Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) — Komisi 7 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Komite 2 DPD-RI

Tanggal Rapat: 29 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 20 Jan 2023,
Komisi/AKD: Komisi 7 , Mitra Kerja: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Komite 2 DPD-RI

Pada 29 November 2022, Komisi 7 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Komite 2 DPD-RI mengenai Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Sugeng Suparwoto dari Fraksi NasDem dapil Jawa Tengah 8 pada pukul 13.32 WIB. (Ilustrasi: kemangoro.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Komite 2 DPD-RI

Bambang Haryadi dari Fraksi Gerindra dapil Jawa Timur 4 membacakan Penjelasan DPR-RI atas RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

  • Dengan hormat, bersama ini kami sampaikan Penjelasan Komisi 7 DPR-RI selaku Pengusul atas RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
  • Komisi 7 sangat mendukung pengembangan EBET di Indonesia. Hal itu sejalan dengan potensi Indonesia sebagai negara kepulauan beriklim tropis yang memiliki berbagai sumber energi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
  • Sebagai latar belakang dari penyusunan RUU EBET, inisiatif ini sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo pada Paris Agreement yang sudah diratifikasi melalui UU Nomor 16 Tahun 2016 sebagai upaya menurunkan emisi yang mempengaruhi pemanasan global.
  • Komitmen tersebut tertuang dalam Nationally Determined Contribution Indonesia untuk pengurangan emisi sebesar 29% hingga tahun 2030 dengan pembiayaan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
  • Komisi 7 DPR-RI yang mendukung ratifikasi perjanjian Paris Agreement tersebut yang tercermin dalam UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Perubahan Iklim.
  • Kebijakan energi nasional berpandangan bahwa energi dimanfaatkan untuk modal pembangunan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan cara mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi nasional, penciptaan nilai tambah di dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja.
  • RUU EBET ini telah melalui proses panjang di mana RUU ini sudah menjadi Prolegnas sejak tahun tahun 2019-2024 dan telah menjadi Prolegnas Prioritas Tahun 2019, 2020, dan tahun 2022 sudah kita mulai lakukan pembahasan.
  • Pembentukan RUU EBET mempunyai arti penting, karena sangat dibutuhkan untuk perbaikan tata kelola energi baru dan energi terbarukan di Indonesia.
  • Mengingat, energi baru dan energi terbarukan sebagai sumber daya alam strategis merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yang pengelolaannya harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
  • Hal itu sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3 sebagaimana yang diketahui bahwa UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi telah mewajibkan Pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dengan tetap mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi dan lingkungan, serta memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi domestik guna mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional.
  • Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh energi baru dan energi terbarukan seperti sumber daya alam yang tidak pernah habis atau berkelanjutan, stabil, dan ramah lingkungan, maka diproyeksikan percepatan pengembangan energi baru dan energi terbarukan akan menggantikan energi fosil sebagai pasokan energi mayoritas saat ini, baik untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan pembangkit listrik.
  • RUU EBET ini diarahkan untuk mendukung dan menjamin terwujudnya kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional.
  • Diorientasikan untuk menciptakan kegiatan usaha energi baru dan energi terbarukan yang mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan pelaku ekonomi dalam negeri khususnya peran perusahaan negara.
  • Sebagai substansi, RUU EBET dengan total bab sebanyak 14 Bab dan 42 Pasal yang meliputi transisi energi dan peta jalan, sumber EBET Nuklir, perizinan berusaha, penelitian dan pengembangan, harga EBET, dukungan Pemerintah serta dana EBET, dan yang tak kalah penting adalah tingkat komponen dalam negeri, pembagian kewenangan, pembinaan, dan pengawasan, serta partisipasi masyarakat.
  • Salah satu pasal, yaitu Pasal 9 menyebutkan bahwa sumber EBET dari beberapa macam diantaranya, yaitu nuklir, hidrogen, gas metana batubara, batubara tercairkan, batubara tergaskan, dan sumber energi baru lainnya.
  • Kenapa batubara, karena negara kita masih memiliki cadangan batubara yang tinggi dan di mana kita tetap harus dapat memanfaatkannya sebagai salah satu sumber energi dan teknologi yang dapat menekan emisi serendah-rendahnya.
  • Pada kesempatan ini, Komisi 7 DPR-RI telah mendapatkan tugas berdasarkan ketetapan di Paripurna untuk melakukan pembahasan terhadap RUU EBET. Namun demikian, hingga hari ini Pemerintah belum juga menyampaikan Daftaqr Inventarisasi Masalah (DIM) terkait RUU tersebut.
  • Meskipun, sudah melebihi batas waktu yang sudah ditetapkan. Untuk diketahui bahwa dalam RUU ini kita sudah menggunakan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P-PP) yang terbaru. Di sana disampaikan bahwa setiap Surat Presiden wajib dilampirkan DIM.
  • Kami harap ini sebagai evaluasi kita. Jangan sampai RUU ini menjadi cacat formil.Sehubungan dengan hal tersebut, kami mendesak Pemerintah sebagai wakil dari Presiden RI agar segera menyampaikan DIM tersebut dan juga mengkaji apakah RUU ini tidak akan cacat formil terkait ketetapan yang ada di dalam UU P-PP.
  • Kami menyampaikan bahwa pengelolaan EBET harus memberikan manfaat sebesar-besarnya terhadap kemakmuran rakyat Indonesia sesuai amanat Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
  • Sehubungan dengan hal tersebut, RUU EBET harus dapat menjadi enabling condition bagi pembangunan EBET di Indonesia, termasuk menciptakan iklim yang positif.
  • Kita harus menepikan ego sektoral dari masing-masing lembaga demi terselesaikannya RUU EBET ini.
  • Kami mengajak semua pihak terutama bagi para pemangku kebijakan terkait energi baru dan energi terbarukan untuk bersama-sama mendukung penyelesaian RUU ini menjadi UU.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

  • Pokok-pokok substansi DIM ini sebagai berikut:
    • Pemerintah sepakat pengaturan terkait transisi energi dan peta jalan namun dengan penyesuaian urutan substansi dimulai dari target barang yang mengacu pada kebijakan energi nasional peta jalan transisi energi. Selain itu diusulkan penambahan substansi terkait transisi energi dan peta jalan untuk bahan bakar non pembangkit. Sedangkan untuk substansi, Domestic Market Obligation (DMO) batubara pada bab transisi energi yang diusulkan untuk dihapus dengan pertimbangan sudah diatur detail pada regulasi sub sektor minerba.
    • Pemerintah menyepakati definisi terkait energi, energi terbarukan dan sumber energi, sumber energi terbarukan dan sumber energi tak terbarukan. Namun untuk definisi energi baru dan sumber energi baru pemerintah mengusulkan perubahan dengan mempertimbangkan kriteria mengikuti standar internasional emisi rendah karbon.
    • Pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir dan selanjutnya mengusulkan kewenangannya yaitu terkait dengan pengkajian kebijakan pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan. Selain itu Pemerintah mengusulkan pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk kelistrikan. Pemerintah menyetujui instansi terkait persetujuan pembangunan pembangunan PLTN yang diusulkan DPR-RI dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga. Untuk pertambangan galian nuklir Pemerintah mengusulkan tidak diatur dalam RUU EBET karena sudah diatur secara detail dalam Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
    • Pemerintah mengusulkan adanya perizinan berusaha termasuk nuklir berbasis risiko sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha.
    • Pemerintah sependapat dengan ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan dan mengusulkan penambahan substansi sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
    • Pemerintah setuju dengan mekanisme pengaturan harga. Selanjutnya Pemerintah mengusulkan perubahan terminologi “harga” menjadi “harga jual” untuk membedakan dengan istilah tarif. Untuk memitigasi ketidakpastian dari pelaksanaan negosiasi, Pemerintah mengusulkan perubahan Pasal 53 Ayat 2 dan Pasal 54 Ayat 2 serta penambahan ayat baru dalam Pasal 53 Ayat 2a untuk energi baru dan Pasal 54 Ayat 2a yang mengatur bahwa penetapan harga jual energi baru berdasarkan penugasan Pemerintah Pusat mengacu pada harga keekonomian yang spesifik pada lokasi dan kapasitas yang akan dikembangkan sesuai dengan prosedur. Terkait dengan kompensasi, Pemerintah mengusulkan penyesuaian pengaturan kompensasi sesuai dengan narasi yang disepakati oleh Kementerian terkait dalam Peraturan Presiden. Terkait ketentuan mengenai penetapan harga energi baru maupun EBT, Pemerintah mengusulkan agar pengaturannya tidak spesifik namun dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • Pemerintah sependapat diperlukan insentif atau dukungan fasilitas terhadap pengembangan dan pengusahaan serta mengusulkan istilah kalimat insentif diubah menjadi dukungan Pemerintah sehingga dapat memberikan dukungan lain selain insentif.
    • Pemerintah mengusulkan sumber dan peruntukan dan EBET diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah dengan mempertimbangkan fleksibilitas sumber dan peruntukan dana EBET. Selanjutnya, pengelolaan dana EBET dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang keuangan.
    • Pemerintah sangat mendukung pengutamaan produk dan potensi dalam negeri dalam pengembangan EBET. Selanjutnya, Pemerintah mengusulkan bahwa penguatan produk dan potensi dalam negeri perlu mempertimbangkan 3 hal, yaitu:
      • Ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri.
      • Harga EBET yang tetap kompetitif.
      • Pemberian fleksibilitas sesuai pendanaan EBET.
        Pemerintah juga mengusulkan adanya pengaturan dalam hal badan usaha masih melakukan impor teknologi dapat melakukan kerja sama dengan pihak terkait di dalam negeri atau luar negeri.
    • Pemerintah setuju dengan pengaturan terkait pembinaan pengawasan dalam penyelenggaraan EBET dilakukan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah mengusulkan adanya kewajiban pelaporan kepada Menteri atas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota agar terjalin koordinasi antar Pemerintah. Khusus untuk keselamatan dan kesehatan kerja, Pemerintah mengusulkan adanya tambahan pengaturan terkait pengawasan terhadap dampak lingkungan, penerapan kaidah keteknikan yang baik serta fungsi pengawasan dilakukan oleh inspektur yang menangani EBET.
    • Pemerintah sependapat dengan pengaturan partisipasi masyarakat dalam pengembangan EBET. Selanjutnya, mengusulkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan IPTEK didasarkan pada peran serta dan juga hak masyarakat.
    • Pemerintah sependapat dengan ruang lingkup pembagian kewenangan yang telah diatur dalam RUU EBET. Selanjutnya mengusulkan tambahan rincian mengenai pembagian kewenangan khususnya terkait perizinan berusaha serta pembinaan dan pengawasan sebagai jembatan untuk perincian yang lebih detail dalam Peraturan Pemerintah.
    • Pemerintah mengusulkan untuk ditambahkan dalam RUU mengenai ketentuan kewajiban PT. PLN Persero dan pemegang wilayah usaha lainnya untuk melaksanakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hijau.
    • Pemerintah mengusulkan pengaturan konservasi energi dapat dimasukkan dalam RUU EBET dan pengaturan lebih lanjut terkait konservasi energi diatur dalam turunan RUU dengan pertimbangan untuk mendukung transisi energi menuju energi yang berkelanjutan.

Komite 2 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

  • Usulan EBET memiliki semangat yang sama dalam pembahasan tentang energi terbarukan yang pernah dibahas oleh DPD-RI sebelumnya pada tahun 2017.
  • Terkait sumber daya energi yang terbarukan, oleh karenanya secara internasional tidak dikenal istilah sumber energi baru, yang selama ini dimasukkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.
  • DPD-RI berpandangan dan berpendapat bahwa konsep energi baru yang diusung RUU EBET perlu dihapus dan dikeluarkan konteksnya dari energi terbarukan. Selain karena tidak sesuai dengan literatur yang ada, juga karena konteks penerapannya di dalam RUU EBET menjadi tidak sejalan lagi dengan semangat pengaruh samaan pemanfaatan energi terbarukan.
  • Atas dasar itu, dalam naskah sandingan atas RUU EBET yang telah disusun oleh DPD-RI, usulan perubahan mendasar ada pada penghapusan klausul energi baru beserta turunan substansi pengaturan yang ada di dalam RUU EBET.
  • DPD-RI mendukung pembahasan lebih lanjut tentang energi terbarukan, utamanya terkait beberapa perubahan atas usulan ketentuan dalam RUU EBET sebagai bentuk dari komitmen Indonesia secara global dalam penurunan emisi karbon pencapaian target zero emission pada tahun 2060.
  • Pembahasan atas RUU EBET harus tetap mengedepankan ketepatgunaan dari norma-norma yang diatur didalamnya untuk mengarusutamakan pemanfaatan atas sumber energi terbarukan yang potensinya cukup melimpah di Indonesia.
  • DPD-RI memandang bahwa konsep transisi energi merupakan isu permasalahan yang sangat mendasar dan wajib untuk diberikan perhatian lebih. Namun demikian, sebagai isu mendasar, DPD-RI berpendapat bahwa selain disinggung dalam RUU EBET ini, ketentuan tentang transisi energi sebaiknya diatur secara lebih menyeluruh dan integral di dalam peraturan generik tentang energi.
  • Dalam hal ini, DPD-RI telah mengajukan usul inisiatif RUU perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, di mana isu tentang transisi energi telah dinormakan secara komprehensif di dalamnya.
  • DPD-RI memberikan penegasan terkait RUU EBET yakni konteks penggunaan teknologi baru semestinya juga diarustamakan pada pemanfaatan energi terbarukan. Sementara di dalam RUU EBET, konsep ini nampak tidak diberikan penekanan lebih. Sebagai contoh nuklir. Sejatinya tidak termasuk pada konsep pemanfaatan energi dengan teknologi baru karena pada dasarnya teknologi nuklir sudah dikembangkan dan diterapkan sudah cukup lama.
  • Demikian halnya dengan coal classification yang masuk dalam kategori energi baru, kurang tepat karena klasifikasi batubara sudah ada dan diterapkan serta dituangkan pengaturannya di dalam UU Minerba.
  • DPD-RI berpendapat bahwa beberapa konsep perubahan termasuk mengenai inovasi dalam pemanfaatan teknologi dan dalam pemanfaatan energi nuklir batubara, gas bumi maupun sumber energi lainnya semestinya masuk pada agenda perubahan atas UU terkait. Seperti misalnya pada pembahasan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Energi dan seterusnya.
  • DPD-RI mendukung usulan kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan transisi energi. Dalam hal pemanfaatan energi terbarukan ini, DPD-RI memandang perlunya membentuk kelembagaan baru dalam pemanfaatan energi terbarukan dan dana yang dihasilkan.
  • Untuk menghindari kekhawatiran akan terjadinya banyak kelembagaan yang saat ini sudah ada, maka dapat disesuaikan dengan konsep simplifikasi atas badan yang saat ini telah ada, namun masih memungkinkan perubahan atau penambahan kewenangan. Seperti Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS) dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Jika dimungkinkan lahirnya kelembagaan baru, maka yang perlu ditambahkan dalam RUU EBET ini adalah Badan Pengelola Energi Terbarukan.
  • Demikianlah pandangan dari DPD-RI yang kami sampaikan pada forum yang terhormat ini sebagai awal pembahasan secara tripartit terhadap RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan.
  • Kami menegaskan komitmen penuh untuk terlibat dalam pembahasan secara tripartit dalam rapat-rapat Panja atas RUU ini bersama DPR-RI dan Pemerintah. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa RUU ini sangat signifikan. Oleh karena itu, DPD-RI menaruh perhatian yang sangat serius dan telah menyiapkan DIM secara komprehensif.

Menteri Badan Usaha Milik Negara

  • Kami mendorong transformasi PT. PLN secara menyeluruh karena tren baru global, suka tidak suka, kesadaran perubahan iklim terus terjadi, tentu ada peluang bagi Indonesia. Sebagai contoh, potensi panas bumi mencapai 24 Giga Watt (GW) dan pemanfaatan saat ini baru 2,4 GW. Potensi hydro mencapai 95 GW dan pemanfaatan hari ini baru 6,6 GW.
  • Transformasi PLN sudah kita lakukan dengan menjalankan holding dan sub holding, di mana holding PLN akan fokus kepada transmisi dan retail dan 2 sub holding: beyond kWH artinya di luar kelistrikan tapi ada kabel-kabel yang bermanfaat untuk ekonomi digital Indonesia yang bisa mencapai Rp4.500 Triliun pada tahun 2030. Kita coba lakukan intervensi seperti itu. Kami mencoba men-spin off sub holding power atau geothermal, di sana juga ada batu bara.
  • Transisi dari power ini, suka atau tidak suka akan ke sana, hanya catatannya adalah bagaimana transisi kondisi over supply hari ini dan membentuk biaya pemulihan atau cost recovery yang transparan dan akan jadi pembahasan Komisi 7 dan Komisi 6 DPR-RI.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan