Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Tanggapan terhadap RUU Tembakau - RDP Pansus RUU Tembakau dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Direktur Institut for Development of Economics and Finance (INDEF)

Tanggal Rapat: 8 Jan 2019, Ditulis Tanggal: 5 Jun 2020,
Komisi/AKD: Panitia Khusus , Mitra Kerja: Direktur Institut for Development of Economics and Finance (INDEF)

Pada 8 Januari 2019, Panitia Khusus (Pansus) RUU Tembakau DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Direktur Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) tentang masukan dan tanggapan terhadap RUU Tembakau. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Firman Subagyo dari Fraksi Golkar dapil Jawa Tengah 3 pada pukul 10:00 WIB.

(Ilustrasi: Senayanpost)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
  • Industri tembakau ini adalah industri oligopolistik dan jumlah petani tembakau Indonesia cukup banyak.
  • Cukai Indonesia ada sekitar 73%, yang disumbangkan oleh berbagai perusahaan tembakau.
  • Beberapa pasal krusial yang perlu diperbaiki adalah:

1. Pengenaan cukai 200% dari harga penyerahan barang di atas kapal untuk impor rokok siap pakai dikenakan (Pasal 24).

2. Proteksi terhadap tembakau lokal melalui pengenaan bea masuk impor tembakau siap pakai (sebesar 200%) dan tembakau belum siap pakai (60%) (Pasal 25 ayat (2) dan (3)).

3. Pengaturan wajib menggunakan kuota tembakau lokal mencapai 80% (Pasal 33) dengan ancaman sanksi (Pasal 35).

4. Pengaturan penyimpanan tembakau paling lama 2 tahun (Pasal 17 ayat (2)).

5. Pelarangan perusahaan dengan modal asing dalam pendistribusian dan tata niaga tembakau, dengan ancaman denda administratif (Pasal 18 ayat 3,4 dan 5).

6. Ketentuan izin distribusi dan tata niaga hanya diberikan kepada pelaku usaha yang menjalin kemitraan dengan petani (Pasal 13 ayat 2).

7. Pengaturan harga dasar tembakau (Pasal 21 ayat 3).

8. Ketentuan sanksi pidana bagi pelaku/badan usaha terkait kuota impor, pelabelan, iklan dll (Pasal 60-69).

9. Pengaturan besaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) mencapai 20% dan alokasinya untuk kesehatan (Pasal 43 dan 44).

  • Masukan dari KPPU adalah berupa standar yang harus ditetapkan pemerintah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah ditetapkan secara nasional, karena biasanya sekarang masih di bawah SNI.
  • Jika menjualnya melewati distributor, mungkin analisis dari KPPU ini adalah menyulitkan para petani untuk mendapatkan harga yang sesuai standar.
  • Di pasal 30 ayat 3 izin usaha pertambakauan ini harus melihat petani agar menghindari persaingan yang tidak sehat, dan KPPU berterima kasih atas Undang-Undang RUU Tembakau ini dan KPPU siap mendukung. KPPU juga setuju dengan adanya Undang-Undang Tembakau ini, sehingga harus adanya aturan terhadap mesin-mesin dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

Direktur Institut for Development of Economics and Finance (INDEF)
  • Kinerja industri hasil tembakau di Indonesia sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tahun 2012 (8,82%), tahun 2013 (-0,27%), tahun 2014 (8,33%), tahun 2015 (6,24%), tahun 2016 (1,58%) dan tahun 2017 (-0,84%).

2. Kontribusi terhadap PDB tahun 2013 (0,87%), tahun 2014 (0,91%), tahun 2015 (0,94%), tahun 2016 (0,94%) dan tahun 2017 (0,90%).

3. Jumlah unit usaha tahun 2012 (975). tahun 2013 (991), tahun 2014 (966), tahun 2015 (749), tahun 2016 (740) dan tahun 2017 (674).

4. Jumlah produksi (miliar batang) tahun 2012 (325), tahun 2013 (346), tahun 2014 (345), tahun 2015 (343), tahun 2016 (342) dan tahun 2017 (336).

  • Dampak negatif itu bisa di semua produk, karena jangankan misalnya industri rokok, gula saja jika berlebihan bisa diabetes artinya kita harus mengatur secukupnya industri ini, lalu industri ini harus diperlakukan secara baik, misalnya kita di rumah memiliki anak cantik, itu pasti diistimewakan dan dijaga sebaik-baiknyanya, begitu juga dengan produk ini agar kita bisa mengoptimalkannya dengan baik.
  • Inilah yang diharapkan dari pemerintah, pemerintah harus melakukan pengendalian terhadap cukai tembakau. Pengendaliannya itu untuk konsumsi, bukan pengendalian di sisi produksi karena produk ini adalah produk yang strategis. Jika dilihat dari sisi kesehatan dan lainnya itu memang harusnya ada pengendalian terhadap konsumsi produk ini.
  • Jika kompetisi di pasar ini akan dipaksa oleh regulasi berarti akan ada monopoli yang tidak sehat, maka INDEF sangat consern terhadap ini dan INDEF melihat ada penurunan produksi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan berdampak kepada Gross Domestic Product (GDP).
  • Jika upah ini turun akan berdampak kepada inflasi, dan menariknya rokok ini sangat bisa mempengaruhi inflasi.
  • Di tembakau ini masih kurang suplainya dari pada permintaannya, maka dari itu hampir 50% impor, tetapi justru malah petani-petani, ketika sedang di masa-masa depresinya, justru membuang tembakaunya di jalanan.
  • INDEF memberi masukan yang sama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait beberapa pasal krusial yang perlu diperhatikan.
  • Payung hukum yang diinginkan itu adalah payung hukum yang lebih tinggi, itu biasanya lebih optimal, tetapi jika melihat antara Pemerintah dan DPR-RI tidak ada titik temu, maka INDEF mengharapkan payung hukum apapun yang penting adanya payung hukum terlebih dahulu.
  • Jika pemerintah memang tidak mau membuat aturan perundang-undangan itu, maka pemerintah harus membuat roadmap yang bisa menjelaskan semuanya agar komoditas ini bisa dioptimalkan oleh pemerintah, maka kita menginginkan payung hukum jika tidak ada roadmap tersebut.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan