Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Kejadian Luar Biasa Difteri — Komisi 9 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes)

Tanggal Rapat: 11 Jan 2018, Ditulis Tanggal: 21 Sep 2020,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Menteri Kesehatan

Pada 11 Januari 2018, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan (Menkes) mengenai Kejadian Luar Biasa Difteri. Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Dede Yusuf dari Fraksi Partai Demokrat dapil Jawa Barat 2 pada pukul 14:15 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: klikdokter.com)

Pengantar Rapat

Sebulan belakangan ini menghadapi difteri. Sebenarnya virus ini sudah lama dan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pada masa reses sehingga tidak bisa memanggil Menteri. 20 provinsi belum aktif melakukan imunisasi dan kurang cepat tanggap dari Pemerintah. Jadi, kemarin terjadi kepanikan untuk vaksin ulang. Sempat terjadi kelangkaan vaksin dan melambungnya harga vaksin.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Kesehatan

Menteri Kesehatan (Menkes)

  • Penyakit difteri adalah penyakit menular yang endemis dan dapat dicegah dengan imunisasi.
    • Penyebab: Kuman Corynebacterium Diphtheriae.
    • Gejala klinis:
      • Demam suhu lebih kurang 38°.
      • Terdapat selaput putih keabu-abuan, tak mudah lepas dan sudah berdarah pada tenggorokan.
      • Sakit waktu menelan. Sebanyak 96% kasus Difteri mengenai tonsil dan faring.
      • Leher membengkak seperti leher sapi, disebabkan adanya pembengkakan kelenjar leher.
      • Sesak nafas disertai bunyi mendengkur/ngorok.
    • Komplikasi: Miokarditis, kelumpuhan otot jantung.
    • Cara penularan: Melalui droplet (percikan ludah) dari penderita (batuk, bersin, muntah). Reservoir adalah manusia.
    • Masa inkubasi penyakit: 2-5 hari, tapi penderita dapat menularkan penyakit ke orang lain 204 minggu sejak masa inkubasi.
    • Kematian: Angka kematian rata-rata 5-10% (angka kematian di Indonesia tahun 2017: 4,62%).
  • KLB ini jika kasus terduga sudah ditetapkan Pemerintah Daerah KLB dalam waktu 24 jam. Kemenkes sudah mempunyai health emergency center.
  • Pencegahan difteri dengan imunisasi:
    • Imunisasi dasar dan lanjutan difteri.
    • Imunisasi lanjutan HID (18 bulan).
    • Imunisasi lanjutan usia SD. Imunisasi dikatakan lengkap jika seseorang telah mendapatkan imunisasi dasar waktu bayi sebanyak 3 kali, baduta 2 kali, dan usia sekolah 3 kali.
  • Penanggulangan KLB difteri:
    • Jika terjadi KLB difteri maka:
      • Sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB perlu dilaksanakan dengan baik oleh kabupaten/kota, terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangan dapat berjalan cepat dan akurat.
      • Setiap kasus difteri dirawat di ruang isolasi dan diberikan ADS dan antibiotika.
      • Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) D-16.
      • Melakukan penguatan imunisasi rutin.
      • Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pencegahan dan pengendalian difteri termasuk pemberdayaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
  • Harus hati-hati sekali dengan percikan ludah. Jika curiga, cuci tangan atau memakai masker.
  • Semua daerah Indonesia terhadap KLB melakukan pencegahan difteri di Februari dan April. Kemarin sempat turun tapi naik kembali di akhir Desember.
  • Situasi saat ini:
    • KLB difteri terjadi di 170 kabupaten/kota selama tahun 2017 di 30 provinsi.
    • Pada tahun 2018 tidak ada penambahan kab/kota yang melaporkan adanya KLB difteri.
    • Kasus baru tahun 2018 dilaporkan dari kab/kota yang melaporkan KLB tahun 2017.
    • Kriteria berakhirnya suatu KLB adalah apabila tidak ditemukan laporan lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi terpanjang (sejak tanggal kasus difteri terakhir mulai) dan mempertimbangkan masa penularan terpanjang (4 minggu).
    • Data terakhir (9 Januari 2018) terdapat 85 kab/kota (dari 170 kab/kota) sudah tidak ditemukan kasus baru (KLB sudah berakhir).
    • Pada tanggal 9 Januari 2018, jumlah kasus difteri ada 14 kasus di 11 kab/kota di 4 provinsi (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung)
  • Upaya yang sudah dilakukan sejak tahun 2014:
    • Surveilans
      • Deteksi dini setiap suspek kasus difteri agar dapat dicegah penularan dan penyebarannya.
      • Penyelidikan epidemiologi untuk melacak kasus baru, mengidentifikasi faktor risiko dan kelompok rentan.
      • Pengambilan spesimen suspek kasus difteri dan kontak kasus oleh petugas laboratorium untuk pemeriksaan.
      • Kepada orang yang berisiko menularkan diberikan preliasis dengan antibiotik.
    • Imunisasi:
      • Outbreak Respons Immunication (ORI) setiap adanya sispek difteri.
      • Upaya untuk melengkapi cakupan imunisasi dilakukan Sweeping Drop Out Follow Up, Backing Fighting, Crash program, PN dan Sustainable Outreach Services di daerah tidak terjangkau.
      • Penyediaan vaksin, logistik.
    • Fasilitas pelayanan kesehatan:
      • Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan dalam tata laksana kasus dan penyediaan logistik, obat, dan alat pengambilan spesimen dan reagen laboratorium.
    • Peningkatan manajemen program melalui pelatihan petugas dan bimbingan teknis:
      • Perluasan jangkauan pelayanan kesehatan melalui program nusantara sehat dan program Indonesia sehat melalui pendekatan keluarga.
    • Dukungan pembiayaan pemerintahan pusat melalui APBN pusat, dekon, dan DAK.
  • Pelaksanaan ORI di daerah KLB:
    • ORI dilaksanakan langsung bila ditemukan penderita difteri oleh puskesmas.
    • ORI telah dilaksanakan di 170 kab/kota di 30 provinsi dan 85 kan/kota tidak melaporkan ada kasus baru lagi di Desember 2017.
    • ORI dilanjutkan di 85 kab/kotaa lainnya, dilaksanakan bertahap karena masih ada laporan kasus baru.
    • ORI dilakukan secara bertahap dimulai dari 12 kab/kota di bulan Desember 2017, dilanjutkan di 73 kab/kota pada tahun 2018.
  • Pelaksanaan ORI di 85 kab/kota di 14 provinsi tahun 2017-2018:
    • 11 Desember 2017: Putaran I 12 kab/kota.
    • Januari 2018: Putaran II 12 kab/kota. Putara I 73 kab/kota.
    • Februari 2018: Putaran II 73 kab/kota.
    • Juli 2018: Putaran III 12 kab/kota.
    • Agustus 2018: Putaran III 73 kab/kota.
  • Logistik vaksin:
    • Kemampuan Biofarma untuk produksi tahun 2018:
      • Vaksin DT 1,7 juta vial.
      • Td sebanyak 10 juta vial.
      • Vaksin pentavalent sebesar 9 juta vial.
    • Logistik ini disiapkan untuk kebutuhan rutin imunisasi dan pelaksanaan ORI 2018.
    • Dari produksi tersebut diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan program rutin dan tambahan selama 2018, bila diperlukan tambahan vaksin maka ekspor vaksin akan di reschedule untuk kepentingan nasional.
    • Anggaran untuk tahun 2018 telah disiapkan. Anggaran vaksin terbesar Rp2,08 Triliun dimana di dalamnya terdapat anggaran ORI 2018.
  • Logistik ADS:
    • ADS tidak diproduksi di dalam negeri sehingga diperlukan pembelian melalui sistem SAS.
    • Tahun 2017:
      • Bantuan Biofarma sebanyak 700 vial.
      • Bantuan WHO sebanyak 500 vial.
    • Saat ini sudah disediakan sebanyak 1328 vial melalui APBN 2018.
    • Apabila dibutuhkan tambahan maka APBN 2018 telah mengalokasikan anggaran untuk pembelian ADS.
  • Difteri endemis dan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di Bangladesh Rohingnya, terdapat 3.000 wabah difteri dan kolera.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan