidak menggunakan untung atau rugi dalam mengelola APBN. Jadi kalau APBN sehat bisa digunakan untuk menjaga ekonomi lebih baik lagi. Berdasarkan postur APBN 2018, 100 Rupiah dari pelemahan kepada dollar mempengaruhi penerimaan Rp4,7 Triliun dan belanja naik Rp3,7 Triliun sehingga balance positif Rp1,7 Triliun per 100. Pertumbuhan yang sangat tinggi bahkan dengan PNBP tahun lalu sudah tumbuh tinggi 20,2%. Saat ini grossnya 24% lebih tinggi dari tahun lalu. APBN cukup baik, akselerasinya lebih tinggi 8,8% dibanding tahun lalu yang 5,6%. Secara keseluruhan, untuk tahun 2018 per 31 Agustus primary balance surplus Rp11,5 Triliun. Tahun lalu, bulan Agustus defisit Rp84 Triliun. Defisit total APBN per Agustus sebesar Rp150 Triliun.

Deputi BI

  • Perkembangan makro ekonomi pada awal September mencapai hasil yang positif dengan stabilitas yang terjaga dan solid. Berbagai catatan positif bukanlah hal yang mudah untuk diraih karena Bank Sentral Amerika terus menaikkan bunga.
  • Pertumbuhan ekonomi global cenderung tidak merata serta melambatnya pertumbuhan ekonomi RRT yang berdampak pada kenaikan harga komoditas yang lambat kecuali minyak yang masih tinggi. Bukan hanya Indonesia yang merespon kenaikan bunga flat, namun negara tetangga juga sudah bereaksi dengan menaikkan bunga. RRT melakukan depresiasi kurs dalam 4 bulan belakangan sebesar 7% sebagai respon terhadap perang dagang dengan AS.
  • Konsumsi rumah tangga bertumbuh kuat yang didukung dengan peningkatan pendapatan. Investasi tetap tumbuh tinggi sejalan dengan pembangunan infrastruktur strategis.
  • Pertumbuhan ekonomi didukung oleh perbaikan pendapatan sejalan dengan stimulus fiskal dan stabilnya inflasi. Sementara investasi tetap tinggi sejalan dengan perkembangan infrastruktur. IHK (Indeks Harga Konsumen) tercatat sebesar 5,15%. Inflasi yang rendah didukung oleh koordinasi yang kuat antara Pemerintah dengan BI.
  • Defisit neraca berjalan sebesar USD8 Miliar atau 3% dari PDB. Transaksi modal dan finansial defisitnya Rp6,5 Miliar. Investasi portofolio yang ada adalah minus. Nett investasi portofolio adalah outflow sekitar USD1,1 Miliar.
  • Catatan BI banyak tergantung dari upaya-upaya defisit neraca berjalan khusus impor pada infrastruktur yang sudah dilakukan penjadwalan. Kedepannya, defisit transaksi berjalan di bawah 3% dan cenderung menurun di 2019 dan semua tergantung dari banyaknya melakukan upaya mengurangi defisit maupun impor terkait infrastruktur yang akan dilakukan dan terkait implementasi B20.
  • Berbagai kebaruan diharapkan dapat memperbaiki transaksi berjalan di tahun 2019. Rupiah mengalami tekanan namun lebih baik dibanding beberapa negara lain. BI secara konsisten akan selalu menentukan kebijakan, pertama respon interest rate menjadi 5,5% agar pasar keuangan tetap menarik bagi investor pasar global. BI melakukan pelonggaran kebijakan terkait sektor perumahan. Pemerintah, BI, dan OJK selalu berkoordinasi untuk menghadapi kondisi ketidakpastian perekonomian global.
  • Diperkirakan tahun 2019 pertumbuhan ekonomi di 5,1-5,5%. Diperkirakan pula bahwa volatilitas kurs di 2019 harusnya lebih rendah dibandingkan tahun 2018. Inflasi pada 2019 dapat dijaga di kisaran 3,5 kurang lebih 1%. Proyeksi rata-rata nilai tukar 2019 akan berkisar Rp14.300-14.700,-.
  • Terjadi investasi portofolio juga di negara emerging market. Di satu sisi, diperlukan usaha menjaga image market agar tetap terlihat sehat.
  • Investasi langsung terkait PMA (Penanaman Modal Asing) dan kemungkinan karena situasi global membuat semester pertama masuknya sedikit merambat. BI melihat dari sisi positif Pemerintah yang terus mengundang PMA masuk ke Indonesia termasuk dengan adanya OSS. tentu di satu sisi, BI menjaga rasio makro yang sehat agar investor bisa melihat positif.
  • Upaya Pemerintah dan BI adalah menjadwalkan proyek yang belum dimulai dan terkait B20 dan tentu investor akan melihat implementasi dari hal tersebut.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas

  • Tingkat kemiskinan berhasil ditekan namun masih ada 26 juta jiwa masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Negara juga harus fokus agar rentang masyarakat miskin jatuh ke dalam di bawah garis kemiskinan.
  • Mengenai target untuk tingkat pengangguran terbuka ada di range 4,8-5,2%. Tingkat kemiskinan bisa ditekan 9,25%.
  • Negara harus punya bantuan sosial yang tepat sasaran dan penyalurannya harus terus diperbaiki sehingga kemiskinan di masing-masing daerah akan cepat turun. Bantuan sosial harus tepat sasaran, terintegrasi dan distribusinya merata. Masalah inflasi yang stabil menyebabkan nilai tukar petani meningkat di atas 100.
  • Ada peningkatan bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) 2 kali lipat di 2018 dan bukan hanya meningkatkan dari sisi nominal namun mengembalikan daya beli bagi keluarga penerima manfaat.
  • KIP (Kartu Indonesia Pintar) ditargetkan pada 20 juta anak sekolah walaupun di Nota Keuangan masih 90 juta siswa dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) ditargetkan untuk 107,2 juta jiwa.
  • Pada 2019, peningkatan bantuan pangan non tunai yang nantinya diarahkan agar masyarakat bisa mengkonsumsi beras maupun telur.
  • Permodalan nasional madani adalah permodalan dimana mikro diberikan kepada kelompok perempuan/ibu-ibu yang memiliki pendampingan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik.
  • Kemiskinan di desa lebih besar daripada di kota sehingga penggunaan dana desa di wilayah Timur diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di daerah Indonesia Timur.
  • Negara harus mempunyai strategi untuk pemerataan yaitu kebijakan terkait pertanian (reforma agraria) dan juga mendorong konsolidasi lahan terutama untuk petani kecil. Selain itu, investasi harus ditingkatkan untuk pekerja.
  • Pengangguran di RKP 2018 5,53% dan di 2019 menjadi 4,8%. Di Februari lapangan kerja meningkat sehingga angka pengangguran terbuka 15,3%. Ada dampak dari penurunan nilai tukar Rupiah. Rata-rata elastisitas sejak tahun 2007 sebesar Rp450.000, maka tingkat pengangguran terbuka bisa turun ke 5%.
  • Padat karya tunai bisa menjadi lapangan kerja baru. Ini merupakan tugas Pemerintah. Siapapun yang sudah melakukan pelatihan, bisa langsung kerja. Harus dipikirkan mengenai hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pemberi kerja serta akan didorong pendidikan diklat berbasis kompetensi.
  • Di dalam APBN 2019, pelatihan vokasi menjadi salah satu prioritas dan harapannya akan muncul sertifikasi 1 juta orang dan akan mempermudah saat mencari pekerjaan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)

  • Dari struktur lapangan usaha, pertumbuhan tidak banyak yang berubah dimana sektor ini menyerap 75% tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia bagian timur lebih tinggi daripada Indonesia bagian barat.
  • Dari sisi produksi non migas, pertumbuhan ekonomi tumbuh 4,41% dan perlu highlight industri yang bagus pertumbuhannya dan industri yang perlu dipacu.
  • Untuk industri kimia, farmasi, kertas, dll diharapkan dapat membuat kebijakan yang lebih fokus nantinya. Upah riil perhutani masih di atas rata-rata, serta beberapa indikator lain menunjukkan menguatnya konsumsi rumah tangga.
  • BPS masih menunggu angka untuk triwulan ketiga. Berdasarkan tingginya impor, situasi neraca perdagangan tahun ini mirip dengan situasi tahun 2013. Pada bulan Juli, defisitnya mencapai Rp3,09 Miliar. Hal ini bisa diatasi dengan menekan impor.
  • Dari Januari-Juli 2018, ekspor Indonesia tumbuh bagus 11,35% namun impor 24,48% sehingga menjadi kendala di triwulan II untuk pertumbuhan ekonomi.
  • Angka kemiskinan yang disampaikan adalah angka kemiskinan makro. Untuk kemiskinan mikro by name by address bukan tanggung jawab BPS lagi, namun menjadi tanggung jawab Kemensos dan BPS hanya mendampingi dari sisi metodologi.
  • Sejak 2011, BPS secara rutin melakukan pendataan kemiskinan dari bulan Maret-September.
  • Persentase kemiskinan 9,82% dan kemungkinan bisa mengundang polemik karena pertama tahun politik dan kedua mungkin ini pertama kalinya di bawah dua digit. Selanjutnya, yang membuat polemik adalah garis kemiskinan BPS yang 401.220 per kapita/bulan. Garis kemiskinan ini dibuat per Provinsi. Bila diintervensikan, bukan dengan menghitung kemiskinannya namun dengan mengalihkan anggota rumah tangganya.
  • Untuk ITM, perkembangannya sangat menggembirakan dan pertumbuhan sangat bagus, baik dari level kesehatan (angka harapan hidup), pendidikan (lama sekolah) maupun pengeluaran. Namun di Papua, angka ITM masih sangat rendah dan oleh karena itu harus memberikan perhatian lebih kepada Papua.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan