Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Perpanjangan Kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) — Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri BUMN RI

Tanggal Rapat: 4 Dec 2015, Ditulis Tanggal: 3 Aug 2021,
Komisi/AKD: Panitia Khusus , Mitra Kerja: Menteri BUMN →Rini Soemarno

Pada 4 Desember 2015, Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri BUMN RI mengenai Perpanjangan Kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapil Jawa Barat 7 pada pukul 21.14 WIB. (ilustrasi: nasional.tempo.co)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri BUMN → Rini Soemarno
  • Kementerian BUMN RI telah mengirimkan surat jawaban kepada PT. Pelindo II pada 9 Juni 2015.
  • Pada 23 April 2015, Dewan Komisaris Kementerian BUMN RI juga sudah mengirimkan surat kepada PT. Pelindo II yang berisi bahwa BUMN secara prinsip menyetujui JICT dan KOJA dengan hak pengusahaan hutan dengan kepemilikan minimal 51% dan dengan syarat memperhatikan surat Menteri Perhubungan RI terkait pemisahan operator dan regulator.
  • Posisi Kementerian BUMN RI tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 41 tentang Kementerian BUMN. 
  • Kementerian BUMN RI memiliki tugas untuk melakukan penguatan kinerja dan restrukturisasi BUMN. 
  • Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa mekanisme pengelolaan BUMN berdasarkan pada korporasi dan memiliki tata kelola yang berbeda dengan swasta.
  • Menteri BUMN RI memiliki kewenangan yang diberikan oleh Menteri Keuangan RI, yaitu sebagai pemegang saham BUMN yang berarti bahwa Menteri BUMN RI memiliki hak untuk melakukan pengawasan, dimana pengawasan tersebut dilakukan oleh Dewan Komisaris. Namun, pengawasan tersebut tidak dilakukan pada aktivitas kesehariannya, melainkan dengan melakukan review pada rapat umum pemegang saham tahunan atau setelah dilakukannya audit.
  • BUMN merupakan aset negara yang dipisahkan. BUMN harus menjaga modal yang disetor dengan modal yang ditahan dengan baik, karena korporasi harus tetap bertahan secara utuh dan tetap menjadi agen pembangunan.
  • Pihak BUMN tidak mengarahkan pihak Pelindo II untuk menaikkan upfront fee sebesar 15 juta. 
  • Menteri BUMN RI merasa mereka melakukan negosiasi dengan HPH. Pada dasarnya, Kementerian BUMN melakukan negosiasi dan penunjukan Bahana dilakukan untuk melihat persentase nilai yang lebih baik.
  • Kementerian BUMN mengarahkan direksi untuk melakukan negosiasi, ini semua dilakukan untuk kebaikan Pelindo II.
  • Surat tertanggal 9 Juni menyebutkan syarat bagi pihak BUMN untuk menekan Dewan Komisaris agar menjaga dan melakukan pengawasan. Namun, BUMN belum mendapatkan laporan lanjutannya.
  • Terdapat 2 pemikiran Pasal 344, yang apabila pelabuhan sudah dikelola sebelum undang-undang dikeluarkan, maka itu hak tanpa meminta konsesi. Itu berarti bahwa yang sudah dimiliki oleh Pelindo II dianggap aset, dimana aset tersebut ada sebelum adanya undang-undang ini. Apabila terdapat aset yang baru (setelah berlakunya undang-undang tersebut), maka harus menggunakan konsesi yang baru.
  • Pihak BUMN telah memperhatikan surat dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, karena itu adalah sebuah keharusan sebelum melakukan perpanjangan kontrak. 
  • Apabila Pelindo II tidak memperhatikan surat Kemenhub RI tertanggal 18 September 2014, maka itu merupakan pelanggaran terhadap surat tersebut. Namun, mengenai pelanggaran terhadap undang-undang, hal itu memerlukan pendapat ahli.
  • Sebelum melakukan kerjasama, Pelindo II harus melakukan konsultasi dengan Kemenhub RI selaku regulator. Oleh sebab itu, Pelindo II harus tetap menjalin komunikasi dengan Kemenhub RI.
  • Pihak BUMN harus mengikuti undang-undang yang berlaku, dimana pihak BUMN selalu mengikuti Undang-Undang tentang BUMN dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Namun, tafsiran hukum tersebut dapat berbeda-beda, sehingga memerlukan pendapat hukum.
  • Menteri BUMN telah membaca Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Kerja Pemerintah tahun 2015. Namun, tidak membaca sampai mendetail. RJP ini berdasarkan pada Undang-Undang tentang BUMN.
  • Mengenai perpanjangan konsesi, tidak terdapat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
  • Menteri BUMN RI memberikan perpanjangan kontrak dengan beberapa syarat, dan apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka perpanjangan kontrak tersebut dianggap legal. 
  • Terdapat kalkulasi bisnis dalam perpanjangan kontrak JICT dan HPH. Apabila terlihat benefit yang baik, dan BUMN merasa telah sesuai dengan peraturan yang ada, maka Pelindo II harus mengikuti arahan Kementerian BUMN RI. 
  • Menteri BUMN RI menganggap proses perpanjangan kontrak tersebut baik, dalam artian Kementerian BUMN telah memberikan izin, dan Kementerian BUMN RI akan menekan untuk melakukan fungsi dengan baik apabila telah memenuhi persyaratan dari Kementerian BUMN RI.
  • Saham Pelindo II sebesar 48,9%, ditandatangani pada 7 Juli 2015. 
  • Saham HPH sebesar 51%, ditandatangani pada 7 Juli 2015. 
  • Perjanjian Pelindo II dengan HPH pertama kali dilakukan pada tahun 1999.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan