Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Penanganannya — Komisi 8 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI

Tanggal Rapat: 16 Apr 2018, Ditulis Tanggal: 1 Oct 2020,
Komisi/AKD: Komisi 8 , Mitra Kerja: Menteri Agama RI→Lukman Hakim Saifuddin

Pada 16 April 2018, Komisi 8 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agama RI mengenai Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Penanganannya. Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Ali Taher dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Banten 3 pada pukul 19:46 WIB. Sebagai pengantar rapat, Ali Taher menyampaikan bahwa Raker ini diselenggarakan untuk membahas jamaah umrah yang gagal menjalankan ibadah umrah padahal sudah menyetorkan uang. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang berkaitan dengan pembinaan, pelayanan administrasi, dan perlindungan bagi para jamaah umrah. (ilustrasi: matapublik.co)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Agama RI → Lukman Hakim Saifuddin
  • Menteri Agama RI mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dari Komisi 8 DPR-RI terhadap upaya dan program yang dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) selama ini.
  • Fenomena umrah di Indonesia mengalami lonjakan yang cukup signifikan dari sisi jumlah dan perubahan karakteristik jamaah umrah itu sendiri. Ketika kuota haji belum seperti sekarang, ketika orang bisa melakukan haji tanpa harus mengantre sekian lama, maka jamaah umrah didominasi oleh kalangan ekonomi menengah keatas yang sudah pernah berhaji, karena belum pernah berhaji maka memprioritaskan ibadah haji terlebih dahulu. Namun karena kuota haji terbatas, maka sebagian masyarakat tidak cukup bersabar sehingga mereka semua ingin umrah, sehingga tipologi berubah. Dahulu jamaah banyak yang dari kalangan atas dan sekarang banyak yang kalangan bawah serta melonjaknya jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). 
  • Dasar hukum penyelenggaraan umrah ada 3 yaitu undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri. 
  • Terkait penyelenggaraan umrah, Kemenag RI tidak mengambil peran sebagai operator, Kemenag RI hanya fokus kepada haji. Kemenag menyerahkan urusan umrah kepada masyarakat, Kemenag hanya sebagai pengawas.
  • Terkait berbagai persoalan yang muncul, Kemenag melakukan penguatan regulasi karena Kemenag merasa bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sangat minim mengatur pengaturan tentang umrah, dimana hanya terdapat 4 pasal saja dan Peraturan Pemerintah yang ada juga belum cukup memadai. 
  • Penyelenggaraan umrah digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan.
  • Beberapa jamaah umrah melalui travel umrah yang menyeberang melalui Turki, Syuriah, dan lain-lain ke negara yang dilarang untuk dikunjungi serta terjadinya bisnis lain.
  • Menteri Agama RI menghimbau agar seluruh PPIU, calon jamaah umrah, dan juga Pemerintah harus memiliki mindset bahwa umrah adalah ibadah. Prinsip syariah menjadi landasan utama dalam pengelolaan ibadah umroh ini.
  • Menteri Agama RI menekankan berkali-kali bahwa travel umrah tidak boleh menjalankan bisnis yang bertentangan dengan umrah.
  • Kemenag RI sedang melakukan pengetatan perizinan.
  • Kemenag RI melakukan penetapan biaya referensi sebesar Rp20.000.000, dimaksudkan agar diantara PPIU tidak ada lagi yang berlomba-lomba mempromosikan harga semurah mungkin untuk mencari jamaah sebanyak-banyaknya.
  • Setiap PPIU harus membuat kontrak dan perjanjian tertulis dengan jamaah mengenai hak-hak jamaah dan harus memenuhi standar minimum. 
  • Maskapai penerbangan yang digunakan maksimal transit 1 (satu) kali.
  • Harus ada kepastian terkait waktu jamaah diberangkatkan. Maksimal 6 (enam) bulan sejak jamaah mendaftar, maka jamaah harus sudah diberangkatkan. Bahkan, sejak 3 (tiga) bulan jamaah melunasi, itu sudah harus diberangkatkan.
  • Menag RI sudah melakukan akreditasi biro-biro travel dengan ketat dan secara berkala. Setiap 2 (dua) tahun Kemenag RI melakukan akreditasi secara ketat serta keterlibatan kantor wilayah dalam proses akreditasi dan pengawasan sudah ditingkatkan.
  • Melalui revisi Peraturan Menteri Agama diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi belakangan ini.
  • Semua PPIU harus masuk kedalam jaringan sistem terpadu SIPATUH. Jika ada PPIU yang tidak berintegrasi dengan sistem ini, maka akan dicabut izinnya. 
  • Setiap jamaah yang daftar di PPIU akan mendapat nomor registrasi, maka dengan itu bisa mengakses biro travelnya. Lalu, proses pengurusannya akan diketahui, sehingga jamaah mengetahui jadwal keberangkatan, maskapai, proses visa, bahkan sampai menu makanannya.
  • Standar pelayanan minimum dari PPIU dapat diakses melalui aplikasi SIPATUH.
  • Kemenag RI telah memberikan penekanan kepada setiap asosiasi. Asosiasi adalah himpunan para PPIU, dahulu ada 4 asosiasi namun sekarang sudah menjadi satu. 
  • Dalam memenuhi permintaan pemerintah Saudi Arabia hendaknya setiap negara hanya diwakili 1 (satu) asosiasi saja, dengan ini Kemenag RI juga diuntungkan dengan adanya satu asosiasi.
  • Aplikasi SIPATUH terkoneksi dengan Dinas Dukcapil, dan Kemenag RI terus  berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri RI. Aplikasi SIPATUH sudah selesai dan siap diimplementasikan. Rencananya akan launcing pada minggu ke 3 di bulan April.
  • Dalam hal pengawasan, Kemenag RI terus berkoordinasi dengan beberapa kementerian, bahkan dengan Otoritas Jasa Keuangan dan secara khusus Kemenag RI telah membuat satuan tugas untuk melihat dan memantau perkembangan keuangan masing-masing PPIU agar dana jamaah tidak digunakan untuk hal-hal selain untuk keperluan umrah.
  • Terdapat 13 PPIU yang dicabut izinnya oleh Kemenag RI.
  • Pelanggaran yang dilakukan oleh biro travel yang tidak berizin langsung ditangani oleh Bareskrim. Kemenag RI hanya menangani masalah pada biro travel yang berizin.
  • Para korban jamaah umrah dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
    • Korban yang tetap ingin berangkat umrah meski harus menambah biaya tambahan
    • Korban yang ingin berangkat umrah, namun tidak mau menambah biaya tambahan
    • Koban yang sudah tidak mau berangkat, namun meminta uangnya dikembalikan
    • Korban yang sudah tidak mengharapkan berangkat umrah dan tidak meminta uang kembali namun meminta agar berkas/dokumen miliknya dikembalikan
    • Untuk korban kategori 1 dan 4 mudah diselesaikan. Untuk kategori 2 dan 3 masih susah diselesaikan karena masalah ini dalam proses hukum bahkan kasus First Travel sudah masuk ke pengadilan. Kedua kategori ini tidak ada pilihan lain selain menunggu putusan pengadilan. 
  • Kemenag RI terus berkoordinasi dengan Kepolisian RI dengan berbagi tugas dimana Kepolisian RI melakukan investigasi sedangkan Kemenag RI membuka posko.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan