Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Tanggapan terkait Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara — Komisi 6 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Jimly Asshiddiqie, Hamdan Zoelva, Totok Yulianto, dan Kantor Hukum Butarbutar Wirawan Ghufroon Sidabukke (BWGS)

Tanggal Rapat: 18 Jan 2017, Ditulis Tanggal: 8 Jan 2021,
Komisi/AKD: Komisi 6 , Mitra Kerja: Prof. Jimly Asshiddiqie, Hamdan Zoelva, Totok Yulianto, dan Kantor Hukum Butarbutar Wirawan Ghufroon Sidabukke (BWGS)

Pada 18 Januari 2017, Komisi 6 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Jimly Asshiddiqie, Hamdan Zoelva, Totok Yulianto, dan Kantor Hukum Butarbutar Wirawan Ghufroon Sidabukke (BWGS) mengenai Tanggapan terkait Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Azam Azman dari Fraksi Partai Demokrat dapil Jawa Timur 3 pada pukul 14:46 WIB. (ilustrasi: layarberita.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Prof. Jimly Asshiddiqie, Hamdan Zoelva, Totok Yulianto, dan Kantor Hukum Butarbutar Wirawan Ghufroon Sidabukke (BWGS)

Prof. Jimly Asshiddiqie

  • Prof. Jimly mengapresiasi DPR-RI karena ingin membahas mengenai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP). Sebelumnya, DPR-RI jarang membahas terkait PP. Padahal, ini sebagai salah satu bentuk dari fungsi pengawasan DPR-RI.
  • Banyak undang-undang yang PP-nya tidak keluar, dan DPR-RI juga tidak mengambil langkah. 
  • Terdapat PP yang tidak sejalan dengan undang-undang yang terkait. 
  • Di Perancis 5% RUU usul DPR, sisanya dari Pemerintah. 
  • Semua orang mempunyai perspektif tersendiri terkait kebenaran. Jadi, biarkan semua berbicara agar publik yang menilai. Ujungnya, kepentingan nasional yang dipertaruhkan. Prof. Jimly menganggap semua orang berhak bersuara.
  • DPR-RI berkesimpulan bahwa PP ini melanggar hukum.
  • Judicial Review (JR) dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pintu terakhir. 
  • Pengujian formal itu semua jenis pengujian yang bukan materi. Misalnya, soal format, tidak ada 'Berdasarkan Ketuhanan', dan lain-lain.
  • Definisi uang negara itu APBN, dan lawannya adalah APBD alias uang daerah. Uang negara itu saat ini tersebar dimana-mana, bukan hanya di APBN. Pemerintah dan DPR-RI berusaha menertibkan uang negara dengan merumuskan PP ini. Pengertian uang negara diperluas, sehingga dapat mengkonsolidasi semua pengertian yang ada. 
  • Orang-orang asing tidak ingin lagi menaruh deposito di bank milik BUMN, karena seperti jadi milik negara. 
  • Seharusnya, jangan dicampur adukkan kekayaan negara dengan administratif APBN.
  • Jika ada uang negara tidak melalui APBN, maka akan ada masalah. 
  • Prof. Jimly melihat PP ini ada kemungkinan disalahgunakan dalam praktiknya. Padahal, niatnya untuk mengkonsolidasi BUMN. Jika tidak terkontrol, dapat menjadi masalah.
  • Perlu diluruskan mengenai pengertian BUMN. BUMN merupakan badan yang diberikan legalitas oleh negara. 
  • Seharusnya, ada persetujuan bahwa implikasi bisa iya atau tidak. Persetujuan DPR-RI melalui APBN tentu tidak dapat melalui rapat khusus. Oleh karena itu, yang tepat adalah adanya rapat yang dapat menghasilkan sebuah keputusan.
  • Maksud dari dikeluarkannya PP ini bukan untuk pengalihan saham. Saran dari Prof. Jimly pengalihan saham ke swasta harus melalui DPR-RI.
  • Jika saham Pemerintah hanya 10%, kiranya BUMN tidak diperlukan. BUMN diperlukan sebagai instrumen bisnis untuk komoditas strategis agar dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, itu juga dinamis. 
  • BUMN saat ini berjumlah 119, tergolong cukup banyak. Oleh karena itu, muncul konsep holding
  • DPR-RI  fungsinya pengawasan pada Pemerintah bukan mengawasi BUMN. Perlu evaluasi keluhan yang luas terkait intensifnya BUMN. BUMN bukan objek pengawasan DPR-RI. Audit BUMN cukup dari Menteri Keuangan dan cukup sampai pemegang sahamnya. 
  • BUMN diperlukan sebagai agent of change. BUMN mempunyai fungsi sosial dan politik. Semua penjajahan di dunia dimulai dari dagang. BUMN harus menjadi alat pertarungan politik dan bisnis. 
  • Pemerintah harus mempunyai desain BUMN di masa depan. Belum pernah ada dalam sejarah hubungan Menteri BUMN dengan DPR-RI seperti saat ini. 

Hamdan Zoelva

  • Terbitnya suatu PP merupakan kewenangan Presiden yang ditetapkan untuk menjalankan undang-undang dengan semestinya. 
  • Hamdan mencoba melihat dari sisi konstitusi, terdapat beberapa undang-undang yang terkait, dan itu menjadi pertimbangan DPR-RI untuk mengevaluasinya. Adapun undang-undang yang terkait, yaitu Undang-Undang tentang BUMN, Undang-Undang tentang Keuangan Negara, Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara, dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK, ada JR oleh biro hukum BUMN dan akademisi yang meminta karena Persero mengelola harta negara yang dipisahkan, maka harus tunduk pada mekanisme perseroan, yaitu komisaris atau pemegang saham. 
  • Harus ada unsur negara yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara. 
  • Ada 2 (dua) prinsip yang penting: sepanjang pengelolaan itu internal di BUMN sendiri tidak masalah, tapi jika saham diprivatisasi atau dikeluarkan, maka itu harus melalui persetujuan DPR-RI. 
  • Perlu diperhatikan terkait perubahan status, kejelasan perseroan terbatas dapat diperoleh sepanjang masih BUMN. Tidak ada masalah terkait perpindahan saham, karena ujungnya juga ke negara.
  • Jika ada BUMN yang eksis kemudian membuat PT, maka harus ada kontrol dengan penentuan adanya saham istimewa yang di dalam PP ini merupakan kontrol Pemerintah. Hal itu yang dijadikan sebagai pengaman.
  • Persoalan saat ini bukan negara secara langsung, tapi dari BUMN ke BUMN lain. Terdapat sedikit confused di Pasal 1 dan 2, 50+1% itu dapat dikatakan BUMN untuk kepemilikan saham. Dalam penjelasan, kepemilikan istimewa pada ex-BUMN yang jadi anak perusahaan menjadi milik Pemerintah, walau namanya bukan BUMN. Jika yang menjadi anak perusahaan tetapi jadi milik Pemerintah, peleburan dan penggabungan harus disetujui oleh Pemerintah, sehingga seluruh kekayaan negara dibawah pengawasan dari DPR-RI.
  • Prinsip mengenai APBN, segala terkait pengelolaan APBN pasti dengan persetujuan DPR-RI, tetapi ketika keluar, maka itu dana BUMN. 
  • DPR-RI mempunyai peran pengawas terhadap kementerian terkait, kecuali privatisasi. Namun, jika DPR-RI mengawasi sekian banyak BUMN, maka kerja DPR-RI akan overload
  • BUMN harus untung sebagai ciri keberhasilan manajemen. Negara mendirikan BUMN tujuannya adalah untuk mencari untung. 

Totok Yulianto

  • Keberadaan BUMN dalam memenuhi hak warga negara, yaitu terkait layanan publik dan profit
  • Totok berpesan jangan sampai dengan adanya PP ini menjadi profit oriented
  • Jika BUMN mengelola aset yang seharusnya dikelola oleh negara, maka dapat berujung privatisasi. BUMN itu pilar penggerak ekonomi, oleh karena itu harus memberikan manfaat bagi masyarakat.
  • Kekayaan negara tidak boleh luput dari pengawasan. Peran kontrol tetap dibutuhkan, kehadiran DPR-RI diperlukan. Namun, yang menjadi perdebatan ketika Pemerintah dengan PP ini tidak melalui APBN, ini bertentangan dengan undang-undang. 
  • Fungsi pengelolaan kekayaan negara diatur melalui undang-undang, yang menjadi pertanyaan ketika anak perusahaan telah go public dan dimiliki swasta, maka BUMN sudah tidak berdaulat kepemilikannya. 
  • Kita bergantung pada perusahaan yang dimiliki oleh pihak ketiga. Ketika ditunggangi oleh berbagai kepentingan tentu menjadi kekhawatiran bahwa kehadiran BUMN tidak lagi untuk mendukung kepentingan rakyat, melainkan menjadi profit oriented.

Kantor Hukum BWGS

  • PP Nomor 72 Tahun 2016 itu tidak semata-mata dibuat untuk pembentukan holding BUMN. 
  • PT itu diluar Persero. Sahamnya dimiliki Pemerintah 51% atau lebih. 
  • Berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2016, negara akan punya lebih dari 51% untuk Pertamina.
  • PGN harus tetap menjadi anak perusahaan BUMN. Ketika saham keluar karena BUMN maka golden share-nya tidak perlu keluar. 
  • Penyertaan Modal Negara (PMN) dari PT lain ke BUMN tidak ada kewajiban PT menjadi anak BUMN.
  • Jika negara menyertakan saham minoritas kepada PT yang minoritas, tidak ada efek status anak perusahaan.
  • Pasal 1 ayat (7), seluruh keuangan negara harus disetujui oleh DPR-RI. 
  • Pasal 2 huruf g yang dimaksudkan keuangan negara termasuk yang dipisahkan. Pemerintah meng-cover 4 (empat) transaksi, dari BUMN ke BUMN, BUMN ke PT, PT ke BUMN, dan PT ke PT.
  • Pasal 7, itu anak perusahaan BUMN yang dimiliki oleh BUMN, bersifat bebas. Harus dipahami transaksi tidak ada arus kas, sifatnya pertukaran saham.
  • Jika kemudian Chevron dimiliki negara 51%, maka akan menjadi BUMN. 
  • Jika nilai Pertamina ditukar dengan Chevron hanya 39%, maka hanya ada penyertaan modal negara di Pasal 2 ayat (2d).
  • Pada dasarnya, PP memberikan terminologi penyertaan negara dari APBN yang dijelaskan di dalam Undang-Undang tentang BUMN. 
  • Pelaksanaan tata cara penyertaan harusnya ada di dalam undang-undang, baru detailnya ada di PP. Yang harus diatur oleh PP, yaitu cara pengelolaan penyertaan modal negara. 
  • Undang-Undang tentang BUMN perlu direvisi, untuk mengkaji saham lebih mendalam.
  • Pergeseran saham Pemerintah dianggap restrukturisasi. 
  • Menurut PP Nomor 44 Tahun 2005, tidak perlu melalui persetujuan DPR-RI.
  • Dalam common law ada 2 (dua) jenis kepemilikan. Kami melihat ketentuan tidak sejalan karena belum diatur dalam Undang-Undang tentang BUMN. 
  • Banyak  BUMN yang Tbk yang sangat sensitif dengan berita terkait harga saham. Sebagai konsultan hukum cukup takut memberikan advice kepada konsumen.
  • Indonesia negara yang penuh diskresi. Ketentuan PP Nomor 72 Tahun 2016 terkait pergeseran saham BUMN tidak sesuai dengan Undang-Undang tentang BUMN dan Undang-Undang tentang Keuangan Negara. 
  • Ketentuan penyertaan modal berupa saham seharusnya diatur di level undang-undang. Ketentuan penyertaan modal seharusnya di level di undang-undang, sedangkan PP harus diatur tata cara pelaksanaannya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan