Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyusunan Naskah Akademik dan Draf RUU tentang Perubahan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran - RDP Komisi 5 dengan Kepala BKD

Tanggal Rapat: 17 Jan 2024, Ditulis Tanggal: 31 May 2024,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Badan Keahlian DPR-RI

Pada 17 Januari 2024, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala BKD tentang Penyusunan Naskah Akademik dan Draf RUU tentang Perubahan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Lasarus dari Fraksi PDIP dapil Kalimantan Barat 2 pada pukul 14.20 WIB. (Ilustrasi: PT Pelayaran Indonesia)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Badan Keahlian DPR-RI
  • Materi krusial RUU perubahan:
    • Asas Cabotage
    • Penghapusan biaya angkut logistik
    • Perpajakan dan pungutan lain terkait dengan logistik
    • Pelayaran rakyat
    • Tol laut
    • Penjagaan laut dan pantai
    • Terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri
  • Asas Cabotage; Penerapan asas ini telah banyak membantu bagi pelayaran Indonesia, karena dengan berlakunya asas ini, pelayaran nasional menjadi bertumbuh dan penambahan kepemilikan kapal meningkat signifikan. Namun, penerapan asas ini belum mampu meningkatkan daya saing perusahaan pelayaran nasional. Dalam praktiknya penerapan asas ini masih banyak terjadi praktik nominee (pinjam nama) kepemilikan kapal yang sebenarnya tidak dikuasai oleh perusahaan angkutan dalam negeri. Untuk itu perlu dilakukan penguatan asas cabotage yang dapat mendorong pemberdayaan dan meningkatkan peran industri angkutan perairan nasional.
  • Permasalahan terkait dengan asas cabotage:
    • Pengawasan penerapan asas cabotage
    • Dukungan pembiayaan dalam pemilikan kapal nasional
    • Tingkat komponen dalam negeri yang masih perlu ditingkatkan dalam industri perkapalan nasional
    • Kebijakan di bidang investasi yang belum mendukung penanaman modal dalam negeri dalam pemilikan kapal
    • Besarnya beban dan pungutan perpajakan terhadap pelaku usaha
  • Penghapusan/pengurangan biaya angkut logistik; merupakan bagian dari upaya kehadiran negara untuk mengendalikan harga barang dari komponen biaya angkut. Beberapa faktor biaya logistik tinggi diantaranya; suku bunga tinggi dan berisiko tinggi (investasi), banyak biaya/pungutan formal dan informal, serta harga BBM. Untuk itu diperlukan norma yang menghapus/mengurangi biaya angkut logistik melalui pengaturan komponen logistik diantaranya yaitu; biaya inventory, biaya transportasi dan pergudangan, dan biaya investasi agar biaya angkut dapat lebih bersaing dan murah.
  • Perpajakan dan pungutan lainnya di bidang pelayaran; Sebagaimana bidang usaha lainnya, bidang pelayaran juga dikenakan berbagai pajak dan pungutan, seperti PPH, PPN, PNBP, dan pajak lainnya. Adapun jenis pengenaan pajak sebagai berikut:
    • Pengenaan pajak atas pendapatan usaha:
      • Pph Pasal 15: 1,2% x pendapatan uang tambang/freight
      • Pph Pasal 25/29 yang berasal dari pendapatan selain uang tambang/freight sebesar 22% x laba fiskal
      • PPN: 11% x pendapatan sewa kapal
      • Pengenaan pajak atas biaya operasional perusahaan pelayaran:
      • Pph Pasal 21 dari biaya gaji karyawan dan crew kapal, konsultan. Lawyer, dan lain-lain
      • Pph Pasal 23 dari biaya sewa truk/mobil dan sejenisnya, gudang dan alat mekanis lainnya
      • Pph Pasal 4 ayat 2 dari biaya sewa kantor/gedung
      • PPh Pasal 26 atas biaya bunga, deviden, royalti, dan pembataran lainnya ke perusahaan luar negeri
      • PPh Pasal 15 atas biaya sewa kapal
      • Pajak atas pembelian Bahan Bakar Minyak kapal sebesar 3% sd 7%
      • Pembayaran pajak kapal di luar negeri saat kapal-kapal Indonesia beroperasi di luar negeri
    • Selain pajak, pengusaha kapal juga harus membayar PNBP kepada Kementerian Perhubungan atau layanan yang diberikan Kementerian Perhubungan
  • Pemerintah tidak mengenakan pajak terhadap biaya pengangkutan barang dan jasa umum yang ditanggung oleh konsumen, termasuk PPN jasa pengangkutan internasional. Hal ini berlaku juga di negara-negara ASEAN, dimana mereka menerapkan nol persen atau pengecualian untuk PPN.
  • Dalam konteks daya saing industri jasa pelayaran, salah satu determinan yang cukup membebani adalah beban fiskal yang ditanggung pelaku usaha, seperti biaya Tenaga Kerja Bongkar Muat dan kualitas layanan TKBM yang mempengaruhi adanya tambahan biaya tunggu.
  • Penjagaan laut dan pantai bertanggung jawab atas standar keamanan dan keselamatan dalam bidang pelayaran, perlindungan lingkungan laut dari pencemaran yang diakibatkan dari aktivitas pelayaran, dan menjaga kualitas kompetensi pelaut. Saat ini kelembagaan penjagaan laut dan pantai masih kurang efektif, disebabkan:
    • Peraturan Pelaksanaan amanat UU 17/2008 terkait kelembagaan penjaga laut dan pantai belum terbentuk
    • Terdapat tumpang tindih dan ketidakjelasan siapa kelembagaan yang paling berwenang melakukan penjagaan laut dan pantai, khususnya terkait keselamatan dan keamanan di laut
    • Banyak kelembagaan yang masing-masing memiliki kewenangannya sendiri sesuai dengan UU masing-masing, sehingga terhadap kapal dapat dilakukan pemeriksaan berulang oleh beberapa instansi
  • Terkait dengan penyelenggaraan Tersus dan TUKS terdapat beberapa permasalahan dalam impelementasinya:
    • Adanya penyalahgunaan fungsi Tersus dan TUKS oleh sejumlah pengelola yang melayani kegiatan kepelabuhanan untuk kepentingan lain di luar yang ditentukan, sehingga mengganggu kinerja dan penerimaan pelabuhan umum
    • Kurangnya integrasi dan koordinasi antara Tersus dan TUKS dengan pelabuhan umum, pelayaran, dan industri, sehingga menimbulkan biaya logistik yang tinggi dan menghambat pengembangan pelabuhan Indonesia sebagai hubungan internasional
    • Adanya perbedaan penafsiran dan penyesuaian mengenai batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan antara pihak-pihak yang terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan, dan Pengelola Tersus dan TUKS
    • Sinkronisasi peraturan perundang-undangan mengenai definisi, kriteria, persyaratan, kewenangan, dan mekanisme yang berbeda-beda mengenai Tersus dan TUKS, sehingga menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan