Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Laporan Tugas Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Pembicaraan Tingkat 1 Terhadap Beberapa RUU, dan Pidato Penutupan Masa Sidang — Paripurna DPR-RI Masa Persidangan II Tahun 2018-2019

Tanggal Rapat: 13 Dec 2018, Ditulis Tanggal: 22 Jun 2020,
Komisi/AKD: Paripurna

Pada 13 Desember 2018, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna Masa Persidangan II Tahun 2018-2019 mengenai Laporan Tugas Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Pembicaraan Tingkat 1 Terhadap Beberapa RUU, dan Pidato Penutupan Masa Sidang. Paripurna ini dibuka dan dipimpin oleh Utut A. dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapil Jawa Tengah 7 pada pukul 10:38 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: JejakParlemen.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu)

  • Kemenlu berharap dengan lahirnya UU kerjasama RI dan Arab Saudi tentang Ekstradisi, bisa meningkatkan kerjasama antara Pemerintah RI dan Arab Saudi di bidang pertahanan.
  • Di dalam RUU tersebut telah diselesaikan dalam pembicaraan tingkat 1 secara stimultan dengan keputusan untuk menyetujui ke tahap selanjutnya, untuk pengambilan keputusan di tingkat 2.
  • Kerjasama ini dimaksudkan untuk memberi jaminan perlindungan masyarakat dan penegakan hukum di bidang kejahatan transnasional. Kejahatan ini hanya bisa ditanggulangi dengan kerjasama antar negara. Kerjasama ini harus memperhatikan yurisdiksi dan sistem hukum negara.
  • Perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani pada 2 Februari 2014 di Abu Dhabi perlu disahkan.
  • RI sebagai salah satu negara yang mempunyai peran penting di Timur Tengah, RI penting melakukan kerjasama dengan Arab Saudi khususnya terkait dengan kerjasama ekstradisi. Penandatanganan kerjasama di bidang pertahanan antara Pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi merupakan kewenangan Presiden yang dilakukan dengan persetujuan DPR berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 UUD 1945. dalam RUU ini antara lain diatur mengenai kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisi, permintaan ekstradisi, komunikasi antar negara, alasan penolakan ekstradisi, permintaan ekstradisi, pengaturan dari Pemerintah pusat, dan penyerahan orang yang diekstradisi. Disahkannya RUU ini akan meningkatkan penegakan hukum, khususnya di kejahatan lintas negara di bidang korupsi, perdagangan orang, dan pencucian uang. Oleh karena itu, Presiden menyatakan persetujuan atas RUU ekstradisi antara RI dan Arab Saudi.

Menteri Pertahanan (Menhan)

  • Pendapat akhir Presiden nota kesepahaman Kemenhan RI dan Spanyol di bidang kerjasama pertahanan pada 4 Desember 2018, pembicaraan tingkat 1 dengan kesimpulan menyetujui untuk dibawa ke pembicaraan tingkat 2.
  • Kecenderungan perkembangan lingkungan strategis yang terus berubah menempatkan perkembangan dunia yang sulit diprediksi dan penuh ketidakpastian. Ke depan hal yang mengemuka adalah benturan kepentingan antar kelompok dengan mengatasnamakan ideologi tertentu. Ke depan tidak ada lagi ancaman bersifat konvensional atau perang terbuka antar negara tapi ancaman non konvensional.
  • Fenomena ancaman nyata sangat menonjol di berbagai belahan dunia diantaranya adalah terorisme, bencana alam dan peredaran serta penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut yang menjadi dasar untuk membangun kerjasama, baik bilateral maupun multilateral.
  • Perkembangan dunia dengan ditandai pesatnya iptek semakin meningkat pula kerja sama di berbagai bidang termasuk di bidang pertahanan.
  • Pada tahun 1976, telah dimulai kerjasama pertahanan RI dengan Spanyol. Tahun 1980, dilakukan kerja sama di bidang strategis, yaitu pembuatan 9 unit pesawat untuk TNI AD. Spanyol telah menganggap Indonesia sebagai negara sahabat, sehingga penting untuk melakukan kerjasama di bidang pertahanan antara Indonesia dan Spanyol. Kerjasama di bidang pertahanan membutuhkan payung hukum yang pasti. Menhan mewakili Pemerintah menyetujui RUU Nota Kesepahaman Antara Kementerian Pertahanan RI dengan Kementerian Pertahanan Spanyol untuk segera disahkan menjadi UU.
  • Penyampaian pendapat akhir Presiden atas RUU RI tentang Pengesahan Nota Kesepahaman antara pemerintah RI dan pemerintah Republik Serbia tentang kerjasama di bidang pertahanan. RUU RI tersebut telah diselesaikan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat 1 secara simultan pada tanggal 4 Desember 2018 dengan keputusan menyetujui untuk diteruskan ke tahap selanjutnya yaitu pengambilan keputusan/pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI.
  • Kecenderungan perkembangan lingkungan strategis yang terus berubah menempatkan perkembangan masa depan dunia menjadi sulit diprediksi dan penuh dengan ancaman nyata yang bersifat lebih dinamis dan multi dimensional seperti terorisme, radikalisme, pemberontakan bersenjata, pencurian SDM, dan serangan cyber. Saat ini dilakukan strategi pertahanan smart power dengan hard power dan soft power. Perkembangan dunia ditandai pesatnya iptek dan meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang termasuk di bidang pertahanan. Impor utama RI dari Serbia yaitu senjata dan alat medis. Kerjasama pertahanan RI dan Serbia terbatas di pembelian alat senjata dan pertukaran pendidikan. Dengan disetujuinya RUU maka terbentuk kerjasama RI dan Serbia di bidang pertahanan. Menhan mewakili Presiden menyatakan setuju RUU atas pengesahan kesepahaman RI dan Serbia tentang kerjasama di bidang pertahanan untuk menjadi UU. Kerjasama Pemerintah RI dengan Pemerintah Serbia sudah terjalin dengan sangat baik. Kerjasama ini salah satunya dalam bidang perdagangan. Komoditas ekspor RI meliputi alat komunikasi, hasil laut, proteksi, dan perkebunan.

Tim Pemantau DPR RI Terhadap Pelaksanaan UU Terkait Otonomi Khusus Aceh, Papua, dan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

  • Laporan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan UU terkait Otonomi Khusus Aceh (UU No. 11 Tahun 2006), Papua (UU No. 21 Tahun 2001), dan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU No. 13 Tahun 2012).
  • Papua (UU No. 21 Tahun 2001):
    • Dalam rangka untuk melakukan pengawasan secara langsung terhadap UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, tim pemantau telah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua pada tanggal 14-16 Maret 2018. Dari hasil kunjungan diketahui selain manfaat, juga ada permasalahan ketenagakerjaan dan kelestarian lingkungan yang perlu mendapat perhatian serius dan harus diselesaikan oleh PT. Freeport Indonesia. Selain itu, juga diketahui kebijakan Otsus Papua tidak gagal, melainkan mengalami perlambatan, oleh karenanya perlu dilakukan pembenahan. Beberapa hal juga dimintakan perhatiannya oleh Pemerintah pusat, yaitu terkait kejelasan keanggotaan DPRD yang berasal dari pengangkatan yang menurut Pemerintah Daerah Provinsi Papua pengangkatannya hanya sekali, dan juga mengenai masalah tindak lanjut dana otsus yang akan berakhir pada 2025. Dari hasil kunjungan juga diketahui adanya afirmasi bagi putra asli Papua dalam perekrutan polisi dan TNI. Selain itu, juga terdapat keluhan terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pusat terkait dengan struktur organisasi pemerintah kabupaten, yang menghilangkan keberadaan Dinas Pendidikan, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan, dan Dinas ESDM di Kabupaten/Kota yang menjadi kewenangan Provinsi. Padahal, Kabupaten Mimika memiliki semua urusan tersebut di daerahnya sehingga peraturan tersebut dinilai merugikan Pemerintah Kabupaten Mimika dalam kaitannya upaya untuk mensejahterakan rakyat Papua di Kabupaten Mimika.
    • Sehubungan dengan permasalahan tersebut, tim pemantau meminta kepada PT. Freeport Indonesia untuk merespon segala persoalan yang dikeluhkan, baik oleh masyarakat, Pemerintah daerah Provinsi Papua, maupun Pemerintah Kabupaten Mimika. PT. Freeport Indonesia diminta untuk memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan, selain juga melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan memberikan kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan jika terbukti melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Tim pemantau juga meminta kepada stakeholders di Papua untuk terus meningkatkan pelaksanaan otsus Papua dan bekerja keras dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua agar kesejahteraan rakyat Papua terwujud.
    • Pada tanggal 5 Maret, tim juga telah melakukan pertemuan dengan BPK terkait dengan audit dana otsus untuk Papua. Berdasarkan hasil audit BPK RI terhadap dana otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat sejak tahun 2011-2016 secara umum belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang berlaku dan didukung oleh sistem pengendalian intern yang memadai. Menurut BPK RI, dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran, khususnya dana otonomi khusus masih terdapat hal-hal yang tidak sesuai atau belum sepenuhnya memperhatikan peraturan yang berlaku dan kepentingan masyarakat Papua.
    • Temuan BPK RI dalam tahap pelaksanaan anggaran dikemukakan informasi bahwa tahun 2011-2012 ditemukan penggunaan dana otonomi khusus yang belum optimal mendukung percepatan pembangunan bidang pendidikan, pelaksanaan infrastruktur oleh Pemerintah Provinsi Papua yang belum sesuai dengan amanat UU Otsus, serta masih ditemukan permasalahan dalam hal belum dipertanggungjawabkan (41%), kelebihan pembayaran (30%), dan ketidaksesuaian pekerjaan/kegiatan dengan ketentuan (28%). Untuk tahun 2012, 2013, 2014 masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan operasional PT. Bank Pembangunan Daerah Papua. Tahun 2015-2016: Hasil pemeriksaan BPK RI atas pengelolaan dana dan pengelolaan program bersumber dari dana otsus di Provinsi Papua Tahun Anggaran 2015 dan Semester 1 Tahun 2016 mengungkapkan 106 temuan yang memuat 137 permasalahan, yaitu 132 permasalahan ketidakefektifan senilai Rp225,58 Miliar, 3 permasalahan kerugian daerah senilai Rp1,43 Miliar dan 2 permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp96,63 juta.
    • BPK RI merekomendasikan agar sistem anggaran harus sudah menggunakan earn-marking untuk pemasukan dan juga penggunaannya. DPR RI sendiri telah meminta agar BPK menaruh perhatian terhadap audit dana otsus dan juga penggunaan dana hibah, dengan tidak hanya memeriksa dokumen saja, namun juga melihat kondisi lapangan.
    • Tim pemantauan juga telah menugaskan tim ahli untuk mengumpulkan data terkait implementasi otsus di Papua. Hasilnya telah dipaparkan di hadapan tim otsus pada tanggal 28 November 2018. Tim menilai bahwa implementasi otsus di Papua belum sepenuhnya memperlihatkan pencapaian tujuan dari diberikannya Otsus Papua terutama jika melihat pada indikator pendidikan, kesehatan, dan perekonomian rakyat. Dengan melihat situasi ini, tim otsus berpendapat bahwa pengawasan terhadap implementasi otsus Papua perlu terus ditingkatkan.
  • Aceh (UU No. 11 Tahun 2006):
    • Tim pemantauan telah melaksanakan kunjungan kerja ke kota Lhokseumawe dan kabupaten Aceh Utara pada tanggal 9-11 Desember 2018. Fokus objek pada kunjungan kerja ini adalah pemantauan perkembangan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam percepatan pembangunan perekonomian Aceh. selain itu, tim pemantau juga ingin mengetahui efektivitas penggunaan dana otsus yang telah diberikan ke Provinsi Aceh sejak Tahun 2008.
    • Pada kunjungan kerja ini, tim pemantau memperoleh temuan bahwa masih terdapat permasalahan dalam pengoperasian Lhokseumawe terutama dalam hal status kepemilikan lahan KEK. sebagian besar lahan masih di bawah pengelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan proses pemindahtanganan aset tersebut memakan waktu lama. Hal ini dapat menghambat pengoperasian KEK Lhokseumawe yang akan diresmikan pada Desember 2018.
    • Tim pemantau juga memperoleh temuan jalan yang menuju makam pahlawan nasional. Cut Meutia, di Aceh Utara berada dalam kondisi sangat buruk. Status jalan masih berada di bawah kepemilikan Pertamina Hulu Energi (PHE) dan perusahaan tidak pernah melakukan perbaikan jalan tersebut. Oleh karena itu, tim pemantau mendorong perubahan status jalan menjadi jalan nasional sehingga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) dapat menyediakan anggaran dalam rangka perbaikan.
    • Beberapa aspirasi masyarakat Lhokseumawe dan Aceh Utara yang disampaikan dalam kunjungan kerja ini adalah kemandirian pengelolaan ladang migas oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pembangunan kawasan wisata muslim internasional di Aceh Utara, serta pemberian prioritas bagi masyarakat lokal untuk bekerja di perusahaan yang sudah lama beroperasi (Pupuk Iskandar Muda dan Arun Ngl). oleh karena kompleksnya permasalahan yang ditemui dalam kunjungan kerja ini, maka tim pemantau tentang pemerintahan Aceh berencana akan melaksanakan rapat konsultasi yang mengundang Kementerian teknis terkait. Kementerian teknis terkait yang akan diundang antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Pariwisata, Lembaga Manajemen Aset Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara serta PT. Pertamina (Persero).
  • Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU No. 13 Tahun 2012):
    • Pemerintah memberikan status daerah istimewa pada DIY karena masih menjunjung pemerintahan yang dijalankan oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualam. Selain itu, status sebagai daerah istimewa juga diberikan karena aspek sejarah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pakualam dalam kemendekaan dan mempertahankan NKRI. Status daerah istimewa diberikan kepada DIY dengan UU No. 3 Tahun 1950 sebagaimana terakhir kali diubah dengan UU No. 9 Tahun 1955 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karenanya kewenangan dalam urusan keistimewaan diberikan kepada DIY melalui UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Keistimewaan tersebut diberikan dalam hal tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang kepala daerah; kelembagaan pemerintahan daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Kelima kewenangan dalam urusan keistimewaan ini telah ditindaklanjuti pengaturannya dalam Peraturan Daerah Istimewa.
    • Namun dalam implementasinya, masih ada sejumlah isu penting yang menjadi perhatian tim pemantau, yaitu kedudukan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY yang bersifat khusus dan Perdais DIY terhadap peraturan lain yang lebih tinggi, keistimewaan DIY berada di provinsi tetapi dalam implementasinya secara regulasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah DIY berlaku sampai tingkat kabupaten/kota dan desa sehingga berpotensi terjadi disharmonisasi peraturan perundang-undangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 88/PUU-XIV/2016 sehubungan dengan tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, serta fungsi dan peran DPRD DIY dalam pelaksanaan dan pengawasan terhadap keistimewaan.
    • Atas dasar itu, dilakukan review dan pemetaan potensi masalah yang masih terjadi dalam implementasi UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta kunjungan kerja tim pemantau DPR RI terhadap pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun waktu 2017-2018. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi dan mereview implementasi UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk itu, tim pemantau DPR RI telah melaksanakan kunjungan kerja pada 28-29 Mei 2018 ke D.I.Y. dimana pada kunjungan kerja tanggal 28 Mei 2019 dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders, yaitu Pemerintah D.I.Y. bertempat di kantor Gubernur D.I.Y., kepatihan Yogyakarta dan akademisi, ulama, dan tokoh masyarakat, bertempat di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta).
    • Kunjungan kerja tersebut menunjukan bahwa UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DIY. kewenangan istimewa DIY ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan berupa Perdais DIY No. 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan DIY, Perdais DIY No. 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perdais No. 1 Tahun 2-13 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan DIY, Perdais DIY No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Pelantikan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Perdais DIY No. 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, Perdais No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanag Kasultanan dan Tanah Kadipaten, dan Perdais No. 2 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan.
    • Masih terjadi gap pemikiran antara lingkungan pemerintahan dengan elemen masyarakat tentang keistimewaan DIY, yaitu keistimewaan merupakan hak yang diberikan secara istimewa kepada DIY namun masyarakat memahami pengukuhan status keistimewaan adalah warisan budaya Jawa atau kearifan lokal dan jika berbicara tentang keistimewaan hanya berkaitan dengan dana keistimewaan. Dana keistimewaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah DIY terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, yaitu Rp231.392.653.500,00 dengan realisasi RP54.562.180.053,00 pada 2013, Rp532.874.719.000,00 dengan realisasi Rp272.056.608.289,00 pada 2014, Rp547.450.000.000,00 dengan realisasi Rp477.494.515.166,00 pada tahun 2015, Rp547.450.000.000,00 dengan realisasi Rp531.722.397.752,00 pada tahun 2016, Rp800.000.000.000,00 dengan realisasi Rp716.080.000.00,00 pada tahun 2017, dan Rp1.000.000.000.000,00 pada tahun 2018. Penggunaan dana keistimewaan tersebut berdasarkan program by design yang lebih ditekankan pada pembangunan fisik. Masih terjadi ketimpangan pendapatan dan ketimpangan wilayah dengan indeks ketimpangan pendapatan sebesar 0,43 dan indeks ketimpangan wilayah sebesar RP 0,488. Belum secara optimal mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat karena terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin meskipun persentase penduduk miskin mengalami penurunan.
    • Implementasi UU Keistimewaan DIY juga menunjukkan keistimewaan bidang pertanahan dilakukan dengan penatausahaan pertanahan melalui lima tahapan yaitu inventarisasi, identifikasi, verifikasi, pemetaan, dan pendaftaran, namun masih terdapat penafsiran dan pengimplementasian keistimewaan dikait dengan Rijksblad 16 dan 18 sehingga dikhawatirkan akan menghidupkan kembali domein verklaring yang tidak diatur UUPA dan tidak ada juga di UUK DIY. Kebijakan pertanahan berbenturan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa karena Perdais No. 1 Tahun 2017 memerintahkan tanah yang menjadi aset desa dan kekayaan desa yang sudah bersertifikasi Hak Pakai harus disesuaikan menjadi hak pakai di atas tanah Kasultanan/tanah Kadipaten. Pengaturan tata ruang dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY berbenturan dengan pengaturan tata ruang secara nasional, karena tata ruang dalam kerangka regulasi tidak mungkin ditata bidang per bidang tetapi satuan ruang strategis berupa zona inti zona pemanfaatan. Selain itu, secara kelembagaan perangkat daerah di DIY ada yang mempunyai wakil kepala dinas karena space of control yang luas meskipun secara nasional tidak diperbolehkan adanya wakil kepada dinas. Keistimewaan bidang kebudayaan masih didasarkan pada konsep kebudayaan adalah event yang tidak saling bersinergi antar-event, yang semua-semua anggaran di dinas kebudayaan menggunakan dana keistimewaan sehingga penggunaan dana keistimewaan bisa mengalami perluasan dalam koridor mainstream budaya.
  • Berdasarkan hasil kunjungan kerja tim ke darah, pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Aceh, UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otonomi Khusus Papua dan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Yogyakarta belum maksimal dan masih perlu pengawasan lebih lanjut. Sehubung dengan itu, maka untuk lebih mengoptimalkan fungsi DPR RI di bidang pengawasan, tim pemantau masih memerlukan perpanjangan masa tugas terhadap pelaksanaan 3 (tiga) UU tersebut, dan tim pemantau mengharapkan agar ditetapkan kembali dalam Rapat Paripurna DPR RI yang akan dilanjutkan pada tahun 2019.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan