Rangkuman Terkait
- Pandangan Umum Mini Fraksi-fraksi dan Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan – Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2023 dan Isu-Isu Aktual - Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Kinerja Pengelolaan Keuangan Haji Tahun 2023, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 dan Isu-isu Aktual – Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2023, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
- Evaluasi Pelaksanaan APBN Tahun 2023 - Raker Komisi 8 dengan Menteri Agama
- Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
- Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Haji Tahun 2023 dan Persiapan Haji Tahun 2024 – Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Pembahasan Rencana Strategis Tahun 2022-2027, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1445 H/2024 M dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Komponen BPIH 1445 H/2024 M dan Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) - RDP Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji, Dirut PT Garuda Indonesia, dan Dirut Saudia Airlines
- Komponen Biaya Penerbangan Haji Tahun 1445 H/2024 M - RDP Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Dirjen Perhubungan Udara dan Darat Kemenhub, Dirut Angkasa Pura I & II, Dirut Pertamina Patra Niaga, dan Dirut AirNav
- Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/2023 M, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Laporan Keuangan Penyelenggaraan Haji Tahun 1444 H/2023 M yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran BNPB TA 2022, Laporan Pelaksanaan Anggaran BNPB TA 2023, dan Pembahasan RKA K/L BNPB TA 2024 - Raker Komisi 8 dengan Kepala BNPB
- Permasalahan Hak Asuh Anak di Indonesia — Komisi 8 DPR-RI Audiensi dengan Perkumpulan Pejuang Anak Indonesia (PPAI)
- Pembahasan Perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atas Usulan Penambahan Kuota Haji Tahun 1444 H/2023 M — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji
- Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H / 2023 M dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Pembahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak - Rapat Panja Komisi 8 dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
- Pembahasan Komponen Biaya Penerbangan dan Kesehatan Haji Tahun 1444 H - Rapat Panja Komisi 8 dengan Dirjen PIHU Kemenag RI, Dirjen PU dan Dirjen PD Kemenhub RI, Dirut PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura lI, PT Pertamina, dan PT AIRNAV Indonesia
- Pandangan Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Laporan Komisi 8 DPR-RI Atas Hasil Uji Kelayakan Calon Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dari Unsur Masyarakat Periode 2022-2027 dan Lain-Lain — Rapat Paripurna DPR-RI ke-5
- Rekomendasi terhadap Penyusunan RUU tentang Pondok Pesantren — Audiensi Komisi 8 DPR-RI dengan Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PERGUNU)
- Masukan/Pandangan terhadap RUU tentang Pondok Pesantren — Komisi 8 DPR-RI Audiensi dengan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PerguNU)
- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2018 — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
Komisi / Alat Kelengkapan Dewan
Panja RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak - RDP Komisi 8 dengan Ketua KPAI dan Kepala BKKBN
Tanggal Rapat: 17 Jan 2023, Ditulis Tanggal: 27 Feb 2023,Komisi/AKD: Komisi 8 , Mitra Kerja: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Pada 17 Januari 2023, Komisi 8 DPR-RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan Ketua KPAI dan Kepala BKKBN tentang Panja RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Diah Pitaloka dari Fraksi PDIP dapil Jawa Barat 3 pada pukul 13.00 WIB. (Ilustrasi: Wajibbaca.com)
Pemaparan Mitra
Berikut merupakan pemaparan mitra:
BKKBN
- Dalam hal menjalankan tugas untuk pembangunan kependudukan BKKBN itu mengacu pada Undang - Undang Nomor 52 Tahun 2009. Memang amanatnya menjaga pertumbuhan penduduk yang seimbang kemudian tentang keluarga Itu keluarga yang berkualitas.
- Sehingga presiden memberikan amanah kepada BKKBN pembangunan keluarga adalah pondasi utama dan kemudian merupakan fase puncak periode bonus demografi yang harus dijaga, dan tentu ini kita menghadapi 2045 Indonesia emas dan generasi emas milenial itu dominan sekarang
- Total fertility rate turun secara baik dari tahun 1970 sampai di era reformasi menjadi sekitar 2,6 dan setelah itu kemudian flat selama hampir 10 tahun tetapi sejak tahun 2012 mulai turun lagi dan sampai sekarang ini sudah menyentuh 2,2. Sehingga satu perempuan rata-rata melahirkan anak 2,2 hari ini di Indonesia yang kita jaga. Jangan sampai satu perempuan tidak melahirkan anak satu perempuan karena bisa menjadi zero growth atau bahkan minus growth.
- Setelah total fertility rate turun sampailah pada situasi di mana kita ada proporsi penduduk yang usia produktif jauh lebih melimpah dibandingkan yang tidak produktif. Sehingga dependensasi rasio bisa ada di provinsi yang angkanya 41. Artinya setiap 100 orang yang produktif hanya menanggung 41.
- Kalau remaja-remaja kita itu kawin pada usia dini, putus sekolah, jumlah anaknya banyak, jaraknya dekat-dekat, kematian anaknya tinggi, kematian ibunya tinggi kemudian banyak yang tidak bekerja akhirnya stuntingnya akan tinggi dan kualitas SDM-nya juga akan rendah. SDG juga menjadi berat untuk dicapai. Dan itu menjadi Misdemografi.
- Inilah yang kemudian melatarbelakangi visi Indonesia 45 yang harus memiliki kecerdasan yang komprehensif, harus sehat dan juga tentu punya peradaban, punya karakter dan juga ada rasa damai di dalam keluarga.
- Ke depan, memang proporsi usia 15 sampai 64 itu cukup tinggi akan tetapi ada warningnya karena kualitasnya yang diukur dari stunting itu tahun 2021 akhir masih 24,4% Insyaallah di Tahun 2022 ini baru akan diumumkan oleh Menteri Kesehatan 21 sekian persen. Jadi ada penurunan yang signifikan satu tahun terakhir tetapi juga masih banyak kesenjangan. Di mana banyak provinsi yang stuntingnya tinggi.
- Ibu kalau didefinisikan sebagai yang sudah nikah tapi sebetulnya ibu itu butuh persiapan. Jadi jangan sampai nanti di undang-undang ini persiapan pranikah itu tidak masuk. Karena kami juga sudah MOU dengan Menteri Agama bahwa untuk 3 bulan sebelum nikah itu harus diperiksa dan dikeluarkan sertifikat hasil pemeriksaan dan kalau belum ada sertifikatnya jangan dinikahkan. Tapi kalau hasil sertifikatnya Ini hasilnya tidak sehat boleh dinikahkan kemudian dikasih nasehat mungkin kalau belum memenuhi syarat hamil pakai kondom atau pakai pil yang tidak berdampak yang serius. Sehingga kami punya pendapat juga bahwa alangkah baiknya karena kalau ibu itu didefinisikan sebagai yang sudah nikah maka mungkin sebelum jadi ibu ini mungkin ada tempatnya di dalam pasal nantinya.
- Ibu hamil penting sekali di Indonesia dituangkan dalam bentuk undang-undang. Saya kira sangat baik karena yang hamil banyak sekali 4,8 juta jadi bangsa kita itu setiap tahun melahirkan satu negara Singapura karena satu negara Singapura penduduknya 4 juta. Mencegah stunting itu sebetulnya lebih mudah daripada mengatasi kalau mengatasi sudah given hanya punya waktu 10 hari.
- Tidak banyak yang memikirkan pre-konsepsi bagaimana untuk hamil. Yang dipikirkan pre-wedding. Kalau ini dituangkan bahwa wajib bagi orang yang mau nikah ini pemerintah harus mengurus berbagai macam hal akan sangat mudah sekali untuk menurunkan stunting dan meningkatkan kualitas SDM.
- BKKBN punya tim pendamping keluarga. Kita punya 200.000 tim pendamping keluarga yang itu jumlahnya 600.000 orang. Karena jumlah yang hamil 4,8 juta jadi 1 orang tim pendamping cukup mendampingi hanya 8 orang hamil. Yang nikah 2 juta juga didampingi. Sehingga mungkin mendampingi yang hamil sama yang nikah cukup untuk dari tim pendamping keluarga. Sehingga kalau seandainya nanti tertuang dalam undang-undang sebagai suatu kewajiban atau hak bagi orang yang mau nikah atau mau hamil kita sudah menyiapkan infrastrukturnya.
- BKKBN merasa sedih terkait dengan dispensasi yang akhir-akhir ini menjadi apa trending topic kemarin di mana itu Ponorogo Ponorogo sampai berapa kasus itu sebetulnya Kami sering dia Mohon maaf ini karena ilmu saya ilmu dokter ya kalau misalkan orang menahan hawa nafsu enggak bisa daripada zina lebih baik dinikahkan tapi apa enggak lebih baik puasa menahan diri itu karena sebetulnya Allah itu menciptakan panggul itu seperti ini jadi Allah dan menciptakan kepala bayi itu seperti ini diciptakan untuk diameternya 10 cm
- Dalam meningkatkan kualitas SDM, BKKBN diberi tugas untuk menurunkan stunting. Perpres No 72 mengamanahkan kami menjadi ketua, Wakil presiden sebagai ketua pengarah. 1000 hari memang clear bahwa di dalam 1 hari itu ubun-ubun masih terbuka begitu 1000 hari sampai 96% menutup. Semua otak sudah tidak punya kesempatan sehingga kalau undang-undang mengamanahkan misalkan 1000 hari ini betul-betul harus terurus dan mendapatkan bantuan itu sangat baik dan bijaksana.
- Di dalam Bab 1
- Ketentuan umum pasal pertama, pokok pembahasan pada ayat ke-2 yaitu tentang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak adalah upaya yang terarah terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal ini kami memberikan catatan barangkali Kita juga bisa memberikan pengakuan kepada Pemerintah Desa. Kemudian dalam ayat ke-5 mengenai definisi dari keluarga. Definisi keluarga yang tercantum di dalam RUU itu sama dengan definisi undang-undang tentang keluarga Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2022 yang artinya ini adalah Extended family. Tetapi definisi keluarga ini kalau kita perhatikan dari undang-undang nomor 52 tahun 2009 memang berbeda karena Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang keluarga ini adalah nukleus family. Jadi keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.
- Pasal 4 ayat pertama ini adalah tentang hak dari ibu pada huruf a “mendapatkan pelayanan kesehatan sebelum kehamilan masa kehamilan saat melahirkan dan pasca melahirkan”. Catatan kami apakah setiap ibu yang mendapatkan pelayanan kesehatan memang langsung terkait dengan fungsi reproduksinya. Dan pada huruf c “mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan atau keluarga”. Catatan kami barangkali penting sekali untuk menggarisbawahi fungsi pendampingan, apakah memang hanya diberikan saat melahirkan atau keguguran. Kemudian pada huruf d “mendapatkan perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas sarana dan prasarana umum”. Kami hanya memberikan masukan apakah kita perlu melakukan re-wording bahasa fasilitas yang khusus seakan-akan ini memberikan makna diskriminatif itu apakah lebih baik menggunakan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan.
- Pasal 10 ayat 1 tentang kewajiban ibu yang pertama. Pada huruf a “setiap Ibu wajib menjaga kesehatan diri selama kehamilan”. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Kepala, tidak hanya pada selama kehamilan saja tapi penting juga sebelum, selama dan pasca melahirkan. Dan pada ayat 2 bahwa sebagaiaman ayat 1 dilaksanakan dan ditanggung bersama oleh ibu dan ayah demi kepentingan anak dengan dukungan keluarga dan lingkungan barangkali di sini juga catatan kami adalah isu tentang bahasa bahasa pemaknaan “ditanggung”. Ini barangkali kita bisa menggunakan bahasa “dilaksanakan” karena jangan sampai seakan-akan ini dimaknai oleh ayah ibu sebagai beban. Ada juga bersama oleh ibu dan ayah, kami juga merujuk pada tipologi keluarga. Sesuai dengan pasal 1 ayat 5 mungkin ini bisa diganti ibu dan atau Ayah. Kemudian pada pasal Pada Pasal 10 ayat 3 dalam hal Ibu meninggal dunia, Ibu terpisah dari anak atau Ibu secara medis tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kewajiban Ibu dibebankan kepada ayah dan atau keluarga. Menurut kami ini kita perlu mencermati bahasa “kewajiban” kemudian dibebankan seakan-akan pemaknaannya adalah kewajiban huruf a sampai dengan I itu prioritas atau utama dilakukan oleh ibu. Jadi ketika ibu dalam konteks ini meninggal dunia dan seterusnya maka dibebankan kepada ayah dan atau keluarga. Barangkali ini kalau dirujuk dari ayat sebelumnya kita mungkin lebih konsisten karena ini sebenarnya harusnya dilakukan secara bersama.
- Bab 3:
- Pasal 11 tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertugas. Barangkali kita perlu ada pemilihan tugas pemerintah pusat dan juga apa yang menjadi tugas pemerintah daerah. Kita bisa mengacu pada undang-undang 23 tahun 2004 dan kita juga kami juga sudah mempelajari tugas-tugas yang didefinisikan di dalam pasal 11 dan barangkali juga perlu ada muatan tentang tugas pemerintah daerah dan juga pusat untuk peningkatan kapasitas dan kompetensi baik itu penyelenggara dan juga masyarakat. Kemudian Huruf F “mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Kami sudah merujuk pada pasal sebelumnya maka ketika juga ada semacam pengakuan dari positioning Pemerintah Desa maka ini juga bisa dimasukkan tentang potensi penggunaan dana APBDes. Kemudian pada bab 3 pasal Kesejahteraan ibu dan anak meliputi perencanaan pelaksanaan pengawasan dan evaluasi, kami melihat di sini perlu untuk mencakup kebutuhan pendataan dari ibu dan anak yang berbasis by name by address sehingga akan mudah sekali untuk dilakukan intervensi serta kebutuhan pelaporan.
- Pada pasal 16 ayat 4, sebagai upaya pencegahan di mana ini menjadi prioritas sebagai dasar perencanaan yang meliputi indeks pembangunan keluarga atau (iBangga) dan sebelum pada angka kematian ibu dan anak kita juga sudah bisa memprioritaskan pencegahan dalam representasinya angka morbiditas ibu dan anak jadi tidak hanya mortalitasnya saja
- Pasal 18 ayat 2 tentang pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak, perlu ada penjelasan kriterian ibu dan anak penerima bantuan sosial
- Pasal 18 ayat 4 tentang ketentuan lebih lanjut pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak diatur dalam peraturan pemerintah. Perlu ada pengaturan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kesejahteraann ibu dan anak oleh Pemerintah Daerah Provinsidan Kab/kota melalui Peraturan Daerah.
- Pasal 19 ayat 2 tentang kemampuan keluarga. Pembangunan keluarga telah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan daerah pemerintah daerah kab/kota melalui UU 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan keluarga
- Pasal 20 ayat 2 huruf e, bahasa “kesehatan khusus” perlu di rewording menjadi “fasilitas ksehatan sesuai kebutuhan”, pertimbangan bahasa kesehatan khusus kurang sejalan dengan prinsip tidak diskriminatif.
- Pasal 22 ayat 2. Perlu ditambahkan : d. Dukungan fasilitas, sarana dan prasarana tersebut fi lembaga pemasyarakatan, e. Dukungan fasilitas, sarana, dan prasarana di tempat tertentu lainnya
- Pasal 24 ayat 2. Sebaiknya dapat dipilah edukasi kepada ibu dan anak. Tambahan edukasi untuk ibu yaitu edukasi ketahanan keluarga. Edukasi untuk anak antara lain:
- Keterampilan hidup sehat dengan menghindari seks bebas, menikah dini, dan penggunaan NAPZA
- Penanaman nilai-nilai luhur budaya
- Praktik 8 fungsi keluarga
- Penggunaan media digital yang sehat
- Pasal 25 ayat 1. Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum tidak hanya diberikan bagi ibu yang tidak memiliki kemampuan ekonomi dan menghadapi masalah hukum tetapi juga bagi anak yang bermasalah dengan hukum. Pada ayat 2, bahasa “khusus” perlu di rewording menjadi “sesuai” kebutuhan. Pertimbangan kata “khusus” kurang sejalan dengan prinsip tidak diskriminatif
- Pasal 26 ayat 4. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : penyalahgunaan dalam kegiatan politik, sengketa bersenjata, pelibatan kerusuhan, pelibatan unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan dan kejahatan seksual.
- Pasal 31 ayat 1. Apakah kita akan bisa mengintegrasikan kebutuhan data di dalam RUU KIA dengan sistem informasi keluarga yang sudah dibangun dan juga memiliki landasan yang cukup kuat berdasarkan undang-undang nomor 52 tahun 2009 khususnya pada pasal 49 dan juga pasal 50. Dan undang-undang 52 tahun 2009 tentang Sistem Informasi Keluarga ini juga sudah diterjemahkan di dalam PP No. 87 Tahun 2014 di mana sistem informasi keluarga ini bertujuan untuk menyediakan data dan juga digunakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dasar penetapan kebijakan dan penyelenggaraan perkembangan kependudukan pembangunan keluarga keluarga berencana dan pembangunan lainnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
- Dengan merosotnya moralitas anak dan dampak patologis yang luar biasa, disinilah bersarangnya pelanggaran hak anak.
- Setiap hari kita didesak problematika yang tidak biasa, bukan hanya kejahatan seksual dan percabulan tetapi juga diskriminasi yang hebat. Misal, kasus penculikan yang berujung pembunuhan bahkan sampai menjual organ tubuh. Ini menjadi pemikiran yang sangat serius untuk anak-anak, baik dari perspektif pelanggaran hak atas anak, juga rasa non-kemanusiaan dari internet yang mendorong anak-anak nekad dan biadab.
- Kesejahteraan Ibu dan Anak juga akan punya perspektif dalam menekan situasi-situasi yang terlaporkan anak berkonflik hukum sedemikian tinggi di KPAI. Ketika usia tertentu tapi harus restorative justice, mengapa ini terjadi?
- Dalam dimensi anak, bagaimana sesungguhnya mengetengahkan partisipasi anak, misalnya anak mendapatkan edukasi langsung, anak mendapat hak yang sehat dan memastikan lingkungan keluarga yang sehat. Degradasi moral adalah persoalan bersama, bukan soal orang tua yang tidak mengasuh dengan baik atau membiarkan, tapi ini persoalan kompleks.
Pemantauan Rapat
Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:
Untuk membaca rangkuman rapat ini selengkapnya (respon anggota DPR dan kesimpulan rapat), mohon hubungi team kami di konten.wikidpr@gmail.com
Rangkuman Terkait
- Pandangan Umum Mini Fraksi-fraksi dan Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan – Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2023 dan Isu-Isu Aktual - Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Kinerja Pengelolaan Keuangan Haji Tahun 2023, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 dan Isu-isu Aktual – Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2023, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
- Evaluasi Pelaksanaan APBN Tahun 2023 - Raker Komisi 8 dengan Menteri Agama
- Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama
- Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Haji Tahun 2023 dan Persiapan Haji Tahun 2024 – Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Pembahasan Rencana Strategis Tahun 2022-2027, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1445 H/2024 M dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Komponen BPIH 1445 H/2024 M dan Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) - RDP Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji, Dirut PT Garuda Indonesia, dan Dirut Saudia Airlines
- Komponen Biaya Penerbangan Haji Tahun 1445 H/2024 M - RDP Komisi 8 dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Dirjen Perhubungan Udara dan Darat Kemenhub, Dirut Angkasa Pura I & II, Dirut Pertamina Patra Niaga, dan Dirut AirNav
- Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/2023 M, dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Laporan Keuangan Penyelenggaraan Haji Tahun 1444 H/2023 M yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
- Evaluasi Pelaksanaan Anggaran BNPB TA 2022, Laporan Pelaksanaan Anggaran BNPB TA 2023, dan Pembahasan RKA K/L BNPB TA 2024 - Raker Komisi 8 dengan Kepala BNPB
- Permasalahan Hak Asuh Anak di Indonesia — Komisi 8 DPR-RI Audiensi dengan Perkumpulan Pejuang Anak Indonesia (PPAI)
- Pembahasan Perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atas Usulan Penambahan Kuota Haji Tahun 1444 H/2023 M — Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji
- Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H / 2023 M dan lain-lain — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI
- Pembahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak - Rapat Panja Komisi 8 dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
- Pembahasan Komponen Biaya Penerbangan dan Kesehatan Haji Tahun 1444 H - Rapat Panja Komisi 8 dengan Dirjen PIHU Kemenag RI, Dirjen PU dan Dirjen PD Kemenhub RI, Dirut PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura lI, PT Pertamina, dan PT AIRNAV Indonesia
- Pandangan Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Laporan Komisi 8 DPR-RI Atas Hasil Uji Kelayakan Calon Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dari Unsur Masyarakat Periode 2022-2027 dan Lain-Lain — Rapat Paripurna DPR-RI ke-5
- Rekomendasi terhadap Penyusunan RUU tentang Pondok Pesantren — Audiensi Komisi 8 DPR-RI dengan Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PERGUNU)
- Masukan/Pandangan terhadap RUU tentang Pondok Pesantren — Komisi 8 DPR-RI Audiensi dengan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PerguNU)
- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2018 — Komisi 8 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama