Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pengambilan Keputusan Tingkat II Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Keolahragaan, Persetujuan Perpanjangan Waktu Pembahasan terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan lain-lain — Paripurna DPR-RI ke-34

Tanggal Rapat: 15 Feb 2022, Ditulis Tanggal: 18 Feb 2022,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemuda dan Olahraga, Perwakilan Pimpinan Komisi 2 dan Komisi 10 DPR-RI

Pada 15 Februari 2022, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna dengan agenda Pengambilan Keputusan Tingkat II Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Keolahragaan, Persetujuan Perpanjangan Waktu Pembahasan terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan lain-lain. Rapat Paripurna ini dibuka dan dipimpin oleh Lodewijk Freidrich Paulus dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) dapil Lampung 1 pada pukul 10.25 WIB – Hadir secara fisik 40 Anggota dan secara virtual 250 Anggota. (ilustrasi: nasional.kompas.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemuda dan Olahraga, Perwakilan Pimpinan Komisi 2 dan Komisi 10 DPR-RI

Laporan Komisi 2 DPR-RI terhadap pembahasan 7 RUU tentang Provinsi, dibacakan oleh Junimart Girsang (Fraksi PDIP, Sumatra Utara 3)

  • UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dan bersikap fundamental karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia.
  • Dengan demikian, seluruh peraturan perundangan harus mengacu kepada UUD NRI Tahun 1945. Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang dimiliki, maka Komisi 2 DPR-RI memandang perlu untuk melakukan penataan kembali tentang dasar hukum pembentukan Provinsi di Indonesia yang masih berdasarkan pada UUD Sementara Tahun 1950.
  • Mengingat UUD tersebut secara konseptual sudah tidak cocok dengan konsep otonomi daerah saat ini. Di samping itu, Komisi 2 DPR-RI juga memandang perlu setiap Provinsi memiliki UU pembentukannya sendiri-sendiri dalam arti tidak digabung dalam satu undang-undang, di mana hal ini sejalan dengan amanat dalam Pasal 18 Ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
  • Oleh karena itu, berdasarkan Surat Presiden Indonesia pada 30 November 2021 perihal penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas 7 RUU usul DPR-RI.
  • Pemerintah menegaskan Menteri Dalam, Negeri, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Hukum dan HAM baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mewakili Pemerintah.
  • Berdasarkan keputusan rapat konsultasi pengganti rapat Bamus DPR-RI pada 13 Januari 2022 dengan Surat Pimpinan DPR-RI pada 18 Januari 2022, memutuskan dan menyetujui bahwa pembahasan 7 RUU usul DPR-RI tersebut diserahkan kepada Komisi 2 DPR-RI.
  • Dalam rangka melanjutkan tersebut, kami laporkan rangkaian pembahasan RUU tersebut sebagai berikut; bahwa pada 25-27 Januari 2022, Komisi 2 DPR-RI telah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara sebagai sampel dari 7 provinsi yang masuk dalam pembahasan 7 RUU tentang Provinsi untuk mendapatkan masukan.
  • Komisi 2 DPR-RI melaksanakan Raker Pembicaraan Tingkat I secara fisik dan virtual dengan Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI mengenai tata cara, penjelasan atau keterangan DPR-RI, pandangan Pemerintah, Pandangan Komite 1 DPD-RI, dan penyerahan DIM, serta pembentukan Panja.
  • Pada 8 Februari 2022, dilakukan Rapat Panja pembahasan 7 RUU tentang Provinsi secara fisik dan virtual antara Komisi 2 DPR-R Pemerintah, dan Komite 1 DPD-RI untuk membahas pasal-pasal yang substansial dan dilanjutkan di tingkat Timus Timsin guna merumuskan dan mensinkronisasikan pasal-pasal dalam RUU yang dimaksud.
  • Selanjutnya, pengambilan keputusan dilakukan dalam Raker Tingkat I secara fisik dan virtual antara Komisi 2 DPR-RI, Komite 1 DPD-RI, dan Pemerintah pada Rabu, 9 Februari 2002, dengan agenda rapat pendapat akhir mini fraksi-fraksi, pendapat akhir Komite 1 DPD-RI dan Pemerintah, pengambilan keputusan, penandatanganan atau pengesahan draft 7 RUU tentang Provinsi.
  • Pada Raker Tingkat I Pengambilan Keputusan Komisi 2 DPR-RI, Komite 1 DPD-RI, dan Pemerintah secara bulat dan sepakat menyetujui untuk meneruskan pembahasannya pada Pembicaraan Tingkat II untuk mengambil keputusan.
  • Sebelum mengakhiri laporan ini, perlu kami sampaikan bahwa dengan disetujuinya 7 RUU tentang Provinsi, kami berharap bahwa setiap provinsi memiliki undang-undang pembentukannya sendiri tidak digabung dalam satu UU di mana hal ini sejalan dengan amanat Pasal 18 Ayat 1 UUD NRI Tahun 1945.
  • Dengan pembentukan Undang-Undang Provinsi ini pula diharapkan mampu menjawab perkembangan permasalahan dan kebutuhan hukum Pemda dan masyarakatnya dalam rangka menjalankan roda pemerintahan, mendorong percepatan kemajuan daerah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  • Perkenankan kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi 2 DPR-RI, Komite 1 DPD-RI, dan Pemerintah yang telah bersama-sama melakukan pembahasan RUU ini dengan rasa kebersamaan dan dalam suasana yang demokratis.

Menteri Dalam Negeri

  • Sesuai dengan surat undangan dari Sekjen DPR pada 14 Feb 2022, Rapat Paripurna hari ini diagendakan untuk Pembicaraan Tingkat II Keputusan 7 RUU yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provins Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU 15/2016 tentang Perubahan atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.
  • Presiden telah mengeluarkan Surat Presiden pada 30 November 2021 perihal penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas 7 RUU tentang Provinsi usul DPR-RI di mana di dalam surat tersebut, Presiden menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili Presiden atau Pemerintah.
  • Kami atas nama Pemerintah menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan DPR-RI, Pimpinan dan Anggota Komisi 2 DPR-RI, Panja, Timus, Timsin, serta Pimpinan dan Anggota Komite 1 DPD-RI yang telah bekerja dengan sangat efektif dan penuh dedikasi, sehingga dapat menyelesaikan 7 RUU tentang Perubahan atas UU 25/1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalbar, Kalsel, dan Kaltim, yang ditetapkan pada 25 November 1956, UU 13/1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 2/1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I, Sulteng dan Daerah Tingkat I Sultra, dengan mengubah UU 47/1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sultra, Sulteng, dan Daerah Tingkat I Sulsel dan Sultra menjadi UU yang ditetapkan pada 23 September 1964.
  • Ini menjadi bentuk pembaharuan dan sisi dasar hukum dan cakupan wilayah bagi 7 Provinsi tersebut yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi faktual saat ini. Pencantuman karakteristik wilayah sebagai salah satu substansi di dalam 7 RUU yang sudah ditetapkan juga menjadi indikator pengakuan negara terhadap kekhasan karakteristik masing-masing daerah dan sekaligus sebagai penekanan bahwa Indonesia adalah negara yang plural, multi kultural, multi etnis, multi ras, dan bahkan multi lansekap, namun terintegrasi dalam NKRI sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia "Bhinneka Tunggal Ika".
  • Proses penyusunan 7 RUU ini berlangsung relatif cepat, meski tetap mengikuti semua tahapan sesuai aturan termasuk menyerap aspirasi masyarakat. Kecepatan ini menunjukkan kinerja DPR-RI yang amat mumpuni, keterbukaan untuk mengakomodir aspirasi masyarakat setiap provinsi, pengambilan prakarsa DPR-RI yang dilengkapi dengan naskah akademik yang sistematis dan draf RUU yang berisi dengan yang tepat sesuai aspirasi dan aturan hukum yg berlaku merupakan prestasi tersendiri dari DPR-RI.
  • Kesiapan atas inisiatif DPR ini membuat Pemerintah mudah untuk memahami aspek filosofi, formal, dan substansi guna menyusun Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM. Pembahasan juga berlangsung lancar karena adanya kesamaan pendapat secara umum di antara Komisi 2 DPR-RI, Tim Panja, Timus, Timsin, Pemerintah, dan Komite 1 DPD-RI. Meskipun terdapat dinamika dalam proses pembahasan sebagai ciri demokrasi yang membuka ruang perbedaan pendapat.
  • Semua perbedaan hampir semuanya dapat dicapai titik kesepakatan. Proses lahirnya 7 RUU Provinsi ini dengan segala kerendahan hati kiranya dapat menjadi model bagi penyelesaian produk UU oleh DPR-RI yang melibatkan Pemerintah dan DPD-RI, dan semua stakeholder lainnya. Setidaknya untuk proses sejumlah Provinsi yang berikutnya.
  • Dengan pengesahan 7 RUU Provinsi ini, selain menunjukkan kinerja DPR-RI yang amat produktif, efektif, dan efisien, Pemerintah juga bergembira karena semua undang-undang ini akan memberikan kepastian dan kekuatan hukum bagi produk hukum turunannya, seperti Perda, karena 7 RUU ini menjadi dasar landasan konstitusi yang sah karena sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945.

Laporan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Keolahragaan di Komisi 10 DPR-RI, dibacakan oleh Dede Yusuf Macan Effendi (Fraksi Demokrat, Jawa Barat 2)

  • RUU tentang Keolahragaan merupakan RUU inisiatif DPR-RI yang telah diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada 9 April 2021. Selanjutnya, Pemerintah melalui Surat Presiden pada 18 Juni 2021 perihal penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU tentang Perubahan atas UU SKN, menugaskan Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri PAN/RB, dan Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan pembahasan bersama dengan DPR-RI.
  • Berdasarkan Surat Presiden (Surpres) tersebut, Pimpinan DPR-RI menugaskan Komisi 10 DPR-RI untuk membahas RUU tentang Keolahragaan. Setelah mendapatkan penugasan, Komisi 10 DPR-RI bersama Pemerintah melakukan Raker pada 13 September 2021 dengan Menteri Pemuda dan Olahraga RI dan perwakilan kementerian lain sesuai Surpres dengan agenda utama yaitu penjelasan Pimpinan Komisi 10 DPR-RI, penyerahan DIM dan sekaligus tanggapan Pemerintah, dan membahas serta mekanisme pembahasan RUU.
  • Setelah Raker pada 13 September 2021, Komisi 10 DPR-RI dan Pemerintah mengadakan Raker kembali pada 22 September 2021 untuk melakukan pembahasan DIM dan pembentukan Panja RUU Perubahan UU SKN.
  • Dalam Raker tersebut, Komisi 10 dan Pemerintah menyepakati rincian DIM sebagai berikut; DIM tetap berjumlah 191, DIM diubah redaksi berjumlah 39, DIM diubah substansi 121, DIM dihapus 123, dan DIM usulan baru 387, sehingga total 861 DIM.
  • Disepakati juga untuk membentuk Panja dan memberikan mandat kepada Panja untuk membahas DIM diubah redaksi, DIM diubah substansi, DIM dihapus, dan DIM usulan baru, sementara DIM yang tetap disepakati dalam Raker DPR-RI.
  • Mengingat, DIM RUU SKN berjumlah 861 DIM, maka Panja menyusun strategi pembahasan dan menyepakati pembahasan dilakukan dengan metode klaster, yaitu isu krusial mayoritas dan isu krusial minoritas dengan rincian sebagai berikut bahwa isu mayor (ruang lingkup olahraga, olahraga berbasis teknologi, big data olahraga, industri olahraga, olahragawan sebagai profesi, jaminan sosial, penghargaan olahraga, sumbangan badan usaha atau CSR, dana langsung ke cabang olahraga, kelembagaan sengketa antara BAKI dan BAORI, anti doping dan lembaga anti doping Indonesia, pendanaan olahraga, kelembagaan KONI dan KOI, serta suporter), sedangkan isu minor (tujuan olahraga nasional, pelatih olahraga, tugas, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah pusat dan daerah, sarana dan prasarana atau infrastruktur, olahraga penyandang disabilitas, naturalisasi atlet, dan desain besar olahraga nasional).
  • Dari isu krusial mayor dan minor tersebut Panja melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain Rapat Intern, Panja Komisi 10 DPR-RI, Rapat Panja DPR dan Pemerintah, RDPU dengan pakar dan berbagai pemangku kepentingan olahraga, kunjungan kerja, dan konsinyering secara maraton, serta rapat Timus dan Timsin. Selain itu, di tengah pembahasan isu krusial mayor, Panja melakukan uji publik pada 6-12 Desember 2021 untuk mencari masukkan ke berbagai daerah dan perguruan tinggi. Adapun isu-isu krusial yang perlu menjadi perdebatan publik yaitu tentang pendanaan, kelembagaan KONI-KOI, supporter, desain besar olahraga nasional dan dana langsung ke cabang olah raga.
  • Uji publik ini dilakukan ke Semarang, Makassar, Medan, Pekanbaru, Denpasar, dan Mataram untuk mendapatkan masukan dan pandangan guna penyempurnaan RUU Keolahragaan dari para pemangku kepentingan olahraga yang selanjutnya ditampung untuk menjadi bahan kebijakan dalam penyempurnaan rumusan norma.
  • Pembahasan RUU Perubahan UU SKN, diiringi beberapa dinamika dan perdebatan dalam pembahasan yang antara lain mengenai kelembagaan KONI dan KOI, pendanaan melalui mandatory spending, olahraga berbasis teknologi atau IT Based Sport, supporter, jaminan sosial, dan sarana prasarana olahraga di kawasan industri. Beberapa isu tersebut bahkan ada yang mengalami deadlock, sehingga perlu dilakukan lobi.
  • Panja DPR dan Pemerintah dalam pembahasan isu krusial mayor nampak sangat tajam dalam perbedaan. Namun, dalam pandangan kami perbedaan tersebut terjadi karena adanya semangat bersama untuk memperbaiki kemajuan olahraga di Indonesia.
  • Pada akhirnya, melalui berbagai diskusi dan juga forum lobi perbedaan tersebut dapat diurai dan ditemukan akar masalahnya sehingga pembahasan RUU Keolahragaan tetap dilanjutkan dalam bentuk Rapat Panja sampai Rapat Timus dan Timsin, yang pada akhirnya dalam Rapat Panja kemarin, 14 Februari 2022 telah disepakati draft RUU tentang Keolahragaan sebagai hasil Panja.
  • Setelah diputuskan di Panja pada tanggal yang sama, 14 Februari 2022 langsung dibawa ke Rapat Internal Komisi 10 DPR-RI pada siang harinya, dan dibawa ke pada Rapat Kerja pada sore harinya.
  • Seluruh Fraksi dan Pemerintah menerima dan menyetujui RUU tentang Keolahragaan untuk ditetapkan menjadi UU dan diteruskan dalam Pembicaraan Tingkat II di Sidang Paripurna DPR-RI.
  • Sebagai informasi, persetujuan dari para fraksi bahwa UU ini tidak lagi merupakan perubahan, tapi menjadi UU baru.
  • Patut disyukuri meskipun di tengah Pandemi Covid-19 dan munculnya varian Omicron, proses pembahasan RUU tentang Keolahragaan berjalan sesuai jadwal di mana Panja dapat menyelesaikan kerjanya selama tiga kali masa sidang kurang tiga hari.
  • Perdebatan panjang telah dilakukan di Panja dan adu argumentasi menjadi warna tersendiri dalam dinamika pembahasan Panja, sehingga kami tidak ingin mengulang hal-hal krusial yang terjadi dalam perdebatan Panja, akan tetapi kami ingin menyampaikan secara singkat pokok bahasan atau norma substansi perubahan RUU yang bermanfaat dan berdampak positif bagi dunia keolahragaan di Indonesia.
  • Pokok bahasan atau norma yang dimaksud antara lain sebagai berikut;
    • Penguatan olahraga sebagai bagian dari SDGs, sehingga dalam RUU ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia pembangunan nasional di bidang olahraga dan tidak hanya dilaksanakan secara terencana, sistematis, terpadu, dan berjenjang akan tetapi juga berkelanjutan dan diarahkan untuk tercapainya kualitas kesehatan dan kebugaran masyarakat. Oleh karena itu, perubahan nomenklatur olahraga rekreasi menjadi olahraga masyarakat menjadi penanda untuk mewakili semangat dan perubahan tersebut.
    • Penguatan olahragawan sebagai profesi dan pengaturan mengenai kesejahteraan serta penghargaannya bukan hanya dalam bentuk pemberian kemudahan beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat, tanda jasa kehormatan, dan kewarganegaraan melainkan juga perlindungan jaminan sosial melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional atau SJSN.
    • Dalam hal pendanaan RUU ini mengatur mengenai adanya dana perwalian keolahragaan yaitu dana hibah yang diberikan oleh satu atau beberapa pemberi hibah yang dikelola secara mandiri dan profesional oleh lembaga non Pemerintah sebagai wali amanat untuk tujuan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional. Selain itu, bantuan dana olahraga langsung ke cabor untuk di pusat, adapun untuk di daerah bantuan dana olahraga bisa melalui KONI atau langsung ke cabang olahraga melalui sistem hibah.
    • Dalam hal kelembagaan KONI dan KOI adanya peraturan yang jelas mengenai tugas dan kewenangan KONI KOI, serta penguatan sinergitas KONI KOI, di mana KONI yang memiliki kewenangan memberikan rekomendasi untuk mengirim atlet ke ajang internasional dan KOI harus melaksanakan rekomendasi KONI tersebut. Dengan demikian, terjadi sinergi dan kolaborasi yang baik diantara kedua lembaga tersebut.
    • Dalam hal pemajuan olahraga prestasi, dalam RUU ini adanya pengaturan mengenai desain besar olahraga nasional untuk pusat dan olahraga daerah untuk daerah Provinsi Kabupaten Kota. Selain itu diatur juga mengenai Pemda Kabupaten /Kota wajib mengelola paling sedikit dua cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan atau internasional.
    • Dalam hal pengelolaan kejuaraan dan industri olahraga, dalam RUU ini diatur mengenai hak dan kewajiban penonton dan suporter antara lain dalam bentuk hak mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan prioritas untuk menjadi bagian dari pemilik klub.\
    • Adanya pengaturan mengenai olahraga berbasis teknologi digital elektronik namun tetap berorientasi pada kebugaran, kesehatan, dan interaksi sosial serta didorong untuk mendukung pengembangan industri olahraga. Selain itu olahraga berbasis teknologi digital atau elektronik diselenggarakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan, sosial, budaya, literasi fisik, keamanan norma, kepatutan dan kesusilaan.
    • Dalam hal kepentingan olahraga nasional dibentuk sistem data olahraga nasional terpadu sebagai satu data olahraga nasional yang memuat data mengenai pembinaan, pengembangan, penghargaan, dan kesejahteraan olahragawan dan pelaku olahraga.
    • Dalam hal penyelesaian sengketa olahraga dalam RUU ini diatur dan ditegaskan adanya satu badan arbitrase keolahragaan yang bersifat mandiri dan putusannya final dan mengikat, serta dibentuk berdasarkan piagam olimpiade. Selain itu, dalam hal mediasi dan konsiliasi para pihak yang bersengketa dapat meminta bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi proses mediasi dan konsiliasi.
    • Dalam hal olahraga penyandang disabilitas dalam RUU ini diselaraskan dengan UU Penyandang Disabilitas dan dilakukan penguatan di mana pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang disabilitas dilaksanakan oleh Komite Paralimpiade Indonesia, organisasi olahraga penyandang disabilitas, dan atau induk organisasi cabor di pusat dan daerah dengan menekankan peningkatan kemampuan manajerial melalui pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan.
  • Demikianlah beberapa pokok-pokok atau norma dalam RUU ini yang secara substansi diharapkan memiliki dampak signifikan bagi kemajuan olahraga di Indonesia, baik olahraga masyarakat, olahraga prestasi, maupun olahraga pendidikan.
  • Dari seluruh rangkaian pembahasan, baik pembahasan tingkat Panja, Timus, Timsin. Dari awal sampai hari ini, 14 Februari 2022, pembahasan Panja berada dalam suasana demokratis, hangat, bahkan harmonis.
  • Terlampir RUU tentang Keolahragaan yang telah disahkan dalam Raker pada 14 Februari 2022 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan ini.

Menteri Pemuda dan Olahraga

  • Sebagaimana kita sepakati bersama bahwa pembangunan keolahragaan menjadi pendorong untuk mencapai pembangunan nasional di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.
  • Pembangunan keolahragaan kedepannya harus mampu menjamin pemerataan kesempatan olahraga. Peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen olahraga untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan dan dinamika perubahan dalam olahraga nasional termasuk perubahan tantangan global yang lebih dinamis dan disesuaikan dengan era industri digital. Oleh karena itu, RUU tentang Keolahragaan ini sebagai respon atas tuntutan dan dinamika perubahan dalam sistem kelembagaan nasional, seperti kelembagaan keolahragaan, penyelesaian sengketa, pendanaan keolahragaan, dan beberapa isu krusial lainnya.
  • Berdasarkan fakta empiris setelah diterapkan selama lebih dari 17 tahun, UU SKN dipandang perlu untuk diganti sehingga dapat mengkonstruksikan penataan lembaga keolahragaan dalam tatanan sistem hukum nasional.
  • Dengan demikian, tidak terjadi benturan atau konflik satu sama lain melainkan saling melengkapi dan harmonis dalam tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional, sebagaimana termaktub dalam konstitusi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
  • RUU tentang Perubahan atas UU tentang Sistem Keolahragaan Nasional sebagaimana inisiatif DPR RI yang masuk dalam Prolegnas Tahun 2020/2021 dan 2022, pembahasan RUU ini mulai dibahas dengan Pemerintah sejak dikeluarkannya Surat Presiden pada 18 Juni 2021.
  • Pembahasan RUU SKN dimulai sejak Raker 13 September 2021 yang kemudian dilanjutkan dengan dilaksanakannya 8 kali rapat konsinyering pembahasan DIM antara Panja DPR dan Pemerintah, 7 kali rapat tim teknis DPR dengan tim tenis Pemerintah, dan satu kali rapat Timus Timsin.
  • Hal-hal krusial yang telah disepakati selama pembahasan RUU ini antara lain, terkait dengan:
    • penetapan kebijakan olahragaan nasional berupa Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) (Pasal 12).
    • Penyusunan Desain Besar Olahraga Daerah (DBOD) oleh Pemda yang mengacu pada DBON (Pasal 13).
    • Ruang lingkup olahraga yaitu olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi (Pasal 17).
    • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membina dan mengembangkan olahraga yang berbasis teknologi digital atau elektronik pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi dengan tetap berorientasi pada kebugaran kesehatan dan interaksi sosial (Pasal 20a).
    • Penegasan tugas, fungsi, dan kewenangan kelembagaan KONI, KOI, dan Komite Paralimpiade Indonesia agar tercipta harmonisasi dalam penyelenggaraan olahraga nasional (Pasal 36-44).
    • Penyaluran bantuan pendanaan langsung ke Pemerintah Pusat memberikan kepada cabang olahraga prioritas DBON dengan mekanisme bantuan Pemerintah, sedangkan Pemda memberikan dengan mekanisme hibah (Pasal 36).
    • Pengaturan mengenai penonton dan suporter olahraga yang menegaskan mengenai hak dan kewajiban dari penonton dan suporter serta diarahkan untuk pengembangan Industri olahraga (Pasal 15b dan 15c).
    • Olahragawan adalah sebagai profesi di mana olahragawan profesional melaksanakan kegiatan olahraga sebagai profesi sesuai dengan keahliannya (Pasal 55).
    • Isu pendanaan olahraga (perusahaan perseroan terbatas/badan usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap pembinaan keolahragaan (Pasal 69a), Menteri yang membidangi olahraga dapat menyalurkan pendanaan olahraga kepada KONI, induk organisasi cabor, KOI, dan Komite Paralimpiade Indonesia (Pasal 70), amanat pembentukan dana perwalian keolahragaan diatur lebih lanjut dengan PerPres (Pasal 72a).
    • Pempus dan Pemda menyediakan data untuk kepentingan olahraga nasional melalui pembentukan sistem data terpadu yang memuat data tentang pembinaan, pengembangan, penghargaan dan kesejahteraan olahragawan, serta pelaku olahraga (Pasal 74b).
    • Penegasan bahwa organisasi anti doping nasional merupakan satu-satunya organisasi anti doping nasional yang bersifat mandiri, profesional, objektif, dan akuntabel yang menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangan sesuai dengan peraturan organisasi anti doping dunia (Pasal 85).
    • Pemberian penghargaan pada olahragawan dan pelaku olahraga oleh organisasi olahraga, lembaga pemerintah, swasta, badan usaha, dan perseorangan yang berprestasi dan atau berjasa dalam memajukan olahraga berupa pemberian kemudahan beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, kesejahteraan, dan atau bentuk penghargaan lainnya yg bermanfaat bagi penerima penghargaan (Pasal 86).
    • Perlindungan jaminan sosial diberikan kepada olahragawan dan pelaku olahraga yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal 86a).
    • Mekanisme dan kelembagaan penyelesaian sengketa keolahragaan (Pasal 88) yaitu:
      • Dalam hal mediasi dan konsiliasi dipilih para pihak yang bersengketa, para pihak dapat meminta bantuan Pempus untuk memfasilitasi proses mediasi dan konsiliasi.
      • Penyelesaian sengketa dilaksanakan oleh satu badan arbitrase keolahragaan yang bersifat mandiri yang keputusannya final dan mengikat serta dibentuk berdasarkan piagam Olimpiade.
    • Respons permasalahan kelembagaan di organisasi olahraga khususnya terkait dengan dualisme kepengurusan, maka telah diatur dalam RUU ini yang dituangkan dalam Pasal 35 Ayat 1, dengan rumusan untuk kepastian hukum, perlindungan bagi olahragawan dan pelaku olahraga dalam peningkatan prestasi masyarakat membentuk satu induk organisasi cabang olahraga (Pasal 35).
  • Setelah kita melihat perubahan dalam UU SKN ini melebihi dari aturan yang ada, maka kami bersepakat bahwa ini adalah UU baru tentang Keolahragaan.
  • Harapan Pemerintah dari RUU tentang Keolahragaan ini dapat memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dalam kegiatan olahraga dan dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang gemar, aktif, sehat dan bugar, serta berprestasi dalam olahraga.
  • Dengan demikian gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat serta upaya meningkatkan prestasi olahraga dan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa pada tingkat internasional sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada berbagai pihak yg terlibat dalam pembahasan RUU tentang Keolahragaan.
  • Akhirnya, Pemerintah menyampaikan setuju terhadap RUU tentang Keolahragaan ini diputuskan menjadi UU. Semoga niat baik dan usaha kita bersama dalam membenahi keolahragaan nasional diridhoi oleh Allah SWT, Tuhan YME.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan