Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap Pembahasan RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) - RDPU Komisi 4 dengan Pemerhati Konservasi

Tanggal Rapat: 10 Apr 2023, Ditulis Tanggal: 18 Apr 2023,
Komisi/AKD: Komisi 4 , Mitra Kerja: Pokja Konservasi

Pada 10 April 2023, Komisi 4 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pemerhati Konservasi mengenai masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Rapat dibuka dan dipimpin oleh Budisatrio Djiwandono dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Kalimantan Timur pada pukul 14.29 WIB. (Ilustrasi: Dr. Arif Zulkifli Nasution)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Yayasan Konservasi Alam Nusantara
  • Yayasan Konservasi Alam Nusantara sepakat bahwa ini adalah saat yang tepat bagi semua kita untuk melakukan proses penyesuaian dan pembaruan terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 untuk dapat mengakomodasi berbagai perubahan yang ada. Dari mulai krisis iklim, peningkatan jumlah penduduk yang berakibat pada tingginya tekanan pada sumber daya alam hayati, semakin tingginya komitmen Indonesia pada berbagai kesepakatan Global untuk menangani permasalahan lingkungan dan keberlanjutan serta semakin tingginya pengakuan global terhadap peran masyarakat adat dan komunitas lokal termasuk pada kuning Montreal Global biodiversity Framework.
  • Terkait dengan peran serta masyarakat hukum adat, Yayasan Konservasi Alam Nusantara sangat melindungi danmendukung pelibatan MHA dan juga pelaku konservasi lain seperti CSO, swasta bahkan Pemda. Di seluruh dunia masyarakat adat dan komunikasi lokal telah lama melindungi daratan dan perairan sebagai balasan bagi apa yang diberikan oleh alam kepada mereka. Dibantu dengan hubungan yang kuat dengan alam dan budaya kelompok-kelompok masyarakat ini setidaknya mengelola seperempat dari seluruh daratan bumi 17% dari karbon hutan dan begitu luasnya habitat perairan darat dan laut yang mereka kelola. Bahkan telah ada contoh-contoh di beberapa bagian dunia dimana pengurusan dan pengelolaan sumber daya alam hayati yang dilakukan oleh masyarakat adat dan komunitas lokal dapat mempertahankan keanekaragaman hayati secara lebih baik dibandingkan dengan kawasan konservasi pemerintah.
  • Di Indonesia, masyarakat hukum adat tentunya telah hadir lama sebelum negara kita ada dan mereka telah mempertahankan hubungan yang erat dengan alam dan menjaga kelestariannya dengan kearifan yang ada, namun mereka sendiri justru kehilangan sumber daya alam hayati yang diperlukan untuk sekedar bertahan hidup atau subsisten karena kerusakan yang diakibatkan oleh pihak-pihak di luar mereka.
  • Pada RUU ini, Yayasan Konservasi Alam Nusantara mengamati bahwa telah ada norma mengenai masyarakat hukum adat dan peran serta mereka dalam upaya konservasi. Dalam pandangan kami ini adalah perkembangan yang sangat baik dan positif karena dengan kearifan lokal negara perlu melihat MHA sebagai bagian dari solusi konservasi dengan cara merekognisi dan menghormati hak MHA sebagai bagian dari pemangku kepentingan kunci untuk bersama-sama melakukan upaya konservasi. Juga karena perkembangan ini amat sangat konsisten dengan perkembangan di tingkat global dan komitmen internasional yang sudah disampaikan Indonesia
  • Akan tetapi ada beberapa hal yang menurut Yayasan Konservasi Alam Nusantara mungkin bisa meningkatkan dan menjamin partisipasi masyarakat khususnya masyarakat hukum adat dan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagaimana tujuan yang telah dimuat di dalam pasal 3 dari RUU ini. Partisipasi MHA pada proses perencanaan kawasan konservasi maupun kawasan ekosistem penting di luar kawasan konservasi perlu memperhatikan masukan masyarakat hukum adat dalam proses penetapan kawasan konservasi maupun kawasan ekosistem penting di luar kawasan konservasi.
  • Saat ini pasal 42 ayat 2 hanya memuat bahwa proses ini mempertimbangkan rekomendasi dari lembaga pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu prinsip-prinsip Padiatapa perlu diterapkan dalam proses penetapan kawasan konservasi maupun kawasan ekosistem penting di luar kawasan konservasi.
  • Di samping itu salah satu hal lain yang mungkin perlu dilakukan adalah menyederhanakan proses-proses administrasi penetapan masyarakat adat dan area kelolanya dan pemanfaatan sumber daya alam hayati yang dibutuhkan untuk kehidupan subsisten mereka. Sehingga dapat memberikan ruang lebih besar untuk mereka fokus pada upaya-upaya konservasinya. Contohnya pemanfaatan jenis Kategori. Proses penetapan MHA yang cukup memakan waktu dan sumber daya karena perlu Perda dan masih harus dimohonkan oleh masyarakat adat itu sendiri.
  • Dalam kaitannya dengan kolaborasi bersama untuk mengelola kawasan di luar kawasan konservasi, Yayasan Konservasi Alam Nusantara mengamati bahwa telah ada upaya konservasi di luar kawasan konservasi yang dimasukkan ke dalam RUU ini dan menurut Yayasan Konservasi Alam Nusantara ini adalah perkembangan yang sangat-sangat positif, karena hal ini mengenali bahwa keanekaragaman hayati kita banyak berada di luar kawasan konservasi. Di samping itu pemerintah juga perlu menyadari bahwa hanya dengan kolaborasi tujuan-tujuan konservasi kita di Indonesia bisa tercapai
  • Dari beberapa contoh kegiatan Yayasan Konservasi Alam Nusantara di lapangan bahwa kolaborasi multi pihak antara pemerintah swasta misalnya konsesi hutan alam produksi konsepsi Kebun sawit dan masyarakat suku Dayak Wehea serta akademisi pada tingkat bentang alam Wehea Kelahi yang meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi atau budidaya saat ini berhasil menunjukkan kestabilan kepadatan populasi orang utan dan ini pengelolaan yang dilakukan bersama-sama masing-masing bertanggung jawab terhadap area kelolanya sendiri dan pembentukannya dilakukan dengan proses bottom-up. Dimana komitmen dari berbagai pihak untuk menerapkan praktik pengelolaan hutan produksi lestari dari aspek produksi sekaligus aspek ekologis sesuai dengan SOP pengelolaan flora fauna, mitigasi konflik manusia dan satwa liar serta perencanaan kawasan berbasis kajian atau survei keanekaragaman hayati.
  • Sumber Daya Alam Hayati itu berasal dari keanekaragaman hayati yang lestari sehingga definisi tentang keanekaragaman hayati yang lestari perlu dirinci dalam RUU ini.
  • Perlu terdapat keseimbangan antara 3 komponen dalam RUU ini yaitu perlindungan, pengelolaan, dan pemulihan. Jadi tidak bisa hanya bersandar pada komponen perlindungan saja. Jenis-jenis ekosistem penting di luar kawasan konservasi perlu dijelaskan secara lebih rinci di dalam pasal terkait definisi atau paling tidak di penjelasan dan tidak hanya menunggu PP yang nanti akan dibuat. Contohnya areal dengan konservasi tinggi yang oleh beberapa pihak telah ada definisi dan ruang lingkup tersendiri.
  • Konservasi kolaboratif multi pihak di luar kawasan konservasi dapat diperkuat dengan mengakui bahwa terdapat peran dari berbagai pihak yang secara bersama-sama ingin mencapai tujuan konservasi tertentu dan tujuan tersebut tidak dapat dicapai tanpa kolaborasi
  • Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Saat ini kewenangan pemerintah sudah diperluas ke pemerintah daerah tidak hanya pemerintah pusat. Namun Pemda juga dalam hal ini memiliki kewenangan walaupun dalam pengamatan kami kewenangannya masih cukup terbatas. Di samping itu pada Pemda juga dapat melaksanakan dan memimpin kegiatan-kegiatan konservasi di daerahnya namun untuk melakukan itu Pemda juga memerlukan sumber daya untuk melakukan mencapai hal-hal yang menjadi tujuan konservasi di area masing-masing. Dalam hal ini perlu ada rekognisi dan wewenang terkait peran dan kontribusi Pemda secara khusus terkait konservasi. Di samping itu perlu ada juga keterbukaan investasi konservasi baik di kawasan konservasi maupun di kegiatan yang ada dukungan konservasinya.
  • Peran desa yang menurut Yayasan Konservasi Alam Nusantara masih kurang diaddress pada RUU ini, karena desa itu sendiri walaupun kecil dia masih merupakan secara kolektif dia bisa menjadi kekuatan besar untuk konservasi. Dan desa itu merupakan komponen strategis, semua bentuk tata guna lahan itu masuk dalam wilayah administrasi desa. Dengan tata kelola yang baik konservasi dapat dimasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah Desa sehingga dapat membuka sumber daya yang dibutuhkan desa untuk konservasi dan desa dapat merasakan dampak baik baik yang positif maupun yang negatif atas konservasi di areanya
  • Pasal 35 ayat 1 RUU ini masih membatasi partisipasi masyarakat dalam bentuk perseorangan atau kelompok. Jadi belum masuk ke desa dan masyarakat secara umum masih menjadi objek pemberdayaan dan belum dalam kapasitas mereka sebagai pelaku aktif. Oleh karena itu, RUU ini perlu secara eksplisit memasukkan bagaimana peran serta desa dalam upaya konservasi dan bagaimana desa bisa memperoleh sumber daya yang dibutuhkannya termasuk Dana Desa maupun berbagai program insentif yang tersedia bagi mereka.
  • Terkait dengan pendanaan ini sendiri, setelah dimasukkannya bab terkait pendanaan untuk di RUU ini adalah hal yang sangat positif, karena conservation tanpa funding hanyalah conversation. Jadi memang perlu ada pengaturan di mana prinsip-prinsip akses dan juga keterbukaan itu bisa dibuka oleh RUU ini. Sehingga pada akhirnya nanti pada pelaksanaannya sumber-sumber pendanaan untuk konservasi itu tidak hanya bergantung pada APBN, APBD, perorangan atau korporasi dan tidak hanya untuk peruntukan kegiatan konservasi tertentu seperti yang sekarang ada di pasal 45 ayat 2.
  • Terkait insentif, saat ini parameter yang dijadikan pertimbangan hanya terkait dengan kawasan konservasi sehingga kalau hanya menggunakan parameter kawasan konservasi upaya-upaya lain itu tidak bisa dimasukkan. Usulan Kami adalah parameter yang digunakan sebagai ukuran itu adalah indeks komposit yang bisa menggunakan beberapa parameter secara bersama-sama.

Pokja Konservasi
  • Konservasi ini sebenarnya menjadi salah satu tulang punggung masa depan umat manusia. Bahwa dalam berbagai hal kita mungkin sering memandang sepele. Padahal mereka semua memiliki peran penting yang tidak bisa dipisahkan. Di alam ada rantai makanannya, interaksi dengan ekosistemnya. Sehingga Pokja Konservasi menyatakan bahwa sebenarnya secara ideal konservasi itu harus fokus kepada tiga tingkatan. Tingkatan ekosistem lingkungannya, spesies dan tingkat genetik
  • Dalam hal perlindungan di ekosistem itu di tingkat ekosistem, Pokja Konservasi mengusulkan untuk tidak memisahkan antara ekosistem darat dengan ekosistem perairan. Di perairan pun juga memiliki banyak potensi. Ada kesatuan-kesatuan kawasan dengan ciri khas tertentu dan juga ada keterpaduan ekosistem yang perlu dijaga.
  • Permasalahan lainnya dan potensi ekosistem. Konflik satwa liar manusia dan pemanfaatan ilegal sumber daya alam.
  • Kita perlu mengatur untuk koordinasi untuk mempertahankan daerah. Kemudian menentukan kawasan konservasinya tidak hanya berdasarkan yurisdiksi tapi juga dari kesatuan ekosistemnya. Kemudian juga perlu memastikan bagaimana pemulihan bisa berjalan dengan baik dan yang terakhir adalah pengolahan yang kolaboratif, tidak hanya oleh pemerintah pusat dan daerah saja tapi juga dengan masyarakat adat dan lokal juga kemitraan supaya konflik antara manusia dengan satwa tidak terjadi.
  • Untuk rekomendasi pasal secara spesifik, Pokja Konservasi sangat berharap untuk Pasal 4 di RUU dan juga di Pasal 1 angka 2 ditambahkan bahwa kerugian konservasi tidak hanya dilakukan di dalam kawasan konservasi saja tetapi juga di luar.
  • Terkait dengan spesies, memang ada banyak ini yang menjadi salah satu permasalahan yang ketika ada ancaman bagi spesies yang dilindungi tapi kemudian punah atau spesies yang belum diatur seperti jenis asing ini pasti yang pada akhirnya dan selain masalah itu juga ada perasaan perdagangan satwa liar juga yang cukup banyak terjadi
  • Pokja Konservasi sangat berharap dalam rumusan RUU yang sekarang di Pasal 20 di ayat 3 dan seterusnya itu usulan sangat baik. Jadi Pokja Konservasi sangat berharap untuk ketiga kategori ini dipertahankan untuk memastikan supaya tidak ada satupun spesies yang dianggapnya tidak dilindungi sehingga bisa dimanfaatkan seenaknya. Pokja Konservasi melihat bahwa rumusan yang ada sudah ideal tinggal diperkuat bagaimana kita menentukan mana yang dilindungi, mana yang dikendalikan dan mana yang dipantau.
  • Di tingkat genetika sebenarnya ada dua hal yang menjadi isu besar. Yang pertama adalah untuk perlindungannya. Yang kedua adalah untuk pemanfaatannya. Kami berharap karena dalam RUU yang sekarang ini sumber daya genetika akan diatur dan yang lain Pokja Konservasi berharap tetap diatur dalam Undang-Undang Konservasi ini supaya semangatnya adalah kita bisa menjaga kekayaan alam Indonesia dan memanfaatkannya dengan baik demi kemaslahatan masyarakatnya sendiri
  • Pasal 14, perlu menambahkan ayat-ayat untuk mengatur ketentuan tentang pengawetan atau perlindungan keanekaragaman genetik bagi spesies yang berpotensi terancam punah
  • Pasal 25, perlu dimodifikasi dan atau penambahan ayat atau penambahan pasal baru untuk mengatur kepemilikan SDG dan perizinan akses pada SDG termasuk Prior Informed Consent/Persetujuan atas Dasar Informasi Awal)
  • Pasal baru, terkait Hak Kekayaan Intelektual, pembagian keuntungan, perjanjian pembagian keuntungan, kontrak, dan lain-lain. Kelembagaan sebagaimana diamanatkan protokol Nagoya

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan