Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pokok-Pokok Panja RUU tentang Energi Baru dan energi Terbarukan - Raker Komisi 7 dengan Pemerintah dan Komite II DPD-RI

Ditulis Tanggal: 22 Nov 2023,
Komisi/AKD: Komisi 7 , Mitra Kerja: Pimpinan Komite II DPD-RI

Pada 20 November 2023, Komisi 7 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Pemerintah dan Komite II DPD-RI tentang pokok-pokok Panja RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Sugeng Suparwoto dari Fraksi Nasdem dapil Jawa Tengah 8 pada pukul 10.55 WIB. (Ilustrasi: Katadata)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri ESDM
  • Pasal 7b; Rumusan terkait Ketentuan Nilai Ekonomi Karbon:
    • Badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca pada kegiatan pengusaha pada EBET dan atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.
    • Upaya pengurangan emisi gas rumah kaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui prosedur;
      • Perdagangan emisi
      • Pengimbangan emisi GRK (offset emisi gas rumah kaca)
      • Pungutan atas karbon
      • Mekanisme lain yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
    • Pelaksanaan mekanisme perdagangan karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
    • Kegiatan investasi pengembangan EBET dan atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antar Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
  • Matriks semula menjadi substansi TKDN:
    • Pasal 24/39 RUU EBET DPR-RI:
      • Badan usaha yang mengusahakan energi baru/energi terbarukan wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri
      • Produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anatara lain:
        • Tenaga Kerja Indonesia
        • Teknologi dalam negeri
        • 'Bahan-bahan material dalam negeri
        • Komponen dalam negeri lainnya yang terkait EBET
      • Badan usaha yang mengusahakan EBET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi
      • Alih ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
      • Ketentuan lebih lanjut mengenai produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
    • Pasal 24/39 RUU EBET versi Pemerintah:
      • Badan usaha yang mengusahakan EBET wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri
      • Produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anatara lain:
        • Tenaga Kerja Indonesia
        • Teknologi dalam negeri
        • Bahan-bahan material dalam negeri
        • Komponen dalam negeri lainnya yang terkait EBET
      • Pengutaman produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
        • Ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
        • Harga EBET yang tetap kompetitif
        • Pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET
      • Badan usaha yang mengusahakan EBET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi
      • Alih ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
      • Ketentuan lebih lanjut mengenai produk dan potensi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
  • Rumusan ketentuan pemenuhan pasokan EBET (Pasal 29A dan 47A):
    • Rumusan kerja sama jaringan (DIM RUU EBET yang diserahkan kepada Kemensetneg pada 25 Agustus 2022):
      • Keharusan pemegang wilus untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik yang bersumber dari EBET
      • Mekanisme jika pemegang wilus tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen dapat diberikan pasokan listrik melalui point to point, kerja sama pemanfaatan (sewa) aset pembangkit, atau PJBL dengan pemegang wilus lainnya
      • Mekanisme dimaksud pada angka 2 dilakukan melalui usaha transmisi dan/atau distribusi atrau power wheeling
      • Untuk pelaksanaan power wheeling, wajib dibuka akses penyaluran listrik dari sumber EBET dengan mengenakan biaya yang diatur oleh pemerintah, dengan syarat tetap menjaga dan memperhatikan keandalam sistem, kualitas pelayanan pelanggan, dan keekonomian dari pemegang izin usaha transmisi dan distribusi tenaga listrik.
    • Rumusan pemenuhan kebutuhan listrik EBET berdasarkan Green RUPTL (Penyempurnaan substansi dari DIM RUU EBET yang telah diserahkan secara resmi kepada DPR-RI):
      • Untuk mengoptimalkan pemanfaatan EBET, pemegang wilus ketenagalistrikan harus memenuhi kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari EBET.
      • Pemenuhan kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari EBET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik yang memprioritaskan EBET dan dapat dilakukan dengan pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau jaringan distribusi melalui mekanisme sewa jaringan
      • Pemenuhan kebutuhan konsumen akan penyediaan tenaga listrik yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari EBET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Perwakilan Kementerian LHK
  • Indonesia sudah berkomitmen di dalam Paris Agreement dan kita sudah mengajukan Nationally Determined Contributions (NDC), mengurangi emisi 31,89% (915 juta CO2) pada tahun 2030 dengan upaya sendiri dan dengan adanya dukungan internasional sebesar 43,20% (1,24 miliar CO2) pada tahun 2030.
  • Sektor kehutanan dan energi merupakan dua backbone utama di dalam pencapaian emisi. Dari target 31,89%, sektor energi berkontribusi sebesar 12,5% atau 358 juta ton CO2 pada tahun 2030 diantaranya dari energi terbarukan sebesar 181,45 juta ton pada tahun 2030.
  • Dengan masuknya rumusan nilai ekonomi karbon ke dalam RUU EBET, maka insentif karbonnya bisa kita manfaatkan. Jadi, di samping kita memperoleh energi bersih juga bisa memperoleh additional financial lewat perdagangan emisi, offset emisi atau pungutan atas karbon.
  • Sektor persampahan juga penting masuk dalam RUU EBT, target pengurangan dengan upaya sendiri sebesar 1,4% atau 40 juta ton pada tahun 2030 tetapi kalau ada international collaboration maka targetnya menjadi 1,5% atau 43,5 juta ton tahun 2030.
  • Dengan adanya pengolahan sampah menjadi energi listrik, kita akan memperoleh energi baru terbarukan sekaligus mengklaim financial insentif dari perdagangan karbon yang saat ini sedang dirancang oleh pemerintah.
  • Beberapa aturan tentang nilai ekonomi karbon sudah disiapkan. Aturan dasarnya Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, peraturan Menteri LHK 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, sedang disusun rancangan tentang penyelenggaraan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) dan tata cara perdagangan karbon luar negeri, disamping aturan tentang sektor kehutanan dan yang lainnya sudah kita siapkan.

Perwakilan Kementerian PAN-RB
  • Kami berpedoman terhadap arahan Presiden bahwa dalam setiap pembentukan Undang-Undang dihindari untuk adanya pembentukan lembaga baru, adanya dengan mengoptimalkan sumber daya lembaga yang ada.
  • Usulan DPR-RI untuk pembentukan Badan Khusus Pengelola Dana Energi Terbarukan terbarukan, mungkin fungsi Kementerian ESDM dalam pelaksanaan kebijakan dapat lebih diperkuat dengan asesmen terhadap fungsi dan struktur organisasi kementerian ESDM untuk mengakomodasi hal-hal yang memang menjadi konsekuensi implikasi dari Undang-Undang itu.
  • Contoh, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dalam bentuk Badan Layanan Umum yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan. Jadi, pola-pola lembaga non-Eselon lebih efektif dalam konteks pengelolaan dana energi terbarukan.


Kementerian Perindustrian RI
  • Terkait mekanisme nilai ekonomi karbon di sektor energi, Pasal 7A ayat (6), DIM 115, Kementerian Perindustrian mendukung pelaksanaan nilai ekonomi karbon, ini telah sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 yang menugaskan Kementerian Perindustrian untuk menetapkan peta jalan perdagangan karbon di sektor industri, menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi bagi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) untuk sektor industri, mengembangkan infrastruktur nilai ekonomi karbon, serta melaksanakan pemantauan pelaporan dan pembinaan khususnya di sektor industri.
  • Terkait dengan mekanisme nilai ekonomi karbon ini, ada usulan dari pemerintah terkait dengan Pasal 7B yang terdiri dari 4 ayat, akan tetapi Kementerian Perindustrian belum sepenuhnya menyetujui usulan ini terutama di dalam ayat (3) yang berbunyi “pelaksanaan mekanisme perdagangan karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup”. Hal ini berpotensi terutama terkait dengan regulasi yang mengatur penggunaan produk dalam negeri. Jadi, kami mengusulkan kalimatnya menjadi “pelaksanaan mekanisme perdagangan karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Mengenai substansi amonia sebagai salah satu sumber energi baru, Pasal 9 ayat (1) huruf c, DIM 123, kami melihat bahwa amonia hijau dimungkinkan sebagai pilihan energi masa depan rendah karbon sehingga mendukung pencapaian Net Zero Emission. Namun demikian, implementasi amonia hijau membutuhkan dukungan finansial yang memadai, kecukupan regulasi, ekosistem yang kondusif, serta kepastian pasar. Dalam hal ini, kami mendukung merealisasikan amonia hijau tersebut dengan baik.
  • Dalam The Paris Declaration of Aid Effectiveness 2005 yang didukung oleh 100 negara termasuk OECD dan Indonesia, satu dari lima pilar deklarasi tersebut menyebutkan Alignment : Donor countries and organisations bring their support in line with these strategies and use local systems, meliputi sistem maupun procurement system yang telah diatur di dalam negara penerima atau dalam hal ini negara Indonesia.
  • Demikian pula Guidelines for procurement under Japanese Official Development Assistance (ODA) Loans di The Japan International Cooperation Agency (JICA) yang pada intinya membuka ruang bahwa exchange or not dan ketentuan perjanjian pinjaman dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan proyek oleh peminjam yang di dalamnya dapat diupayakan untuk mengakomodir lebih banyak kepentingan dalam negeri atau kepentingan nasional.
  • Mengenai optimalisasi pemanfaatan EBET untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau power willing, Pasal 29A dan Pasal 47A, DIM 265 dan 266 dan DIM 416 dan 417, kami melakukan konfirmasi mengingat RUPTL Hijau merupakan ketentuan untuk pemegang wilayah usaha ketenagalistrikan. Yang perlu diperjelas antara lain (1) Siapa saja yang menjadi cakupan ketentuan terkait kepentingan umum atau kebutuhan konsumen, apakah sudah melingkupi kebutuhan untuk sektor industri sebagai konsumen juga; (2) Jika ada pendirian industri dalam suatu wilayah yang masyarakat sekitarnya relatif tidak banyak dan energi hijau belum tersedia disebabkan oleh belum terjangkaunya penyediaan energi hijau oleh RUPTL dan merujuk Pasal 27 huruf c yaitu penyediaan energi baru oleh BUMN, apakah artinya industri tersebut diperbolehkan untuk mengupayakan kebutuhan energi melalui Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri (IUPTLS).

Kementerian Keuangan
  • Terkait dengan pembiayaan dan pendanaan, pemerintah selalu berusaha untuk mencari solusi yang adil dan terjangkau. Adil artinya kita meletakkan ini pada konteks bahwa kita sedang melakukan agenda global, jadi bukan hanya Indonesia sendiri, sehingga komunikasi kita dengan negara-negara maju terutama, negara sesama, dan mungkin emiter yg lebih besar daripada Indonesia, kita selalu mengemukakan bahwa kebutuhan untuk transisi energi harus adil dan prinsip ini bukan hanya untuk Indonesia saja tetapi juga untuk mayoritas negara-negara di dunia, sehingga kalau di forum internasional kita selalu mengatakan bahwa kalau global bisa membantu dan berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia secara adil dan terjangkau, maka ini juga akan membuat proses transisi yang sama di banyak negara bisa menjadi visible.
  • Prinsip adil dan terjangkau juga penting bagi masyarakat kita terutama dengan harga energi yang harus kita kelola sedemikian rupa untuk tidak terlalu memberatkan pada masyarakat. Dalam keuangan negara sudah ada mekanisme bagaimana caranya supaya beban tersebut tidak langsung berdampak pada masyarakat, akan tetapi berarti keuangan negaranya harus kita jaga, sehingga memang kami mengapresiasi bagaimana prinsip kehati-hatian dalam hal dampaknya terhadap keuangan negara kita jaga bersama-sama, sehingga kalau kita mengatakan bahwa ini adalah prinsip adil dan terjangkau.
  • Prinsip adil dan terjangkau juga bagi sisi usaha di Indonesia sehingga bagaimana caranya agar pertumbuhan ekonomi yang terus kita harapkan bisa membawa taraf hidup masyarakat terus meningkat, menurunkan tingkat kemiskinan, dan juga menjaga tingkat inflasi yaitu menjaga daya beli masyarakat. Prinsip-prinsip ini akan terus mewarnai diskusi-diskusi kita dalam mempertajam pasal-pasal.

Kementerian Keuangan
  • Terkait dengan pembiayaan dan pendanaan, pemerintah selalu berusaha untuk mencari solusi yang adil dan terjangkau. Adil artinya kita meletakkan ini pada konteks bahwa kita sedang melakukan agenda global, jadi bukan hanya Indonesia sendiri, sehingga komunikasi kita dengan negara-negara maju terutama, negara sesama, dan mungkin emiter yg lebih besar daripada Indonesia, kita selalu mengemukakan bahwa kebutuhan untuk transisi energi harus adil dan prinsip ini bukan hanya untuk Indonesia saja tetapi juga untuk mayoritas negara-negara di dunia, sehingga kalau di forum internasional kita selalu mengatakan bahwa kalau global bisa membantu dan berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia secara adil dan terjangkau, maka ini juga akan membuat proses transisi yang sama di banyak negara bisa menjadi visible.
  • Prinsip adil dan terjangkau juga penting bagi masyarakat kita terutama dengan harga energi yang harus kita kelola sedemikian rupa untuk tidak terlalu memberatkan pada masyarakat. Dalam keuangan negara sudah ada mekanisme bagaimana caranya supaya beban tersebut tidak langsung berdampak pada masyarakat, akan tetapi berarti keuangan negaranya harus kita jaga, sehingga memang kami mengapresiasi bagaimana prinsip kehati-hatian dalam hal dampaknya terhadap keuangan negara kita jaga bersama-sama, sehingga kalau kita mengatakan bahwa ini adalah prinsip adil dan terjangkau.
  • Prinsip adil dan terjangkau juga bagi sisi usaha di Indonesia sehingga bagaimana caranya agar pertumbuhan ekonomi yang terus kita harapkan bisa membawa taraf hidup masyarakat terus meningkat, menurunkan tingkat kemiskinan, dan juga menjaga tingkat inflasi yaitu menjaga daya beli masyarakat. Prinsip-prinsip ini akan terus mewarnai diskusi-diskusi kita dalam mempertajam pasal-pasal.

Pimpinan Komite II DPD-RI
  • Pada dasarnya, DPD-RI mendukung atas pembahasan RUU EBET, khususnya pengelolaan sampah menjadi energi listrik karena pemerintah daerah tidak pernah bisa mengatasi persoalan sampah ini, dengan harapan bahwa Kementerian Keuangan terus mendukung RUU EBET ini terutama pada sisi lingkungan hidup.
  • DPD-RI mengapresiasi pembahasan Panja RUU EBET utamanya berkaitan perubahan usulan ketentuan RUU EBET sebagai bentuk dari komitmen kita secara global dalam penurunan emisi. Kalimantan Timur sudah menerima Rp260 miliar dari World Bank atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, tetapi sampai saat ini dasar regulasi yang memayungi hal ini belum ada, harapannya RUU EBET akan menjadi payung hukum untuk hal itu.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan