Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Perkembangan Peninjauan Manfaat Jaminan Kesehatan sesuai Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap Standar - Raker Komisi 9 dengan Menteri Kesehatan, Kepala DJSN, dan Dirut BPJS Kesehatan

Tanggal Rapat: 25 Jan 2022, Ditulis Tanggal: 9 Feb 2022,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Dirut BPJS Kesehatan

Pada 25 Januari 2022, Komisi 9 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan, Kepala DJSN, dan Dirut BPJS Kesehatan tentang perkembangan peninjauan manfaat jaminan kesehatan sesuai Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan kelas rawat inap standar. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Felly Estelita Runtuwene dari Fraksi Nasdem dapil Sulawesi Utara pada pukul 10.37 WIB. (Ilustrasi: Berpendidikan.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Kesehatan
  • Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) menjadi tupoksinya di DJSN, sedangkan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) menjadi tupoksinya di Kementerian Kesehatan. Pada rapat ini, Kementerian Kesehatan akan membahas mengenai KDK dan keselarasannya dengan peta jalan program jaminan sosial tahun 2021-2024.
  • Di dalam peta jalan jaminan sosial 2021-2024, ada 4 strategi terkait dengan bidang jaminan sosial: (1) penguatan perundang-undangan terkait bidang jaminan sosial, (2) pengembangan program jaminan sosial, (3) penguatan kelembagaan jaminan sosial, dan (4) penguatan sistem monitoring dan evaluasi. Jadi, ada 4 strategi di peta jalan jaminan sosial 2021 dan 2024 dan yang terkait dengan KDK adalah strategi yang kedua dari peta jalan jaminan sosial ini, yaitu pengembangan program jaminan sosial. Di dalam strategi nomor 2 ini ada sekitar 20-an lebih arah kebijakan yang dimasukkan ke dalam peta jalan ini dan beberapa arah kebijakannya yaitu; (1) mengenai penyusunan paket manfaat berdasarkan hasil kebutuhan dasar KDK, (2) mendukung standar pelayanan di faskes dengan penerapan KDK, (3) penerapan kebijakan untuk urun biaya; dan (4) monitoring dan evaluasinya agar kita bisa melihat ini secara berkala.
  • Kementerian Kesehatan juga menyelaraskan agar program berbasis KDK untuk pengembangan program jaminan sosial selaras dengan transformasi sistem kesehatan kita terutama dengan transformasi nomor 4, yaitu transformasi sistem pembiayaan kesehatan dan juga transformasi nomor 1b dan 1c, yaitu transformasi layanan primer dan pencegahan di layanan primer. Mengenai rincian dari KDK yang akan kita gunakan sebagai basis untuk menentukan manfaat JKN ke depannya.
  • Konsep manfaat jaminan kesehatan berbasis KDK, sudah dirumuskan adalah bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, memelihara kesehatan, kegiatan promotif dan preventif, menghilangkan gangguan kesehatan yang sifatnya kuratif dan rehabilitatif, dan juga dilakukan sesuai dengan pola epidemiologinya. Sudah ditentukan juga dengan melibatkan akademisi, organisasi profesi, BPJS Kesehatan, DJSN, dan Kementerian Keuangan bahwa kriteria manfaat JKN yang berbasis KDK adalah yang bersifat upaya kesehatan perorangan, karena kalau bersifat upaya kesehatan masyarakat akan ditanggung oleh negara. Pelayanannya harus ada standarnya, harus cost effective, penyakit yang kita masukkan memberikan ketidakpastian dari biaya dan risiko yang luar biasa tinggi, sehingga dpt mengganggu kehidupan dan produktivitas yang bersangkutan, dan yang penting juga adalah bahwa KDK ini tidak boleh overlap dengan program-program lain yang sudah ada dan sudah dijalankan oleh Pemerintah.
  • Kementerian Kesehatan melihat bahwa memang penyakit katastropik ini semakin lama semakin naik. Ini yang menyebabkan penderitaan masyarakat jadi tidak produktif karena tidak bisa bekerja, harus tinggal di rumah atau di rumah sakit dan juga akan membebani negara paling besar.
  • Dari hasil analisa di BPJS, Kemenkes melihat bahwa penyakit jantung itu membebani negara Rp10T, kanker Rp3,5T, stroke Rp2,5T, dan gagal ginjal Rp2,3T. Ini adalah penyakit-penyakit katastropik yang sebenarnya kita bisa lakukan pencegahannya.
  • Kemenkes mulai melakukan ekspansi dari program imunisasi yang nanti akan dimasukkan ke ADK, karena salah satu penyakit yang paling banyak membuat wanita Indonesia meninggal adalah kanker serviks dan kita sudah tahu ternyata vaksinasinya ada untuk kanker serviks. Jadi Kemenkes akan mewajibkan vaksinasi kanker serviks untuk dapat mencegah agar wanita Indonesia tidak terkena kanker serviks, agar mereka hidupnya lebih produktif. Memberikan vaksinasi anti kanker serviks jauh lebih murah dibandingkan dengan merawat pasien kanker serviks.
  • Kemenkes juga memberikan 2 lagi imunisasi, yaitu imunisasi PCV untuk mencegah pneumonia, dan rotavirus untuk mencegah diare, karena ini adalah 2 penyakit infeksi yang paling banyak menyerang bayi di bawah 2 tahun, dan kalau bayi di bawah 2 tahun terkena infeksi, semua energinya dan semua asupan gizinya akan beralih digunakan oleh tubuh untuk menangkal infeksi, sehingga menyebabkan bayi kemungkinan bisa terkena stunting. Oleh karena itu, kita berikan pencegahannya dalam bentuk vaksin anti pneumonia dan vaksin anti diare.
  • Kemenkes akan lebih meningkatkan peran promotif dan preventif agar rakyat kita hidupnya lebih nyaman, tidak perlu sakit dulu, dan juga dari sisi biaya akan jauh lebih murah. Jadi mulai tahun 2022 sudah diskusi dengan BPJS, ada 14 skrining yang kita lakukan secara epidemiologis, mulai dari bayi sampai dia dewasa. Dengan demikian, bisa mengurangi risiko untuk menjadi sakit yang katastropik, sehingga rakyat juga bisa hidup lebih produktif. Ini sudah Kemenkes sosialisasikan dengan Pemda dan juga BPJS, sekarang sudah tinggal tahap implementasinya.
  • Program ini tidak untuk seluruh penduduk, tetapi penduduk yang memang berisiko sedang dan berat agar tidak memberikan beban yang langsung besar kepada BPJS Kesehatan. Nanti akan ada assessment yang dilakukan.

Ketua DJSN
  • Banyak yang mengatakan apa perbedaan kelas standar dengan kelas rawat inap JKN. Kelas standar adalah kelas rawat inap JKN, sehingga artinya sama.
  • Kris JKN latar belakangnya bukan ntuk mengurangi defisit, tetapi Kris JKN untuk memenuhi standarisasi mutu, layanan, dan prinsip ekuitas. Prinsip ekuitas disini bahwa semua peserta berhak mendapatkan pelayanan medis maupun non-medis yang sama adapun jika ada peserta memiliki kebutuhan non-medis yang berbeda dengan yang lain, maka tentunya akan dipersilahkan melalui konsep asuransi tambahan. Kris JKN benar-benar berfokus untuk mengutamakan keselamatan pasien dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
  • Persiapan kebijakan Kris JKN, kegiatan ini dilakukan untuk kesiapan faskes di pusat maupun di daerah.
  • DJSN juga memotret, sebagaimana pandangan akademisi dan masyarakat terhadap usulan Kris JKN. Self assessment rumah sakit ini sendiri DJSN sudah melakukan 2 kali. Pertama untuk rumah sakit umum 1.916 dan rumah sakit 144 TN dan Polri.
  • Bahwa dari hasil an yg dilakukan 80% dari total sampel itu siap mengimplementasikan kebijakan Kris JKN, walaupun 78% masih perlu penyesuaian infrastruktur kecil.
  • Bagaimana kesiapan RS TNI dan Polri dalam mengimplementasikan kebijakan Kris JKN, 74% RS TNI dan Polri siap melaksanakan kebijakan Kris JKN, walaupun dari 74% masih membutuhkan perbaikan dan peningkatan infrastruktur skala kecil dan 26% perlu peningkatan infrastruktur skala sedang hingga besar.
  • Berdasarkan self assessment dan konsultasi publik yang DJSN lakukan bersama-sama dengan Kemenkes, BPJS Kesehatan dan Kemenkeu ini adalah kriteria Kris JKN, jadi konsep standar rawat inap JKN yang akan coba diberlakukan.
  • 12 kriteria yang sudah diskusikan, dalam kriteria ini DJSN memberikan bobot indikator dihitung dengan mempertimbangkan kemudahan rumah sakit untuk menyiapkan kriteria 1-12 ini dan juga dipertimbangkan dampak biaya rumah sakit yang dibutuhkan apabila mereka membutuhkan perubahan. Dari analisa dilakukan bersama, ternyata untuk kriteria 1-9 rumah sakit sudah siap melaksanakan pada awal pelaksanaan Kris JKN, berdasarkan hasil tersebut kriteria 1-9 menjadi kriteria wajib. Namun kriteria 10-12, rumah sakit menyampaikan bahwa mereka memerlukan waktu untuk melakukan penyesuaian. Sehingga kriteria 10-12 bersifat wajib, tetapi dengan cara bertahap.
  • DI tahun 2022 ada beberapa kegiatan: (1) Penyiapan peraturan pelaksana dan uji publik, (2) Harmonisasi peraturan pelaksana terkait, karena ada Perppu yang berlaku perlu dilakukan harmonisasi, (3) DJSN bersama Kemenkes dan BPJS akan memulai melakukan pemetaan dan uji coba Kris JKN, (4) Penyiapan infrastruktur bagi rumah sakit yang memang nanti perlu penyesuaian, dan (5) Sosialisasi dan advokasi akan terus dilakukan.

Dirut BPJS Kesehatan
  • Mengacu pada Perpres 4/2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 54a untuk keberlangsungan pendanaan jaminan kesehatan. Menkes bersama K/L terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan melakukan peninjauan manfaat jaminan kesehatan sesuai KDK dan KRIS paling lambat Desember 2020. BPJS Kesehatan tentu mendukung dan ikut serta secara aktif dalam proses penyusunan dan pembahasannya bersama dengan Kemenkes, Kemenkeu, dan DJSN.
  • Dalam proses peninjauan tersebut telah dilakukan berbagai poin-poin pembahasan antara lain penetapan definisi manfaat JKN sesuai KDK dan upaya penguatan promotif preventif berupa penambahan layanan skrining kesehatan.
  • Demikian juga ada yang dibiayai oleh APBN/APBD dalam program kesehatan sebagai contoh Standar Pelayanan Minimum (SPM) itu sudah jelas diatur dibiayai APBN/APBD. Demikian juga yang sifatnya bukan cakupan program lain.
  • Tahun ini sudah dibicarakan dan sudah sepakat bahwa Jampersal akan masuk ke BPJS Kesehatan dan ke depan yang Jampersal itu masuk ke JKN. Upaya kendali mutu dan kendali biaya penting contohnya untuk katarak.
  • Yang perlu dihitung adalah perhitungan dampak biaya atas peninjauan manfaat JKN sesuai KDK. Tim sudah dibentuk dan sedang dalam proses pembahasannya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan