Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Perubahan Keempat Undang - Undang Mahkamah Konstitusi - Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 3 DPR-RI dengan Prof. Jimly Asshidiqie, Dr. hamdan Zoelva dan Dr. Maruar Siahaan

Tanggal Rapat: 30 Mar 2023, Ditulis Tanggal: 31 Mar 2023,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H.

Pada 30 Maret 2023, Komisi 3 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Jimly Asshidiqie, Dr. hamdan Zoelva dan Dr. Maruar Siahaan terkait Perubahan Keempat UU Mahkamah Konstitusi, Rapat Dengar Pendapat Umum ini dibuka oleh Adies dari Fraksi Golkar dapil Jawa Timur 1 pada pukul 14.09 WIB

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H.
  • Suatu hari saya diundang oleh Menko Polkam di era SBY, tolong disampaikan ke ibu presiden ini MK berdiri menguntungkan presiden, agar tidak seperti Gus Dur. Ini akan menguntungkan.
  • Jadi kami bekerja 2 bulan saat itu, saya dipilih jadi anggota saat itu. Jadi UU sudah 3 kali berubah dan sekarang keempat kalinya. Ini penting karena ada pasal evaluasi dan recalling.
  • Ini tidak ada diseluruh dunia terkait recalling hakim konstitusi, ini ada kaitan dengan respon politik pada putusan MK yang mengecewakan para politikus, kami mengalami putusan anggaran 20 persen terkait pendidikan.
  • Ini mempengaruhi pemecatan hakim Aswanto dan terpengaruh pada RUU ini, mengenai lembaga strategis yaitu MK jadi judicial riview pertama yang dibatalkan dipengadilan di Amerika kalau kita bicara tentang sejarah.
  • UU Hakim ini menerapkan UU, bukan menilai UU. Ini terjadi di banyak negara yang baru mendirikan MK, kami dipilih oleh rakyat meskipun ditunjuk presiden. Lahirnya konstitusi ini penting untuk sejarah Indonesia tentang majority rules.
  • Jadi dibentuknya peradilan konstitusi untuk menilai majority rules dengan menilai kesempatan tertinggi, UU itu kontrak politik karena di DPR ini mayoritas rakyat. Karena ada partai yang tidak lulus presidential threeshold.
  • Eksekutif dipimpin presiden ini bentuk mayoritas rakyat, maka dibuatnya MK dan peradilan konstitusi itu fungsi MK terintegrasi di MA. Prancis namanya Judicial preview, kalau kita namanya judicial review.
  • Jadi sesudah disahkan di DPR-RI maka ada 30 hari untuk melakukan preview, kalau melawan konstitusi maka akan diseret ke dewan konstitusi itu terjadi di negara Perancis.
  • Ini pengantar umum, jadi semua negara komunis berubah menjadi demokrasi semua dibuat MK, itu adalah lembaga tertinggi negara. Dan kita ada MPR untuk kembaga tertinggi negara. Kita ini negara ke 79 untuk mendirikan MK.
  • Saya harap ini kawal UU MK menjadi lebih baik, siapa tau kita semua menjadi hakim konstitusi, kita mengawal demokrasi. Majority rules tidak bettentangan dengan konstitusi maka kita harus perkuat MK. Kita jangan ambil kemarahan pribadi.
  • Ini saya lihat saling mengancam di media sosial, kekerasan verbal ini ciri peradaban demokrasi yg belum matang. Kita harus menjalankan fungsi jangka panjang masa depan demokrasi yang dikawal. Nanti kita terjebak politik pasar bebas.
  • Soal negara hukum, semua sistem politik yang beda itu pola hukum eksekutif dan legislatif. Demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Ini tanggung jawabnya kepada Allah tidak kepada sesama manusia demi keadilan ini prinsip independen.
  • Ini guna untuk mengawal prinsip demokrasi dan politik. Negara Indonesia adalah negara hukum jadi devinisi, persoalan negara hukum ini serius sejak zaman BPUPKI. The rule of law. Kita mewarisi negara feodal jadi the rule of men.
  • Hakim memerintahkan melanggar UU maka jangan diikuti, jadi prinsip the rule of law not men ini namun sayangnya kita mewarisi negara feodal dan jadi dinasti semua. Jadi ada persepsi yang sama bahwa prinsip negara hukum harus dibangun.
  • Indeks rule of law kita urutan ke 64, jauh sekali. Jadi tanggung jawab kita bagaimana kualitas negara hukum harus kita perbaiki, jangan diperlemah, mengenai evaluasi dan recalling ini tidak benar. Ini draftnya di baleg terkait RUUini.
  • Ada salah paham mengenai 333 di berbagai negara 3 dipilih presiden, 3 dipilih oleh MA, & 3 dipilih DPR. Jadi MK mempunyai 9 orang hakim konstitusi yang ditetapkan presiden, maka 333 ini 3 oleh presiden, 3 oleh MA dan 3 orang oleh DPR.
  • MA menjawab surat dari MK, kami tidak melakukan prubahan namun dia berhak mengevaluasi, ini tidak benar. Maka para hakim konstitusi dari MA ini dipilih di lingkungan pengadilan tinggi. MA membentuk pansel dan menerima calon akademisi.
  • Hal-hal tentang prosedur seleksi pencalonan harus diawasi, tata cara seleksi dan pilihan untuk pencalonan untuk pronsip objektif, transparan, partisipatif, akuntabel serta terbuka. Jadi hal-hal ini diperintahkan UU untuk diatur oleh lembaga.
  • Ini belum ada perpres padahal diperintahkan UU namun ini belum rinci, sistem rekrutmen ini diperbaiki dengan mengatur ulang di tatib DPR. Kalau bisa ini mengingatkan ke pemerintah supaya diterbitkan perpres.
  • Soal ribut hakim konstitusi maka dibentuk pansel namun sekarang jadi tidak ada karena alasannya tidak ada partisipasi masyarakat. Jadi saya kembali ke evaluasi karena salah paham kita mengenai “dari” dan “oleh” itu menjadi masalah.
  • Soal 333 ini MK menjadi independen soal dipilih presiden, MA dan DPR ini. 3 cabang masing2 punya 3 untuk menjaga imparsialitas dan independensi untuk memastikan lembaga ini netral atas segala konflik yang ada. Karena banyak persoalan.
  • MK ini harus netral dan original maka jangan dikaitkan dengan evaluasi apalagi dengan kewenangan recalling, jadi saran saya kepada komisi 3 ini ada kaitan tentang perubahan periodisasi dan usia, periodisasi 5 tahun ini tidak cocok untuk MK.
  • MK kalau ikut politik 5 tahunan maka tidak sehat, maka harusnya usia saja menjadi 70 tahun, maka harus dimulai dari 60-70 tahun jadi 10 tahun. Jadi umur 60 itu makin tua makin baik jadi ada istilah negarawan. Presiden tidak negarawan.
  • Hakim MK ini makin tua makin jadi yang penting jangan sakit, kalau dia terlalu muda maka jangan jadi negarawan karena cita2 terlalu banyak, soal kekayaan, dan kepentingan komersil. Ini harusnya dibikin tua yaitu mantan menteri, dan lain-lain
  • Ini urusan bernegara mengenai usia, makin tua makin selesai urusan MK. MK kalau isinya anak muda semua akan repot. Terkait kode etik harus dipisah antara pegawai dan hakim. kalau lebih tegas di UU bahwa MK itu bisa memecat pegawai.
  • Jadi saran saya Majelis kehormatan MK itu majelis kehormatan institusi termasuk regulasi pegawai, dengan harapan Majelis kehormatan MK ini bisa mengawal dari dalam. MK ini menjadi pelopor peradilan etik pertama KPU dan DKPP.
  • Etika itu private tapi jabatan publik harus terbuka kecuali ada kebutuhan tertutup. Jadi untuk diketahui satu-satunya lembaga resmi UU MD3 mengubah badan kehormatan menjadi Mahkamah yaitu MPR. Kita belajar menbangun sistem peradilan etik.
  • Di amerika sidang etik ini tertutup. Kita yang mempelopori sistem peradilan etik pertama maka UUD dan pancasila jangan dipahami hukum tertinggi tapi norma tertinggi. Etika norma berbangsa ini yaitu UUD dan pancasila.
  • MPR mendukung ide pembentukan mahkamah etik nasional. Kita harus pelan-pelan kembangkan termasuk MK yaitu sidang terbuka. Kalau UU bicara itu maka para hakim tidak berkutik, masalah private ini tidak berlaku karena ada kode etik.
  • Ini tambahan dari saya intinya sorotan saya soal evaluasi dan lain-lain bisa kita diskusikan bersama.
  • Sepanjang menyangkut pengaturan mengenai periodisasi, memang maksudnya Hakim boleh 10 tahun tapi setiap 5 tahun dia dievaluasi jadi harus proper test ulang, jikalau dia tidak memenuhi syarat yang diberi lagi sejak awal.
  • Tapi sekarang kita ubah dari periodisasi menjadi usia. Kalau mau balik lagi ke evaluasi 5 tahun sama saja bohong
  • KY tidak ada hubungan dengan MK. Ini adalah instrumen pengawasan internal yang dibikin eksternal keluar. Dia menjalankan fungsi dari dalam keluar sehingga dia sepenuhnya kaitannya itu dengan MA bukan dengan MK.
  • Sebagai alternatif saya usulkan MKMK diperkuat, bila perlu anggotanya jangan cuma tiga tapi lima dan independensi dari MKMK itu diperkuat. MKMK itu maksudnya Untuk mengevaluasi kinerja dan etika para hakim.

Dr. Maruar Siahaan :

  • Usul perubahan ini, saya di dalam poin penting yaitu evaluasi itu di dalam suatu model kekuasaan yg diseimbangkan dan konsep independensi. Di MA ini ada aneh seolah-olah independensi ini tidak bertanggung jawab atas kerjaannya.
  • Evaluasi itu kalau kita melihat praktik secara nasional, evaluasi ini bukan periodik tapi sering dilakukan mulai dari etik, ada evaluasi yaitu merekrut relawan-relawan memakai penghubung-penghubung padahal seluruh mahasiswa fakultas hukum bisa terpakai.
  • Bagaimana putusan dulu soal komisi putusan judisial KY itu, bahwa komisi judisional dalam bentuk pengawasan mwnjadi hakim keempat, ini keliru. Ini menjadi persoalan besar maka yang dilakukan evaluasi di komisi-komisi judisial di amerika.
  • Penghargaan pda stakeholders ini keberatan orang menajdi saksi dianggap sebagai tertuduh. Treatment pada stakeholders pasti akan jelek di negara bagian amerika. Yang terpenting yaitu independensi.
  • Hakim kalau menghadapi lawyer yang hebat maka Hakim ini ciut. Indikasi independen dan imparsialitas bisa dilihat di sana. Itu sering kalinterjadi inidikasinya ada intervensi di berbagai bentuk.
  • Dari sudut putusan, di MA menjadi persoalan terkait audit persoalan hakim, boleh asal tidak menyentuh independen & imparsialitas hakim harus patuh pada hukum acara. Pertimbangan hakim disini diuraikan panjang lebar tapi tidak ada alat bukti.
  • Muncul ketika misalnya dalam putusan ditemukan memang ada suatu faktor yang menyebabkan pertimbangan ini tidak cukup. Itu alasannya kebatalan semua skala ini dari angka 1-5 ini dihimpun dan monitoring evaluasi disampaikan komisi judisial.
  • Hakim ini tidak layak dan komisi judisial memberi rekomendasi untuk tidak dipilih lagi pada periode selanjutnya. RUU ini saya tidak keberatan dan DPR menjadi alamat pada evaluasi tersebut. Antara layak dan tidak layak.
  • Dalam Mahkamah kehormatan itu ada komisi judisial, waktu reformasi bahwa pengawasan eksternal itu berbeda dengan apa yang dilakukan sekarang selama tidak menyentuh audit putusan hakim ini sering dilakukan komisi perempuan. Ini harus ada evaluasi.
  • Due Process of Law itu juga bukan hanya kepada pemeriksa tetapi pada Hakim itu perlu juga. Jadi perlakukan dengan hak-haknya.
  • Karena kita melihat juga bahwa misalnya perlakuan seperti kepada saksi yang diperlakukan seperti terdakwa itu juga menjadi sesuatu yang menyakitkan tapi Hakim itu tidak menuntut apa-apa. Mohon diberikan kesempatan dia.
  • Uraian yang paling detail tentang Hakim bagaimana dia menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam proses hukum acara sampai kepada kesimpulan untuk menyatakan terdakwa bersalah atau gugatan dikabulkan.
  • Ada keluhan keluhan Hakim yang seharusnya dalam perkara pidana memberikan kesempatan kepada jaksa untuk membuktikan dakwaannya tetapi Hakim sejak pagi dia sudah yang bertanya terus-menerus seolah-olah dia membuktikan dakwaan.
  • Ini barangkali termasuk juga bagian daripada evaluasi dalam konteks Komisi Yudisial di negara-negara bagian yang saya temukan. Bolehkah itu menjadi bagian dari evaluasi tanpa menyentuh hakim konstitusi juga kita bisa monitor dan evaluasi.
  • Sepanjang Due Process terjadi apakah itu melalui impeachment/rekomendasi dari Komisi Yudisial yang memberikan kepada lembaga pengusul DPR bahwa ini tidak layak sesudah 5 tahun tetap dihimpun, saya sependapat bisa menerima ini

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan