Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Permasalahan BPJS Kesehatan — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Koordinator BPJS Watch, Tim Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

Tanggal Rapat: 27 Aug 2015, Ditulis Tanggal: 2 Sep 2021,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Koordinator BPJS Watch, Tim Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

Pada 27 Agustus 2015, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Koordinator BPJS Watch, Tim Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengenai Permasalahan BPJS Kesehatan. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Syamsul Bachri dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Sulawesi Selatan 2 pada pukul 10.49 WIB. (ilustrasi: superyou.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Koordinator BPJS Watch, Tim Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

Koordinator BPJS Watch

  • Permasalahan yang dihadapi adalah pelayanan yang masih lamban dan kantor BPJS yang belum tersebar secara merata.
  • BPJS Watch memohon bantuan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
  • Peralatan kesehatan yang berada di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di desa dan dusun masih kurang memadai, karena keterbatasan anggaran. Contohnya, seperti stetoskop yang sudah berkarat.
  • BPJS Watch mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang harus membayar Rp400.000 terlebih dahulu jika ingin membuat BPJS Kelas 2.
  • Pembayaran iuran dengan sistem online sering bermasalah. Contohnya, seperti ada orang yang terkena denda. Padahal, ia tidak telat membayar iuran.
  • Seharusnya, BPJS membuka pos pembayaran di desa-desa agar mudah diakses oleh masyarakat di pedesaan.
  • Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 mengharuskan janin yang masih dalam kandungan untuk membayar iuran. Padahal, kita belum tahu janin ini akan lahir ke dunia atau tidak, karena hak janin masih melekat pada ibunya.
  • BPJS Watch meminta bantuan kepada DPR-RI, karena yang disampaikan tidak mengada-ada, dan pada prinsipnya asuransi itu bersifat sosial, bukan nirlaba.
  • Seharusnya, BPJS dapat langsung digunakan saat itu juga. Tidak harus menunggu 14 hari lagi jika ingin menggunakan BPJS.
  • Semua rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung dan Semarang harus memiliki standar rumah sakit seperti RS Cipto Mangunkusumo agar tidak kewalahan melayani pasien.
  • Tidak semua RS kelas C dan D memiliki ruang intensif, sehingga pasien dilempar-lempar dan juga belum ada RS menggunakan sistem online, sehingga keluarga pasien menjadi kerepotan. 
  • Pelayanan di beberapa RS juga tidak 24 jam. Padahal, sakit itu tidak mengenal waktu.
  • Masih sering terjadi pelayanan kesehatan yang setengah hati, seperti pasien miskin yang ditelantarkan di pinggir Unit Gawat Darurat (UGD) dengan alasan tidak ada kamar, sedangkan orang-orang yang memiliki BPJS kelas atas langsung tersedia.
  • Banyak RS swasta yang belum bekerja sama dengan BPJS. Padahal, di sekitar RS tersebut banyak pabrik-pabrik yang mana buruh pabrik tersebut ketika berobat pasti perginya ke RS tersebut. Namun, tidak bisa ter-cover oleh BPJS. Oleh karena itu, RS swasta perlu ditarik agar dapat bekerja sama dengan BPJS.
  • Jika berkunjung ke Banten, dapat mendatangi RS Nisa, RS tersebut selalu mengalami surplus dan berbanding terbalik dengan RS milik Pemerintah yang mengalami kerugian.

Tim Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch

  • Janin dalam kandungan menjadi peserta BPJS ini tidak logis. Jamkes Watch memandang janin belum memiliki nyawa, sehingga tidak pantas didaftarkan kepesertaan BPJS.
  • Terkait dengan Coordination of Benefit (CoB), belum dapat berjalan dengan maksimal dan keputusan direksi jauh dari yang telah diharapkan.
  • Ada beberapa RS yang menolak pasien dan menekan biaya kepada BPJS tanpa adanya alasan yang jelas.
  • Patut dipikirkan nasib masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan.
  • Pemerintah harus membangun RS dan Puskesmas, serta klinik-klinik baru yang memadai.
  • Perbedaan pelayanan pasien umum dengan pasien BPJS menyedihkan.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)

  • Industri asuransi jiwa dan asuransi umum sudah ada sejak lama sebelum adanya asuransi kesehatan.
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 23 Ayat 4 dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 24, isinya membahas pasien yang ingin mengikuti asuransi tambahan.
  • Sejak April-Desember 2014, sudah ada 27 perusahaan asuransi jiwa dan 25 asuransi umum.
  • Tujuan koordinasi manfaat untuk memastikan korban bukan lagi berasal dari asuransi tambahan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan