Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap Pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - RDPU Komisi 3 dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI)

Tanggal Rapat: 19 Sep 2022, Ditulis Tanggal: 20 Feb 2024,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI)

Pada 19 September 2022, Komisi 3 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) tentang masukan terhadap pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Pangeran Khairul dari Fraksi PAN dapil Kalimantan Selatan 1 pada pukul 10.02 WIB. (Ilustrasi: Rumah Cemara)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI)
  • Sudah terlalu banyak masukan dari beberapa institusi dan keahlian, coba dengar dari kami yang merasakan dampak hebat, menerima termasuk sanksi sosial yang harus kami jalani. Kami membuka diskusi ini untuk bertanya, dan kami membuka ruang tanya jawab dalam RDPU ini.
  • Pada akhirnya kami memilih korban napza menjadi nama organisasi ini karena kami adalah korban kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah karena dampak implikasi saat ini pada akhirnya banyak keluarnya terdampak.
  • Kami memandang negara ikut menanggung kerugian dari sisi penyebaran penyakit seperti HIV, Hepatitis dan penyakit lainnya. Contohnya ada orang tertangkap hanya selinting atau beberapa gram heroin dan sabu-sabu. Sedangkan dia sebagai penanggung jawab keluarga, secara ekonomi rendah. Lalu yang tertangkap anak sekolah maka hak pendidikannya akan menjadi terganggu dan sulit. Akhirnya status kriminal kemudian menjadi preman.
  • Negara rugi dengan banyaknya pengguna Napza yang ada di dalam Lapas. Data yang berasal dari Kemenkumham hanya untuk memberikan makan saja sejumlah Rp1,79 Triliun.
  • Kami mantan pengguna Napza dengan HIV Aids, itu yang kami rasakan selama ini pada UU Narkotika dari tahun 2009. Harapan besar kami pada UU ini yaitu ada klausul rehabilitasi di sana.
  • Ternyata ketika implementasinya masih jauh dari apa yang kami harapkan, justru kami lihat saudara dan kawan-kawan kami tetap dipenjara dan kesusahan pada akses kesehatan dan sosial.
  • Ada proses yang menjadi diskriminasi negara terhadap kita, ada proses-proses dimana pengguna Napza ini harus melewati tes urin untuk mengakses layanan-layanan tersebut.
  • Masukan untuk UU ini bahwa rehabilitasi bukan hanya rehabilitasi yang tertera di Pasal 54, 55 itu bisa diterapkan dengan baik jadi bukan hanya menjadi celah bagi aparat penegak hukum untuk membuat kami tertangkap.
  • Harapan kami prosesnya di DPR-RI ini bisa dikoordinasikan bagaimana implementasi rehabilitasi di tataran implementasinya jadi tidak berjalan sendiri-sendiri seperti BNN, Kemenkes, dan Kemensos, jadi kami bingung mengaksesnya.
  • KTP dan nama kami sudah ada di mana-mana sebagai penerima wajib lapor, kami harus mengumumkan diri kami di data negara tetapi kami tidak mendapatkan akses, kami harus tau bahwa kami ini pengguna Napza. Ketika terjadi apa-apa dengan diri kami, tidak ada follow up untuk itu. Mohon solusinya untuk permasalahan ini semua.
  • Peran BNN di Republik Indonesia seharusnya mengurusi tentang narkotika dan permasalahan-permasalahannya bukan penindakan, tetapi yang dilakukan BNN adalah upaya-upaya represif yang sampai hari ini tidak membuahkan hasil apa-apa, malah semakin banyak.
  • Kenapa lapas semakin penuh, ini menyangkut juga ke Tim Asesmen Terpadu (TAT) karena yang melakukan proses ini hanya BNN sendiri, kami tidak pernah dengar bahwa Jaksa dan Polisi duduk bareng untuk melakukan TAT, jadi sekarang kalau mau harus berbayar.
  • Peran BNN di UU hanya di penguatan sementara fungsi rehabilitasi ada di bawah Kementerian Sosial.
  • Dalam UU 35, ada disebutkan fungsi BNN, Kemenkes, dan Kemensos yang seharusnya duduk bersama menangani masalah ini, tetapi yang terjadi malah mengedepankan ego sektoralnya masing-masing.
  • BNN dengan penindakannya mungkin sudah mengungkap ratusan kilo tetapi hasilnya sampai hari ini apakah ada perubahan, justru memperburuk keadaan negara ini.
  • Bagi kami, tidak ada peranan BNN sama sekali dalam case narkotika ini karena seharusnya BNN bukan menindak saja tetapi juga meneliti dan melihat kegunaan dari narkotika itu, apakah gramatur yang diatur sudah sesuai atau tidak, bukan menangkap di sana dan di sini yang akhirnya pengguna pun tertangkap dan semakin banyak yang dibentuk di daerah maka semakin banyak pengguna yang tertangkap.
  • Orang-orang di jalan main andil saja, disuruh tes urine paksa. Kita punya 20 kelompok simpul di Indonesia, hampir dari semua kota menyatakan proses represif masih terus berlangsung.
  • Pasal karet yang kami maksud adalah Pasal 111 dan 112, disebutkan bahwa barangsiapa memiliki dan menguasai narkotika Golongan 1 jenis tanaman akan dipidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun.
  • Kalau kita ingin mendapat pasal pemakai yaitu Pasal 127, maka kita harus mengeluarkan sejumlah uang kalau tidak kita akan ditempel di situ. Karena itu kenapa lapas kita penuh karena semuanya diterapkannya Pasal 112 dan 111 bukan Pasal 127 yang seharusnya dia menggunakan.
  • Dari Polri sendiri tidak memberikan kesempatan untuk pengguna mendapatkan haknya yang sudah diatur dalam UU Pasal 127, bahwa penggunaan narkotika diancam maksimal 4 tahun atau minimal rehabilitasi.
  • Terkait orang yang tertangkap dan akan bolak-balik, WHO menyatakan ini adalah relapse atau penyakit yang berulang kambuh, tidak ada rehabilitasi yang bisa menjamin bahwa seseorang akan pulih, kecuali dirinya sendiri ingin pulih.
  • Terus yang lucunya, kalau kita pernah menyaksikan sidang anaknya Sri Bintang dan anaknya Bapak Bakrie, di situ barang buktinya bong yang di dalam UU tidak diatur untuk penerapan hukuman, justru yang kasihan di Pasal Pasal 132, barangsiapa yang mengetahui tapi tidak melaporkan akan terkena pidana juga.





















Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan