Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) — Wakil Komisi 3 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM

Tanggal Rapat: 24 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 23 Dec 2022,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Wakil Menteri Hukum dan HAM→Edward Omar Sharif Hiariej

Pada 24 November 2022, Komisi 3 DPR-RI menyelenggarakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Hukum dan HAM mengenai Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Adies Kadir dari Fraksi Partai Golongan Karya (FP-Golkar) dapil Jawa Timur 1 pada pukul 10:22 WIB. (Ilustrasi: sinpo.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Wakil Menteri Hukum dan HAM → Edward Omar Sharif Hiariej
  • Dialog publik telah dilakukan di 11 kota. Masih tetap sama 627 Pasal.
  • Kita melakukan penghapusan terhadap penggelandangan unggas yang melewati kebun ternak yang melewati kebun dan dua pasal tindak pidana lingkungan hidup, kita melakukan beberapa reformasi dan penambahan termasuk reposisi tindak pidana pencucian uang.
  • Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 9 November 2022, setelah mempertimbangkan masukan yang dipaparkan oleh Pemerintah mengusulkan untuk mengubah beberapa substansi antara lain adalah formulasi penjelasan hukum yang hidup dalam masyarakat, penyesuaian definisi makar menjadi niat untuk melakukan serangan, mengadopsi ketentuan mengenai rekayasa kasus kita masukkan dalam Bab Tindak Pidana terhadap Proses Peradilan bagian Penyesatan Proses Peradilan, perubahan jangka waktu berlaku RUU KUHP dari 2 tahun menjadi 3 tahun sebagaimana usul Pak Wayan, reformulasi pasal mengenai penghinaan. Jadi, kekuasaan umum diganti dengan lembaga negara dan lembaga negara hanya dibatasi pada MPR, DPR, DPRD, MK, dan MA, pengecualian penganiayaan hewan dalam hal dilakukan untuk kegiatan budaya atau ada istiadat, harmonisasi sekaligus reformulasi mengenai pertanggungjawaban korporasi dengan PerMA Nomor 13 Tahun 2016.
  • Pemerintah selama 2 hari, Selasa sampai dengan Rabu kemarin melakukan Rapat Internal terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan oleh DPR, meskipun antara satu DIM dengan DIM yang lain dari masing-masing fraksi itu kebanyakan sama.
  • Namun, kalau dibagi dari Fraksi PDI-P itu ada 64 DIM, yang kami sepakati ada 60 DIM dan 4 DIM akan dibahas. Dari Fraksi Golkar ada 72 DIM, yang disepakati 49 DIM dan yang akan dibahas 23 DIM. Dari Fraksi Partai Gerindra akan dibahas 3 DIM. Fraksi Nasdem sudah telat mengirimkan DIM, tapi sudah mengirimkannya. Dari Fraksi PKB ada 63 DIM yang disepakati 55 DIM dan 8 DIM yang akan dibahas. Dari Fraksi Partai Demokrat ada 63 DIM, yang disepakati 54 dan yang akan dibahas 9 DIM. Dari Fraksi PKS tidak mengirimkan DIM. Fraksi PAN dari 64 DIM semuanya disepakati. Jadi, tidak ada pembahasan. Terakhir, dari Fraksi PPP dari 76 DIM, yang disepakati 52 DIM dan 24 DIM yang dibahas.
  • Ini antara satu dengan yang lain saling beririsan, sehingga yang ada di DPR itu ada 19 halaman yang terdiri dari 23 item yang bisa kita bahas atau kita lihat satu persatu.
  • Pasal 2 ini hanya ada hanya ada perubahan kalimat di ayat 2 pada draft 9 November kata diakui masyarakat beradab draft terakhir diakui masyarakat bangsa-bangsa.
  • Jadi, frasa masyarakat beradab diubah menjadi masyarakat bangsa-bangsa berdasarkan masukan Kementerian Luar Negeri dan ini disesuaikan dengan paragraf satu Pasal 381.
  • Terkait hukum yang hidup di masyarakat kita melakukan penjelasan, kemudian mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat kita melakukan perubahan terhadap penjelasan. Yang dimaksudkan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana. Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, Peraturan Daerah mengatur mengenai tindak pidana adat tersebut.
  • Paragraf 5 juga ada kata-kata yang kita ubah di Pasal 9. Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan menurut perjanjian internasional yang berlaku.
  • Jadi, kata hukum internasional yang telah disahkan diganti dengan perjanjian internasional yang berlaku. Hal ini berdasarkan masukan dari Kementerian Luar Negeri istilah hukum internasional dinilai terlalu luas, karena mencakup pula kebiasaan internasional tidak tertulis.
  • Pasal 48 kita melakukan penambahan ayat harmonisasi dengan Peraturan Mahkamah Agung. Tindak pidana oleh korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dapat dipertanggungjawabkan jika: a) termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi; b) menguntungkan korporasi secara melawan hukum; c) diterima sebagai kebijakan korporasi; d) korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/atau e) korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
  • Pasal 96 kami menambahkan satu ayat menjadi Ayat 4. Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 tidak terpenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.
  • Pasal 100 kami memberikan argumentasi bahwa kata dapat dipertahankan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi menimbang pula bahwa dengan memperhatikan sifat pidana mati terlepas dari pendapat MK perihal tidak bertentangan pidana hati dengan UUD 1945 bagi kejahatan-kejahatan tertentu dalam UU Narkotika yang dimohonkan pengujian dalam permohonan a quo, Mahkamah berpendapat bahwa ke depan dalam rangka pembaharuan hukum pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan pidana mati, maka perumusan penerapan maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal sebagai berikut: a) pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif; b) pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun yang apabila terpidana berkelakuan baik dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.
  • Pasal 132 tentang kewenangan penuntutan dinyatakan gugur, kami tambahkan poin h yaitu diberikannya amnesti atau abolisi.
  • Pasal 160 kita mengubah istilah makar. Makar adalah niat untuk melakukan serangan yang telah diwujudkan dengan persiapan perbuatan tersebut. Ini ada penjelasan di sampingnya, sehingga lebih ketat tidak menimbulkan penafsiran ganda.
  • Pasal 240 terkait penghinaan terhadap Pemerintah, kami menambahkan beberapa ayat: (1) setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori kedua; (2) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun; (3) tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina; (4) aduan sebagaimana dimaksud pada Ayat 3 dapat dilakukan secara tertulis oleh Pimpinan Lembaga Negara.
  • Kami tambahkan penjelasan Pasal 240, yang dimaksud Pemerintah adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD 1946. Yang dimaksudkan dengan kerusuhan adalah suatu kondisi dimana timbul kekerasan terhadap orang/barang yang dilakukan oleh sekelompok paling sedikit 3 orang.
  • Pasal 278 Ayat 1 terkait tindak pidana terhadap proses peradilan dipidana karena penyesatan proses peradilan dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori 5. Setiap orang yang: a) memalsukan, membuat, atau mengajukan bukti palsu untuk dipergunakan dalam proses peradilan; b) mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan; c) mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan alat bukti; d) mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan barang, alat, atau sarana yang dipakai untuk melakukan tindak pidana atau menjadi objek tindak pidana atau hasil yang dapat menjadi bukti fisik diakui dilakukannya tindak pidana atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan pejabat yang berwenang setelah tindak pidana terjadi; atau e) menampilkan diri seolah-olah sebagai pelaku tindak pidana, sehingga yang bersangkutan menjalani proses peradilan pidana. Ayat 2 dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan: a) dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan atau pidana paling banyak kategori 6; b) oleh aparat penegak hukum atau petugas pengadilan dipidana penjara paling lama 9 tahun atau pidana denda paling banyak kategori 6. Ayat 3 Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud oleh Ayat 2 mengakibatkan seseorang yang seharusnya bersalah dinyatakan tidak bersalah atau dikenakan pasal yang lebih ringan atau yang lebih berat dari yang seharusnya, pidananya dapat ditambah sepertiga dari pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 2. Ini yang dimaksud dengan rekayasa kasus.
  • Penjelasan Pasal 278 Ayat 1 tindak pidana yang diatur pada ketentuan ini dilakukan sebelum proses pemeriksaan di persidangan.
  • Bagian kedua menghalang-halangi proses peradilan, draft terakhir bagian kedua mengganggu dan merintangi proses peradilan: Ayat 1 setiap orang yang membuat gaduh di dekat ruang sidang pengadilan pada saat sidang berlangsung dan tidak pergi sesudah diperintahkan selama 3 kali oleh/atau atas nama petugas yang berwenang dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori pertama; Ayat 2 setiap orang yang membuat gaduh dalam sidang pengadilan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai tiga kali oleh/atau atas nama Hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori kedua.
  • Pasal 280 dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 2, setiap orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung: a) tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan; b) bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh Hakim; c) menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan atau persidangan dalam sidang pengadilan; atau d) tanpa izin pengadilan mempublikasikan proses persidangan secara langsung. Ayat 2 tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 huruf b atau huruf c hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat 3 pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat dilakukan secara tertulis oleh Hakim.
  • Penjelasan pasal 20 Ayat 1 huruf a yang dimaksudkan dengan tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk proses peradilan adalah melakukan hal-hal untuk menentang perintah tersebut dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum. Huruf b yang dimaksud dengan bersikap tidak hormat adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan martabat Hakim dan pengadilan atau tidak menaati tata tertib pengadilan. Termasuk dalam menyerang integritas. Misalnya, menuduh Hakim bersifat memihak atau tidak jujur. Yang dimasukkan dengan persidangan adalah proses persidangan yang melibatkan pejabat yang terlibat dalam proses persidangan. Misalnya, panitera atau penuntut umum. Huruf C cukup jelas. Huruf d yang dimasukkan dengan mempublikasikan proses persidangan secara langsung yaitu live streaming, tidak mengurangi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk menulis berita tanpa mempublikasikannya setelah sidang pengadilan.
  • Pasal 281, setiap orang yang menghalang-halangi, mengintimidasi, atau mempengaruhi pejabat yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau putusan pengadilan dengan maksud untuk memaksa atau membujuknya agar melakukan atau tidak melakukan tugasnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori 6.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan