Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Etika Politik dalam Sosial Media, dll — Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (Pansus RUU Pemilu) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA) dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)

Tanggal Rapat: 16 Feb 2017, Ditulis Tanggal: 12 Apr 2021,
Komisi/AKD: Panitia Khusus , Mitra Kerja: Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA) dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)

Pada 16 Februari 2017, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (Pansus RUU Pemilu) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA) dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) mengenai Etika Politik dalam Sosial Media dan Hak Politik Penyandang Difabel. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Lukman E. dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dapil Riau 2 pada pukul 11.01 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: solider.id)

Pengantar Rapat

APTIKA adalah singkatan dari Aplikasi dan Informasi. RDP ini merupakan yang terakhir dan Pansus telah mengundang semua stakeholder untuk penguatan RUU Pemilu. Hal yang menjadi

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA) dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA)

  • Saat ini Dirjen APTIKA tidak membatasi penggunaan sosial media kecuali yang dilarang UU seperti pornografi, perjudian, fitnah, pemerasan, penipuan, SARA, kekerasan anak, pelanggaran keamanan informasi, dan aturan khusus yang diatur dan UU.
  • Dirjen APTIKA belum mengatur khusus mengenai pemilu ini. Tidak ada pengaturan khusus penggunaan sosial media untuk kampanye atau pemilu.
  • Di masa tenang, tidak boleh kampanye pada akun yang terdaftar, tetapi yang tidak terdaftar tidak bisa dibatasi oleh Dirjen APTIKA. Masa tenang itu hanya mengatur pada pertemuan fisik karena kalau di sosial media susah dibatasi.
  • Dirjen APTIKA mempunyai kemampuan untuk menindak karena bisa menggunakan akses untuk memblokir. Kalau APTIKA akan melakukan pemblokiran, APTIKA sudah melakukan proses bukti digital.
  • Saat ini banyak yang menggunakan twitter untuk kampanye.
  • APTIKA juga memiliki bukti pastinya yang bisa juga dipakai untuk di kepolisian.

Twitter Indonesia - Agung

  • Pada dasarnya ada kesulitan secara lebih jika mengenai kampanye di masa tenang. Secara teknis, jika ada pengaturan lebih ketat terutama berkampanye di masa tenang, ini agak sulit karena tidak diketahui apakah benar-benar berkampanye atau hanya mengekspresikan saja.
  • Twitter Indonesia akan mendengar dan melihat peraturan UU Penyelenggaraan Pemilu.

Google Indonesia

  • Tim Google Indonesia akan selalu siap bekerja sama dengan Dirjen APTIKA.

Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)

  • Pada kesempatan ini, PPDI menyampaikan bahwa hak politik penyandang disabilitas ini bukan hanya hak untuk memilih, tetapi juga dipilih dan menjadi penyelenggara pemilu.
  • Partisipasi penyandang disabilitas itu masih rendah karena masalah akses ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) akibat tidak adanya pendamping sehingga suara yang bisa memilih malah jadi tidak ikut pemilu. Rendahnya partisipasi penyandang disabilitas ini juga karena kurangnya pemahaman dalam pemilu dan politik. Penyandang disabilitas beranggapan bahwa ketika mereka memilih tidak akan ada dampaknya dan tidak ada perubahan. Jadi, mereka apatis.
  • Sebenarnya bukan masalah seseorang menggunakan kursi roda atau tidak, tetapi lingkungannya yang tidak ramah. Jadi, bukan penyandang disabilitas masalahnya, tetapi lingkungan yang tidak bisa membuat penyandang disabilitas mengaksesnya.
  • Terkait Pasal yang ada di RUU disebutkan beberapa hal, misalnya mengenai persyaratan memilih seperti kemampuan membaca dan menulis bahasa Indonesia. Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan teman-teman tuna rungu. Mereka juga mempunyai bahasa, yaitu bahasa isyarat dan bahasa tersebut yang mereka pakai untuk menyampaikan ide. Kalau ada di dalam UU persyaratan harus bicara dan menulis, ini sudah diskriminasi. Frasa dalam UU ini harus diganti dengan berkomunikasi.
  • Di beberapa TPS, sudah ada kemajuan mengenai pendataan.
  • Di Pilkada kemarin, sudah ada formulir kolom disabilitas, tetapi pemantauan PPDI tidak terdeteksi. Kolom disabilitas terlihat kosong padahal di wilayah tersebut ada penyandang disabilitas.
  • Masalah di pendataan kemarin adalah yang terdaftar hanya 66.000 orang penyandang disabilitas sedangkan jumlahnya bisa jutaan.
  • Syarat menjadi anggota DPR/DPD/DPRD harus sehat jasmani dan rohani. Bagi penyandang disabilitas, untuk mendapatkan surat keterangan saja sulit. Pemahaman disabilitas seorang dokter masih rendah padahal disabilitas tidak berarti sakit. Menurut PPDI, syarat tersebut lebih baik dihilangkan saja karena diskriminatif, terutama yang disabilitas mental dan jiwa.
  • Ada kuota untuk menjadi calon DPR/DPD/DPRD, misalnya perempuan harus 30%, tetapi untuk penyandang disabilitas belum ada kuotanya. PPDI menyarankan agar penyandang disabilitas diberikan kuota juga kira-kira 10%.
  • Hal lain yang menjadi persoalan adalah ketika penyandang disabilitas ini berusaha masuk partai politik (parpol), tetapi nomor mereka buncit. Jadi, hanya penggembira saja.
  • Berdasarkan hasil pemantauan, atas jalannya Pilkada yang paling krusial itu data. PPDI juga belum memiliki data yang valid mengenai jumlah disabilitas dan idaman. Data WHO dan Bank Dunia menyatakan bahwa 10% dari populasi adalah penyandang disabilitas. Jadi, diperkirakan penyandang disabilitas berjumlah 25.000.000.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan