Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Mekanisme Kerja Pembahasan RUU dan Pembentukan Panja RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) - Raker Komisi 7 dengan Menteri ESDM, Kemenkumham, dan Komite II DPD-RI

Tanggal Rapat: 24 Jan 2023, Ditulis Tanggal: 27 Feb 2023,
Komisi/AKD: Komisi 7 , Mitra Kerja: Pimpinan Komite II DPD-RI

Pada 24 Januari 2023, Komisi 7 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri ESDM, Kemenkumham, dan Komite II DPD-RI tentang mekanisme kerja pembahasan RUU dan pembentukan Panja RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Rapat dipimpin dan dibuka oleh Sugeng Suparwoto dari Fraksi Nasdem dapil Jawa Tengah 8 pada pukul 13.50 WIB. (Ilustrasi: Pemulihan Hijau)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
  • Di dalam proses pembuatan RUU tahapannya memang melalui perencanaan dan pembahasan. RUU EBET sudah berjalan sejak tahun lalu, sehingga nanti akan dilihat apakah ini bagian dari carry over atau tidak.
  • Terkait Pasal 49 Ayat 2 UU 13/2022 memang diatur bahwa Presiden menugaskan menteri yang mewakili untuk membahas RUU disertai DIM bersama DPR-RI dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak Surat Pimpinan DPR-RI diterima.
  • Nanti kita akan melihat Surat Presiden yang disampaikan ke Ketua DPR-RI di tanggal berapa. Disitulah mulai dihitung jangka waktu 60 harinya.

Menteri ESDM
  • Sebagai regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBET yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk mencapai target NDC dan NZE serta mendukung pembangunan green industry dan ekonomi nasional.
  • Kondisi sebelum RUU EBET:
    • Regulasi EBET eksisting masih tersebar dalam regulasi pada tingkat di bawah UU sehingga belum dapat menjadi landasan hukum yang kuat, komprehensif dan menjamin kepastian hukum.
    • Disharmonisasi pengaturan terkait EBET dengan regulasi K/L lain, yaitu UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air dimana RUU EBET sebagai lex specialis dari ketentuan UU SDA untuk panas bumi dan energi air.
  • Kondisi yang diharapkan setelah terbitnya RUU EBET:
    • Memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBET dan pelaksanaan program pendukungnya seperti:
      • Pembangunan PLT EBET On Grid (berbasis RUPTL), implementasi PLTS Atap, konversi PLTD ke PLT EBET, mandatori B30, Co-Firring Biomassa pada PLTU
      • Penyediaan akses energi modern dengan EBET
      • Eksplorasi panas bumi oleh pemerintah
      • Implementasi EBET off grid dan pemanfaatan langsung
      • Early retirement PLTU
      • Peningkatan infrastruktur ketenagalistrikan
      • Pajak karbon dan perdagangan karbon
    • Mengoptimalkan sumber daya EBET dalam upaya:
      • Mencapai target bauran EBET dalam Bauran Energi Nasional, serta target pengurangan emisi sebagai komitmen NDC Indonesia sesuai UU No. 16/2016 tentang pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change
      • Pengembangan EBET untuk mendukung pembangunan green industry dan ekonomi nasional
    • Memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBET
    • Menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor EBET
  • Peran penting RUU EBET:
    • Memberikan kesempatan akses, dan/atau partisipasi kepada masyarakat/stakeholder untuk penyediaan dan pemanfaatan EBET.
    • Mempercepat pengembangan energi panas bumi, air, surya, bayu, laut, dan bioenergi.
    • Pengaturan harga jual EBET.
    • Mendorong TKDN dengan mempertimbangkan ketersediaan/kemampuan dalam negeri belum cukup tersedia dan menjaga harga EBET tetap kompetitif.
    • Penguatan insentif fiskal dan non fiskal.
    • Penyediaan dukungan pemerintah berupa penyediaan tanah, infrastruktur, pembiayaan kepada BUMN dan Badan Usaha dan penjaminan pada BUMN serta pendanaan.
    • RUU EBET sebagai payung hukum transisi energi.
    • Pengaturan ekspor impor EBET.
    • Kewajiban PLN atau swasta yang memiliki wilayah usaha untuk membeli tenaga listrik dari EBET.
    • Penerapan standar portofolio energi terbarukan dan sertifikat energi terbarukan.
    • Pemanfaatan teknologi penyimpanan EBET.
    • Pengecualian larangan pendayagunaan SDA di kawasan-kawasan pelestarian alam dan dan kawasan suaka alam sebagaimana di dalam UU SDA.
    • Pungutan ekspor energi fosil dan EBET untuk pendanaan EBET.
    • Pelaksanaan riset dan inovasi untuk mendukung dan menciptakan industri energi nasional EBET.
    • Pengembangan PLTN.
  • Industri mineral memiliki peranan yang jelas dalam mendukung transisi global ke energi bersih. Jika industri mineral tidak segera meningkatkan penemuan dan pengolahan critical mineral, prosepek transisi energi dalam skala besar akan terancam. Untuk itu ada tantangan dan inovasi berupa:
    • Identifikasi dan discovery
    • Ekstraksi metal dan recovery
    • Aloyying
  • Sistematika RUU EBET: Terdiri dari XIV bab, 62 pasal, dan 574 DIM:
    • Bab I: Ketentuan Umum (definisi atau batasan pengertian) (pasal 1)
    • Bab II: Asas, tujuan, dan ruang lingkup (pasal 2-4)
    • Bab III: Penguasaan (pasal 5) (konsep penguasaan negara atas sumber EBET)
    • Bab IV: Transisi dan Peta Jalan (pasal 6-8) (pengembangan EBET untuk menggantikan energi tak terbarukan)
    • Bab V: Energi Baru (pasal 9-29)
    • Bab VI: Energi Terbarukan (pasal 30-47)
    • Bab VII: Pengelolaan lingkungan serta keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 48-49)
    • Bab VIII: Penelitian dan Pengembangan (pasal 50-52)
    • Bab IX: Harga Energi Baru dan Energi Terbarukan (pasal 53-54)
    • Bab X: Insentif (pasal 55)
    • Bab XI: Dana Energi Baru dan Energi Terbarukan (pasal 56)
    • Bab XII: Pembinaan dan Pengawasan (pasal 57-58)
    • Bab XIII: Partisipasi Masyarakat (pasal 59)
    • Bab XIV: Ketentuan Penutup (pasal 60-62)

Pimpinan Komite II DPD-RI
  • Komite II DPD-RI menyampaikan terima kasih bahwa dengan berbagai macam pertimbangan dan dinamika yang berkembang, tetapi akhirnya kita sudah bersepakat untuk bersama-sama, tripartir antara Pemerintah, DPD-RI dan DPR-RI membahas RUU ini dengan satu semangat yang sama. DPD-RI pun punya prinsip bahwa hadir sebagai solusi bukan sebagai pemangkin dan dari daerah untuk Indonesia membangun menuju satu kesejahteraan. Komitmen ini yang kami pegang terus, semoga dengan kolaborasi dan kebersamaan ini, persepsi yang sudah terbangun bersama-sama, tinggal teknis, walaupun ada dinamika yang berkembang soal Surpres, DIM, dan sebagainya, tetapi itu masalah yang bisa kita selesaikan bersama-sama, tetapi target yang sudah kita sepakati untuk bisa menyelesaikan RUU ini bisa terlaksana sesuai dengan progresnya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan