Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan tentang RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah, Pandangan Pemerintah terhadap RUU tentang 3 RUU Pembentukan Provinsi, dan Penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) - Raker Komisi 2 dengan DPD-RI dan Pemerintah

Tanggal Rapat: 21 Jun 2022, Ditulis Tanggal: 24 Jun 2022,
Komisi/AKD: Komisi 2 , Mitra Kerja: Menteri Dalam Negeri

Pada 21 Juni 2022, Komisi 2 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan DPD-RI dan Pemerintah tentang Penjelasan tentang RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah, Pandangan Pemerintah terhadap RUU tentang 3 RUU Pembentukan Provinsi, dan Penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Rapat dipimpin dan dibuka oleh Ahmad Doli dari Fraksi Golkar dapil Sumatera Utara 3 pada pukul 12.00 WIB. (Ilustrasi: Portal Nawacita)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

DPD-RI
  • Lahirnya UU 2/2021 terutama keberadaan pasal 76 menciptakan era baru bagi masa depan Papua, pasal ini mengafirmasi kembali tujuan Otsus yaitu diarahkan untuk melindungi, menjunjung harkat dan martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak-hak dasar orang asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik maupun sosial budaya, juga dalam rangka percepatan pembangunan, kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua, termasuk untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan pemilik penerimaan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus sebagai Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi masyarakat Papua.
  • Kehadiran pasal 76 UU Otsus menjadi Lex Specialis bagi pemekaran Papua. Sebagai Lex spesialis tentunya perlu dilakukan pendekatan sosial politik terhadap pihak-pihak di tanah Papua karena pemekaran harus menjamin dan memberikan ruang bagi orang asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial budaya.
  • Disinilah ruang afirmasi itu diperjuangkan karena salah satu kegagalan Otsus jilid 1 adalah lemah ataupun kurangnya implementasi aspek afirmasi terhadap orang asli Papua.
  • Pendekatan sosial politik terutama dilakukan terhadap masyarakat adat, agama dan puan, harus dipahami bersama bahwa pembangunan di tanah Papua sesungguhnya didasarkan pada tiga aspirasi tubuh atau pilar utama, yaitu adat, agama, dan pemerintah.
  • Eksistensi Pemerintah harus menampilkan juga eksistensi adat dan agama. Agama dan adat merupakan mitra strategis pemerintah. Pendekatan sosial politik terhadap agama ialah dengan mendengarkan suara tokoh-tokoh agama dan organisasi keagamaan yang memang menjadi ruang kepercayaan masyarakat sejak sanding misionaris pada 5 Februari 1855.
  • Dewan gereja, tokoh-tokoh agama dan tokoh organisasi keagamaan lainnya perlu dilibatkan secara terintegrasi dalam proses pemekaran karena orang Papua memiliki dimensi religiusitas, dimana ketaatan dan takut akan Tuhan menjadi bagian dari kehidupan.
  • Disinilah peran agama untuk membantu mensukseskan pembangunan di Papua. Pendekatan sosial politik melalui agama akan memberikan kontribusi besar dan terarah dan tercapainya tujuan Otsus.
  • Selain toko-tokoh agama dan organisasi keagamaan, suara masyarakat juga mutlak diperlukan. Tungku penyangga kehidupan orang asli Papua berupa masyarakat adat, telah lahir jauh sebelum ada negara ataupun pemerintah formal republik.
  • 7 wilayah adat berdasarkan kesatuan sosial budaya dan letak geografis yaitu Manta, Saereri, Domberai, Bomberai, Anim Ha, La Pago, dan Meepago, memiliki karakteristik pembangunan tersendiri yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan.
  • Suara masyarakat adat akan sangat diperhatikan oleh orang Papua karena rahim orang Papua adalah keterikatan pada adat.
  • Pertimbangan2 di atas selaras dan ketentuan pasal 76 ayat 1 UU Otsus Papua, yang menyebutkan bahwa pemekaran daerah provinsi dan kabupaten kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang.
  • Meskipun tidak ada keharusan berdasarkan dari persetujuan MRP dan DPRP, namun UU tersebut memberi ruang istimewa pada MRP dan DPRP untuk dipertimbangkan perannya dalam pemekaran.
  • Terkait dengan usulan pemekaran Provinsi Papua melalui pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah yang berlandaskan pada ketentuan Pasal 76 ayat 2 UU Otsus Papua, dimana pemekaran daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah dan DPR-RI, namun catatan ialah tetap memperhatikan aspek politik, administratif hukum dan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan atau aspirasi masyarakat Papua.
  • Berkenaan dengan rencana penyelenggara provinsi tersebut masih terdapat pernyataan mendasar di luar dari apa yang diungkapkan peraturan perundang-undangan.
  • Sebenarnya tujuan dan pemekaran di tanah Papua, apakah murni demi meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua dan pengangkatan harkat martabat orang Papua ataukah ini perluasan investasi, perluasan imigrasi, dan perluasan kepentingan oligarki tertentu.
  • Diperlukan suatu penjelasan secara terbuka oleh Pemerintah dan DPR-RI, tujuan dari pemekaran di tanah Papua. Pemetaan grand desainnya harus dipaparkan secara spesifik, yang bisa dipahami secara utuh oleh orang Papua, bisa diterima dengan pikiran positif, karena bagaimanapun juga ada kekhawatiran dalam tatanan akar rumput, jangan sampai pemekaran hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan dan sebagai modalitas yang mengikutinya dan justru menempatkan orang asli Papua sebagai penonton asing di negerinya sendiri, seperti pepatah "Gajah bertarung melawan gajah, peladuk mati di tengah-tengah".
  • Masih dalam rangka pemekaran, DPD-RI meminta pemerintah dapat menjelaskan ukuran kuantitatif dan kualitatif dari kriteria-kriteria yang ditegaskan dalam pasal 76 UU 2/2001 berupa kestabilan politik, administrasi hukum dan kesatuan sosial budaya, persiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi perkembangan pada masa yang akan datang, dan atau aspirasi masyarakat Papua.
  • Pada prinsipnya, DPD-RI dapat memahami usulan pemekaran di Provinsi Papua sepanjang sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua dan selaras dengan semangat otonomi khusus Papua untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan publik dan kesetaraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabatnya orang asli Papua.
  • DPD-RI juga meminta DPR-RI dan Pemerintah agar dalam hal pemekaran, hendaknya menghormati kewenangan pemerintah Papua, MPR dan DPRP sesuai amanat UU Otsus Papua.
  • DPD juga meminta Pemerintah dapat menjelaskan urgensi pembentukan daerah otonomi baru di tanah Papua dan melakukan kajian yang lebih komprehensif terhadap usulan pemekaran di tanah Papua.
  • DPD berharap dan kembali mengenal pemerintah dan DPR-RI agar upaya-upaya yang kita lakukan dalam membuat kebijakan di tanah Papua harus benar-benar memperhatikan dan menjamin ruang afirmasi terhadap nilai-nilai kearifan yang ada di tanah Papua.
  • Nilai-nilai kearifan inilah yang kami yakin dapat menjadi lokomotif mendorong pembangunan untuk mewujudkan Papua yang maju, mandiri, setara dan sejahterah dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia.

Menteri Dalam Negeri
  • Pemerintah mengapresiasi setinggi-tingginya dan menyambut baik penyampaian hak inisiatif DPR-RI yang mengusulkan 3 RUU tentang pembentukan provinsi baru di Papua.
  • Sebagai informasi bahwa inisiatif tentang pemekaran dari provinsi di Papua tidak hanya dari Pemerintah, tetapi lebih utama adalah aspirasi dari masyarakat dalam berbagai kunjungan Presiden dan juga kami sendiri menerima banyak delegasi yang menginginkan adanya pemekaran di Papua. Bahkan, yang terakhir Gubernur Papua datang menemui kami pada Jumat minggu lalu sekaligus menyampaikan surat secara resmi bahwa ide pemekaran Provinsi Papua atau di Bumi Cendrawasih sudah ada di tahun 2014. Di Merauke bahkan menyampaikan sudah 20 tahun yang lalu untuk Papua Selatan. Diharapkan ada 7 provinsi, namun dalam surat tersebut sampaikan semua sangat tergantung dari kesiapan anggaran dan lain-lain. Untuk itu atas nama Pemerintah, kami menyetujui untuk melakukan pembahasan lebih lanjut secara bersama-sama dengan tetap memperhatikan keselarasan dengan ketentuan dalam peraturan perundangan terkait baik dalam aspek formil, teknis, maupun aspek materi dan substansi. Terutama terhadap hal-hal krusial yang perlu kita cermati bersama dan diantisipasi secara bijaksana.
  • Catatan lain adalah bahwa inisiatif atau ide pemekaran ini tidak lain adalah untuk melakukan percepatan pembangunan di Papua. Papua memiliki geografi yang luas, 3 kali setengah Pulau Jawa dan juga medan yang sulit menjadi tantangan untuk pembangunan ditambah lagi dengan penyebaran masyarakat. Ada hambatan-hambatan pembangunan di antaranya hambatan di masalah birokrasi yang panjang, sehingga dengan adanya pemekaran ini menjadi 3 provinsi akan memperpendek birokrasi dan akan mempermudah berbagai urusan. Di samping itu, pemekaran bukanlah suatu hal yang baru dan banyak dampak-dampak positif dari pemekaran tanpa menafikan ada beberapa daerah juga yang menghadapi problema pemekaran dan ketergantungan kepada Pemerintah Pusat terutama dalam Transfer Keuangan Daerah dan Desa. Sebagai contoh misalnya, Sumatera bagian Selatan yang dulunya hanya 1 provinsi dimekarkan menjadi 5 provinsi, yaitu Sumsel, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung. Kita melihat kemajuan yang pesat di daerah pemekaran. Kemudian, kita juga melihat Sulawesi Selatan dan Tenggara, dengan adanya pemekaran di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat kita melihat kemajuan yang cepat terjadi di Sulawesi Tenggara dan juga Sulawesi Barat. Sulawesi Utara dan Tengah juga menjadi model bagaimana percepatan membangun terjadi ketika dimekarkan menjadi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Bahkan, pada saat terjadi pandemi, Sulawesi Tengah merupakan salah satu dari 4 daerah yang mampu survive pertumbuhan ekonominya positif.
  • Model ini juga bukan sesuatu yang baru di Papua atau semenjak tahun 2008, Papua juga dimekarkan dengan adanya provinsi baru yaitu Papua Barat dan kita melihat hasil yang positif. Kita melihat pembangunan yang ditandai dengan IPM yang naik, daerah-daerah yang tadinya terisolasi semua menjadi terbuka dan terjadi percepatan dibandingkan dulu yang hanya satu kecamatan-kecamatan saja. Oleh karena itu, pemekaran ini adalah bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan kita semua ingin agar kesejahteraan rakyat Papua terutama orang asli Papua akan meningkat dengan cepat juga dengan adanya pemekaran ini.
  • Komitmen dan ikhtiar bersama antara DPR-RI, DPD-RI, dan Pemerintah dalam akselerasi pembangunan kesejahteraan Papua juga merupakan perwujudan dari tujuan bernegara sebagaimana tadi sudah sampaikan oleh Wakil Ketua Komisi 2 DPR-RI yang menjelaskan bagaimana dasar-dasar keinginan adanya tanggung jawab negara kepada rakyat. Termasuk prinsip otonomi daerah yang berjalan setelah adanya reformasi juga bertujuan utk mempercepat pembangunan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas dalam urusan pemerintahan kepada daerah-daerah. Oleh karena itu, atas nama Pemerintah kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pimpinan dan Anggota DPR-RI dan DPD-RI atas inisiatif masukkan saran dan pandangan yang konstruktif dalam pembahasan UU Otonomi Khusus Papua yang telah disahkan dan menjadi landasan kita untuk melakukan langkah lanjut yaitu pemekaran.
  • Perubahan Kedua atas UU Otsus Papua menjadi pilar penting kebijakan-kebijakan untuk percepatan pembangunan kesejahteraan Papua. Salah satunya melalui pemekaran di Papua. Pemekaran di Papua secara yuridis didasarkan pada ketentuan Pasal 76 UU 2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU 2/2021. Prinsip utama pemekaran di Papua adalah meningkatkan harkat dan martabat orang asli Papua.
  • Perkenankan kami menyampaikan beberapa hal penting yang menurut kami perlu pendalaman lebih lanjut dalam pembahasan di Panitia Kerja. Secara lengkap, Pemerintah akan menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) diantaranya yang pertama penegasan batasan definisi orang asli Papua atau OAB, yang kedua mengenai masalah cakupan wilayah. Untuk Papua Tengah perlu dipertimbangkan mengenai masalah posisi ibukota yaitu adanya 2 aspirasi Nabire dan Timika. Nabire dengan alasan akses dan juga kedekatan dengan beberapa daerah lain, sedangkan Timika dengan alasan kesiapan seperti kesiapan infrastruktur, bandara, pelabuhan, lokasi dan lain-lain. Di Nabire ada potensi bencana, sehingga Pemerintah mengusulkan ibukota Papua Tengah di Timika. Kemudian juga isu lain mengenai masalah provinsi Papua Tengah itu adalah Puncak Jaya dan Puncak yang secara adat sebetulnya lebih tepat di wilayah Papua Tengah. Namun, memiliki sejarah atau historis pecahan daripada Nabire, sehingga jika disepakati Puncak Jaya dan Puncak oleh para tokoh formal maupun informal, kami mendukung kalau seandainya Puncak Jaya dan Puncak masuk ke dalam wilayah provinsi Papua Tengah. Aspirasi lain yang juga perlu dipertimbangkan diantaranya yaitu mengenai aspirasi posisi Pegunungan Bintang secara historis adalah bagian daripada pecahan dari wilayah adat Lapago yaitu pecahan dari Kabupaten Jayawijaya yang beribukota di Wamena sedangkan Pegunungan Bintang di Oksibil. Aspirasi dari DPRP, wilayah Tabi juga menyampaikan bahwa masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang berbeda scr kultur sosial dengan Tabi dan Saereri, sehingga mereka mengusulkan untuk Pegunungan Bintang di La Pago. Namun, kita tidak menafikan aspirasi dari Kabupaten Pegunungan Bintang yang menginginkan sebagian masuk ke dalam wilayah Provinsi Induk dengan pertimbangan akses transportasi. Kabupaten Pegunungan Bintang lebih dekat ke Kota Jayapura dibandingkan ke Wamena, kemudian juga akses pemenuhan pelayanan dasar masyarakat untuk pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat Pegunungan Bintang lebih mudah ke Kota Jayapura dibandingkan ke Wamena. Ada 2 aspirasi seperti ini, namun sekali lagi ini jadi pertimbangan kita khususnya untuk diputuskan pada saat pembahasan nanti.
  • Hal lain mengenai masalah Transfer ke Daerah atau TKD. Memperhatikan ketentuan Pasal 137 UU 1/2022 ttg Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang telah ditetapkan pada 5 Januari 2022. TKD sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 untuk daerah baru dialokasikan secara mandiri pada tahun anggaran berikutnya sejak undang-undang pembentukan daerah tersebut diundangkan. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat satu berlaku untuk daerah baru yang undang-undang pembentukannya diundangkan sebelum atau pada 30 Juni tahun berkenaan. Ini ada ada limit yang eksplisit. Dalam hal UU pembentukan daerah baru diundangkan setelah 30 Juni tahun berkenaan, maka dana TKD untuk daerah baru diperhitungkan secara proporsional dari dana TKD yang dialokasikan utk daerah induk. Dengan memperhatikan ketentuan di atas, maka ada 2 opsi alokasi dana transfer ke daerah pada daerah baru akan dihitung secara mandiri. Artinya, ada APBD masing-masing apabila undang-undang diundangkan sebelum 30 Juni 2022, tetapi apabila jika diundangkan setelah 30 Juni 2022, maka transfer ke daerah untuk daerah baru akan dihitung secara proporsional dari dana transfer ke daerah induk. Dalam hal ini kepada 4 daerah, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
  • Oleh karena itu, Pemerintah mengharapkan kiranya dengan kerja sama yang baik, 3 RUU ini dapat selesai sesuai dengan jadwal. Kemudian, hal lain adalah mengenai masalah pengisian keanggotaan DPR-RI, DPR-RI, dan DPRP.
  • Pemekaran 3 provinsi baru ini akan berdampak pada perubahan jumlah kursi, penetapan daerah pemilihan atau dapil, syarat partai politik peserta pemilu, dan kesiapan penyelenggaraan Pemilu yg otomatis berdampak terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu.
  • Terkait UU 7/2017 berdasarkan keputusan pada 15 Agustus 2017, DPR-RI melalui Baleg dan Pemerintah telah bersepakat menarik revisi UU 7/2017 ttg Pemilu dari Prolegnas Prioritas Tahun 2021, shgg Pemilu tahun 2024 tetap bisa diselenggarakan di 3 prov baru, maka pengaturan terkait Pemilu pertama kali akan diatur lgsg dlm UU pembentukan ini scr khusus terkait jumlah kursi dan dapil DPR-RI, DPD-RI, dan DPRP diberi mandat kpd KPU dgn berkonsultasi bersama DPR RI dan Pemerintah.
  • Pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan