Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terhadap RUU tentang Merek — Panitia Khusus (Pansus) RUU Merek Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar (Poppy Rufaidah dan Edmon Makarim)

Tanggal Rapat: 28 Sep 2015, Ditulis Tanggal: 27 Sep 2021,
Komisi/AKD: Panitia Khusus , Mitra Kerja: Pakar (Poppy Rufaidah dan Edmon Makarim)

Pada 28 September 2015, Pansus RUU Merek mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar (Poppy Rufaidah dan Edmon Makarim) mengenai Masukan dan Pandangan terhadap RUU tentang Merek. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Desy Ratnasari dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Jawa Barat 4 pada pukul 11.00 WIB. (ilustrasi: mnews.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pakar (Poppy Rufaidah dan Edmon Makarim)

Poppy Rufaidah

  • Bab IV Permohonan Pendaftaran Merek Internasional, Berisi Pasal 20 sampai dengan 40, perlu ada pasal yang berisi tentang “Pembinaan dan pengawasan untuk UMKM” seperti BAB XI.
  • Pendaftaran Merek, perlu ada tambahan klausul tentang peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan pendaftaran merek yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik.
  • Definisi UMKM sebaiknya merujuk pada undang-undang yang sudah ada dari Kementerian Koperasi dimana sudah ada klasifikasinya, sehingga tidak mengubah ulang peraturan undang-undang yang ada. Kemudian, pembinaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud meliputi persiapan, pemenuhan persyaratan permohonan pendaftaran merek, dan pemanfaatan merek terdaftar. Itu beberapa poin yang diusulkan, khusus ditambahkan di dalam BAB IV Pendaftaran Merek, yang mana masih belum ada tentang klausul pembinaan dan pengawasan UMKM.
  • Masalah Pengawasan, mengusulkan pengawasan merek dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan oleh masyarakat, pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk menjamin merek yang terdaftar menjadi dasar diterbitkannya dasar merek terdaftar. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemilik merek dan/atau Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri.
  • Selanjutnya, “hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemilik merek dan/atau Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam peraturan Menteri”. Itu adalah kalimat-kalimat yang diusulkan untuk ditambahkan di dalam RUU tentang Merek. 
  • Perlu ada pasal yang menyatakan “untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menanggung biaya yang ditimbulkan dalam proses pendaftaran merek sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik”. Hal ini perlu dimasukkan, karena saat ini dinas-dinas di setiap provinsi bahkan kabupaten menganggarkan untuk membebaskan biaya pendaftaran merek. Namun, itu tidak mampu untuk menampung seluruh aspirasi yang ada dari pelaku UMKM, karena pelaku UMKM jumlahnya mencapai jutaan, bahkan antre untuk mendapatkan proses pendaftaran merek yang digratiskan. Jadi, ini perlu ada klausul “bahwa untuk biaya pendaftaran merek bagi UMKM perlu ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan yang dimaksud dengan UMKM itu tentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.
  • Dalam Bab VII Permohonan Pendaftaran Merek Internasional, perlu ada pasal yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan permohonan pendaftaran merek Internasional yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah, yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik. Jadi, ini untuk yang merek internasional pun perlu ada proses pembinaan dan pengawasan, sehingga dalam kalimat di BAB VII permohonan pendaftaran merek internasional perlu ada klausul pembinaan dan pengawasan untuk UMKM. Oleh karena itu, perlu ada pasal dalam Bab VII yang menyatakan mengenai:
    • Persiapan pemenuhan persyaratan permohonan pendaftaran merek;
    • Permohonan pendaftaran merek internasional; dan
    • Pemanfaatan merek internasional terdaftar.
  • Pada Bab XIII Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Merek, perlu ada pasal terpisah untuk sistem jaringan dokumentasi dan pasal terpisah informasi merek. Pasal 79: Sistem jaringan dokumentasi dan informasi merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diselenggarakan melalui sarana elektronik dan atau sarana lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional.
  • Menyarankan perlu ada pasal tambahan (79a) dimana ada kalimat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemberian informasi merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, yang diselenggarakan melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional.
  • Merek tanpa media ini tidak akan memungkinkan mendapatkan nilai potensi dari merek yang ada. Klausul penetapan tentang peraturan bahwa pelibatan sistem jaringan informasi dan juga informasi merek ini dengan melibatkan pihak-pihak akademisi bisnis government, community, dan media.

Edmon Makarim

  • RUU tentang Merek yang baru harus dapat melindungi kepentingan nasional untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan, khususnya dengan mengambil beberapa aspek yang menguntungkan dari ketentuan-ketentuan dalam TRIPs.
  • Penting juga untuk dikritisi hubungan Article 21 TRIPs dengan Article 6quater Paris Convention.
  • Merek itu hanya sebatas pengertian seperti “Cap Dagang” saja, atau sesuatu tanda yang memiliki daya pembeda (distinctive character) yang melekat kepada barang atau penyelenggaraan jasa.
  • Pada dasarnya merek dilindungi tidak hanya karena didaftarkan, tetapi juga digunakan.
  • Jika tidak ada amanat mempidanakan selain counterfeiting trademark di dalam TRIPs, Indonesia perlu mencantumkannya.
  • Counterfeiting goods; hasil pemalsuan merek dari merek yang telah terdaftar. Jika masalahnya adalah suatu tanda, maka seharusnya tidak layak mendapatkan merek. Oleh karena itu, fokusnya harus kepada daya bedanya. Pelanggaran terhadap hal ini sesungguhnya adalah fraud, karena menipu kantor merek, atau setidaknya beritikad tidak baik untuk menghalangi pihak lain atau suatu saat kelak akan mengeksploitasi orang lain. Selayaknya ada ancaman pidana bagi orang-orang yang seperti itu.
  • Terkait judul RUU tentang Merek, masalah indikasi geografis dalam chambering atau chapter di triefs antara merek, seksion dengan indikasi geografis seksion itu berbeda. Jika indikasi geografis sebagai sebuah rezim berada di dalam merek, itu baru parsial komponen, sehingga ada dua chapter berbeda dalam satu undang-undang, akan lebih bagus judulnya ”Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis”.
  • Pasal 1 ayat (1) merek adalah tanda yang ditampilkan secara grafis, kalau memang ada teori tentang persamaan pada pokoknya berdasarkan bukan hanya huruf, kata gambar dan warna, tetapi juga kesamaan suara, maka rasanya secara grafis menjadi hambar dalam pelaksanaan untuk melihat keberadaan pembeda dalam merek. mengusulkan kata-kata grafis diangkat saja, karena membuat merek itu jadi kelihatannya hanya yang visual. Memang tidak salah dalam mereferensi, karena referensi dalam yuke United Kingdom.
  • Edmon mengusulkan sistem elektronik untuk pendaftaran merek, seharusnya ada pendefinisian didepan, karena ada chapter berikutnya, dan kalau memang sistem itu laik, memenuhi sertifikasi kelaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang diturunkan juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, baru boleh dijalankan aplikasi permohonan secara elektronik, tapi jika tidak, maka akan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
  • Pasal 4 ayat (1) mungkin akan lebih baik jika dikasih kalimat kondisional sepanjang sistem elektronik tersebut operable.
  • Pasal 20 jika disimulasikan sebagai berikut, bahwa merek tidak dapat didaftar, berarti dari awal seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan merek jika:
    • Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, mungkin perlu penjelasan bagaimana moralitas konteksnya? Agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Perlu ada sedikit yang memperjelas bahwa ini ada konteksnya.
    • Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Berarti yang ini disampaikan sebenarnya adalah, kalau merek itu hanya menjelaskan suatu sifat atau jenis barang, maka tidak layak menjadi merek dagang. Contoh: telepon genggam dan kamera pegang.
    • Memuat unsur-unsur yang dapat menyesatkan masyarakat. Kata-katanya adalah “dapat menyesatkan masyarakat”, dapat itu berarti belum harus dibuktikan, “dapat” berarti bahwa ini sangat subyektif nantinya oleh pemeriksa. Jika pemeriksaan tidak melakukan buku guidance yang untuk dipublikasikan kepada publik, maka ini menjadi ruang untuk korupsi. Diperlukan kaidah untuk menjelaskan sejauh mana yang dianggap dapat menyesatkan masyarakat yang akan menjadi pegangan bagi pemeriksa merek.
    • Pasal 21 ayat (3) permohonan ditolak jika merek tersebut merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal. Ini sangat menarik, jika nama berarti suara dan teks merupakan grafis. Hal ini menjadi ukuran bahwa kata-kata grafis di dalam pendefinisian merek cukup mengecilkan makna.
  • Pasal 31 dalam hal merek terdaftar melanggar moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, Komisi Merek memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk melakukan penghapusan. Kasus tersebut dapat dilakukan atas dasar inisiatif sendiri atau harus menunggu komplain dari masyarakat. Jika memang ada kewajiban Dirjen HAKI dan ada hak Dirjen HAKI untuk melakukan penghapusan dengan melihat dengan pemantauan sendiri, maka harus ada kewajiban dari Dirjen HAKI dalam SOP-nya memantau semua pendaftaran merek digunakan ataukah tidak. Harus ada sistemnya, jika tidak, maka Dirjen Haki melanggar undang- undang ini sendiri. Namun, jika memang ada kewajiban untuk bisa menghapuskan atau membatalkan, harus ada SOP yang dijalankan oleh Dirjen Haki.
  • Dalam Pasal 41 Ayat 6, jika pengalihan hak harus diajukan ke Dirjen HAKI.
  • Pada Pasal 41 Ayat 4, sebaiknya ditambahkan kata “atau masyarakat”.
  • Bab 12 memerlukan penjelasan merek yang kaidahnya akan dihapuskan. Suatu merek layak dihapuskan dalam kondisi-kondisi tertentu. Misalnya, adanya ketidaksesuaian antara yang didaftarkan dan yang diperdagangkan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan