Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2025 — Rapat Paripurna ke-47

Tanggal Rapat: 20 May 2024, Ditulis Tanggal: 27 May 2024,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Menteri Keuangan RI

Pada 20 Mei 2024, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna tentang Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2025. Rapat Paripurna dibuka oleh Sufmi Dasco dari Fraksi Gerindra dapil Banten 3 pada pukul 10.05 WIB.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan RI
  • KEM-PPKF 2025 disusun pada masa transisi dari pemerintahan saat ini untuk pemerintahan selanjutnya. Kebijakan Fiskal harus menjadi pondasi kuat bagi proses pembangunan secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
  • Berbagai tantangan dan hambatan akan terus dihadapi oleh semua bangsa dalam mencapai cita-citanya, tidak terkecuali Indonesia. Tantangan dan hambatan pembangunan dapat bersifat struktural yang membutuhkan kebijakan jangka menengah-panjang konsisten seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Sementara tantangan siklikal, jangka pendek, mengharuskan respons cepat, fleksibel, dan efektif, namun tetap sustainable dan konsisten dalam jangka menengah. Hal ini tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan KEM PPKF. Kemampuan untuk terus konsisten mengatasi masalah struktural dan sekaligus menangani gejolak siklikal akan memperkuat fondasi dan sekaligus menentukan kemajuan suatu negara. RPJPN, RPJMN, RKP, dan KEM PPKF dengan demikian menjadi tatanan yang membentuk tradisi politik dan pemerintahan yang terus berkesinambungan namun tetap adaptif dan responsif terhadap perubahan dan upaya perbaikan untuk mencapai kesempurnaan.
  • Dinamika global dan nasional serta berbagai guncangan telah menciptakan berbagai tantangan yang rumit dan tidak mudah. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami eskalasi tensi geopolitik yang menyebabkan perang di Ukraina, Palestina, ketegangan di kawasan Asia, serta perang dagang yang menimbulkan fragmentasi global dan disrupsi rantai pasok yang luar biasa. Pandemi Covid-19 dan perubahan iklim menyebabkan ancaman kemanusiaan serta dampak ekonomi dan keuangan yang sangat besar.
  • Dalam menghadapi berbagai guncangan dan tantangan perubahan besar ini, Indonesia mampu merespons dengan baik melalui kerja sama yang kuat antara Pemerintah dan DPR, beserta segenap lapisan masyarakat.
  • Kerja sama ini menjadi kekuatan yang luar biasa sehingga Indonesia berhasil mengatasi berbagai guncangan dengan sangat baik. Dalam kesempatan baik ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan yang terhormat sebagai partner Pemerintah dan sekaligus pilar demokrasi atas kerja sama dan sinergi yang sangat kuat dalam membahas dan mendukung berbagai kebijakan untuk merespons berbagai guncangan dan perubahan yang terjadi sehingga dapat terus menjaga perekonomian nasional dan masyarakat.
  • Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak terlepas dari dinamika dunia yang harus terus diwaspadai dan dikelola. KEM PPKF harus mampu mengidentifikasi, memahami, bahkan mengantisipasi tantangan dan perubahan tersebut sehingga kita dapat merumuskan Kebijakan Ekonomi Makro dan merancang instrumen Kebijakan Fiskal yang tepat untuk menghadapinya. Beberapa guncangan global hebat yang mempengaruhi KEM PPKF adalah Krisis Keuangan Global di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2008-2009 yang nyaris melumpuhkan sistem keuangan dunia dan menyebabkan kontraksi ekonomi global -0,14%, pertama kali terjadi sejak Great Depression 1932. Pasar keuangan global mengalami guncangan hebat, termasuk Indonesia.
  • Pada Oktober 2008, yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dengan tenor 10 tahun melonjak sangat tinggi mencapai 21%, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam sebesar 50%, kepercayaan pasar merosot.
  • Indonesia melakukan penyesuaian Kebijakan Ekonomi Makro dan Fiskal hingga dampak guncangan global ke ekonomi dapat diminimalkan dan ekonomi Indonesia mampu tetap tumbuh 4,6% di tahun 2009.
  • Untuk mencegah kelumpuhan pasar keuangan global, Pemerintah dan Otoritas Bank Sentral di Amerika Serikat dan Eropa melakukan penyelamatan dan stabilisasi sistem keuangan dan perekonomiannya dengan menurunkan suku bunga secara drastis ke nol persen dan menggelontorkan likuiditas Dolar AS secara masif. Tiongkok sebagai salah satu perekonomian terbesar dunia juga melakukan langkah stabilisasi nilai tukar dan stimulus perekonomian untuk meminimalkan dampak negatif krisis keuangan global. Krisis Keuangan Global menjadi contoh ujian berat bagi kemampuan KEM PPKF untuk mengatasinya.
  • Suku bunga global yang sangat rendah ditambah likuiditas hard currency yang melimpah, menyebabkan lonjakan harga komoditas seiring dengan meningkatnya permintaan karena pemulihan ekonomi global.
  • Hal ini berdampak positif bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara berkembang mencapai 5,9% di sepanjang periode 2010-2013, sementara Indonesia mampu tumbuh di kisaran 6,0%, didorong oleh permintaan domestik dan ekspor. Namun, ekses overheating dengan permintaan yang melonjak adalah inflasi juga melonjak hingga mencapai 8,1%. Sementara keseimbangan eksternal mulai tertekan dengan transaksi berjalan mengalami defisit tajam hingga mencapai sebesar -3,2% PDB di tahun 2013. Kondisi ini menimbulkan kerawanan ekonomi.
  • Pada saat Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan Eropa pada tahun 2013 mulai mengetatkan kembali kebijakan moneter dan berencana menaikkan suku bunga, sejalan dengan pulihnya ekonomi mereka, langkah tersebut kembali mengguncang pasar keuangan global.
  • Arus modal keluar dari negara-negara emerging dan berkembang dan nilai tukar mengalami depresiasi hebat yang mengancam stabilitas sistem keuangan dan ekonomi banyak negara.
  • Indonesia, dengan defisit transaksi berjalan di atas 3% PDB, dianggap rapuh dan masuk dalam kelompok ”the Fragile Five”, bersama dengan Turki, Brazil, Afrika Selatan, dan India. Dalam situasi ini kembali KEM PPKF mengalami penyesuaian.
  • Bank Indonesia menaikkan suku bunga kebijakannya sebesar 200 bps, hingga 7,75% di akhir tahun 2014. Tekanan pada pasar keuangan juga menyebabkan yield obligasi Pemerintah meningkat 300 bps dari 5,8% pada Mei 2013 ke 8,8% pada Februari 2014 yang menyebabkan tekanan dan kerapuhan APBN.
  • Faktor lain yang berdampak signifikan pada perekonomian dan kebijakan ekonomi makro adalah volatilitas harga komoditas. Harga minyak mentah jenis Brent pernah naik ke level USD115/barel pada Juni 2014, dan turun tajam ke titik terendah USD28/barel di Januari 2016. Saat Pandemi Covid-19, April 2020, harga minyak jatuh lagi ke level terendah USD23/barel, namun akibat perang di Ukraina, melonjak tinggi ke level USD120/barel pada Juni 2022.
  • Di tahun 2023, harga minyak turun tajam menjadi USD65/barel, kemudian naik kembali menjadi USD90/barel di awal tahun 2024 akibat perang di Gaza, Palestina. Demikian juga harga batu bara yang pernah mencapai puncaknya USD430/ton pada September 2022 dan turun tajam ke level USD127/ton pada November 2023. Harga CPO juga pernah mencapai level terendah USD544/ton pada Juli 2019, namun melambung tinggi hingga USD1.800/ton pada Maret 2022, kemudian turun kembali menjadi USD804/ton pada Oktober 2023.
  • Jatuh bangunnya harga komoditas menyebabkan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada saat harga tinggi, memacu pertumbuhan melalui permintaan eksternal (ekspor) maupun permintaan domestik.
  • Sementara ketika harga jatuh, pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan. Sebagai gambaran, Indonesia pernah dihadapkan pada kondisi yang sangat sulit yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas yg sangat cepat dan drastis pada pelaksanaan APBN 2015 dan 2016. Realisasi pendapatan negara di bawah target (APBN) sebesar Rp286 Triliun (2,5% PDB) di tahun 2015 dan sebesar Rp267 triliun (2,1% PDB) di tahun 2016. Untuk mengatasi tekanan fiskal, Pemerintah melakukan pengendalian belanja, terutama di 2016, yang mencapai Rp231 Triliun (1,9% PDB) sehingga defisit terkendali pada level 2,5% PDB. Masa-masa sulit tersebut menunjukkan bahwa Kebijakan Ekonomi Makro dan Fiskal sering dihadapkan pada faktor-faktor yang di luar kontrol, yang mengharuskan perubahan dan manuver kebijakan, dengan tetap menjaga keseimbangan antara mempertahankan momentum pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta sustainabilitas fiskal.
  • Kebijakan Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal yang prudent dan kredibel harus terus dijaga agar efektif dan dipercaya pelaku pasar dan investor untuk menjaga kepentingan nasional bersama dan keberlanjutan pembangunan.
  • Sejumlah negara di Amerika Latin, khususnya Argentina, menjadi contoh bagaimana disiplin dan kredibilitas fiskal yang rendah menjerumuskannya ke kubangan krisis ekonomi yang sulit dicarikan solusinya hingga saat ini.
  • Tantangan yang paling berat dalam 1 dekade terakhir adalah Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Kebijakan pembatasan interaksi dan mobilitas masyarakat yang diterapkan hampir di seluruh negara menyebabkan terhentinya hampir seluruh aktivitas ekonomi.
  • Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi global mengalami kontraksi sebesar -2,7% di tahun 2020. Pada saat Pemerintah membutuhkan dana besar untuk penanganan krisis pandemi, pendapatan negara turun drastis karena berhentinya aktivitas ekonomi.
  • Sungguh tidak mudah mengelola APBN saat itu. Di tahun 2020, tingginya ketidakpastian terkait seberapa lama pandemi akan berlangsung dan seberapa besar dampaknya bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian nasional, menyebabkan Pemerintah bersama DPR harus melakukan tiga kali revisi terhadap APBN 2020.
  • Alhamdulillah, berkat sinergi, kolaborasi dan dukungan yang kuat dari DPR, berbagai langkah darurat penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi nasional dapat diimplementasikan secara cepat dan efektif.
  • Langkah ini berhasil mencegah korban jiwa yang lebih besar dan PHK massal akibat kebangkrutan yang meluas, serta memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan untuk tetap dapat mengakses pangan dan layanan dasar lainnya.
  • Penerbitan PERPPU No. 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan oleh DPR menjadi UU No. 2 tahun 2020 memberikan payung hukum yang kuat bagi Pemerintah untuk mengambil berbagai langkah strategis penanganan pandemi termasuk dengan diperbolehkannya defisit fiskal di atas 3% PDB selama 3 tahun (2020-2022). Meskipun demikian, pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent dan kredibel berhasil mengembalikan defisit APBN kembali di bawah 3% PDB setahun lebih cepat dari rencana semula dan tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi serta tetap konsisten melakukan reformasi struktural.
  • Periode pasca pandemi, diwarnai disrupsi rantai pasok global yang diperparah dengan eskalasi konflik Rusia – Ukraina, dan belakangan ini konflik di Timur Tengah. Kombinasi scarring effect akibat pandemi dan eskalasi konflik geopolitik menyebabkan tantangan global menjadi semakin kompleks, diwarnai oleh disrupsi rantai pasok global, tekanan inflasi yang persisten tinggi, kondisi likuiditas yang ketat, suku bunga acuan yang bertahan di level tinggi dalam waktu yang lama (higher for longer), dan ketidakpastian di pasar keuangan. Dampak paling berat dirasakan oleh negara berkembang akibat cost of borrowing yang tinggi, aliran modal ke luar, dan tekanan nilai tukar, sehingga menyebabkan peningkatan beban utang serta semakin sempitnya ruang kebijakan, baik moneter maupun fiskal, untuk mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok dalam bentuk Trade War dan Chip War telah menimbulkan fragmentasi global serta disrupsi perdagangan dan investasi. Persaingan dua kekuatan ekonomi dunia tersebut diperkirakan akan terus berlangsung dalam dekade mendatang, yang berdampak besar bagi prospek ekonomi dunia dan Indonesia.
  • Indonesia patut bersyukur, di tengah berbagai guncangan yg kita hadapi, ketahanan perekonomian Indonesia tetap terjaga. Dalam lima tahun sebelum Covid-19, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara G20 yang mampu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan global, bersama Tiongkok dan India. Rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2015 s.d. 2019, mencapai 5,0%, jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,4% juga jika dibandingkan dengan emerging economies Anggota G20 lainnya yang tumbuh rata-rata di 4,9%.
  • Kebijakan fiskal yang responsif di masa pandemi berhasil menahan kontraksi ekonomi Indonesia hanya sebesar -2,1%, jauh lebih baik dari level kontraksi negara tetangga, seperti: Filipina (-9,5%), Thailand (-6,2%), Malaysia (-5,5%), dan Singapura (-3,9%). Setahun kemudian di tahun 2021, ekonomi Indonesia kembali tumbuh positif 3,7%, dengan nilai PDB riil yang telah kembali melampaui level pra-pandeminya (2019), tercepat dibandingkan negara ASEAN-5 lainnya yang belum berhasil kembali ke level pra-pandemi. Dalam dua tahun terakhir (2022-2023), kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, selalu di atas 5,0%, di tengah perlambatan ekonomi global.
  • Kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter yang solid dan efektif berhasil mengendalikan inflasi di level moderat, jika dibandingkan banyak negara di tengah risiko imported inflation yang dipicu lonjakan harga komoditas.
  • Pada tahun 2022, inflasi Indonesia tercatat hanya di level 5,5%, di tengah inflasi global yang sangat tinggi seperti di AS yang mencapai 6,5%, Eropa 9,2%, Inggris di level 10,5%, bahkan Argentina dan Turki yang mengalami inflasi sangat tinggi (hyperinflation).
  • Saat ini, inflasi berada di kisaran 3,0%, level yang relatif sehat bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam hal ini, peran APBN sangat krusial.
  • APBN didesain fleksibel agar responsif dan efektif untuk menstabilkan harga domestik sekaligus melindungi daya beli masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial (perlinsos), antara lain bansos, subsidi energi, pangan, dan pupuk.
  • Pengelolaan kebijakan fiskal yang efektif, prudent, dan kredibel membuat Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara dengan kondisi fiskal yang mengalami perbaikan secara signifikan pasca pandemi.
  • Di antara negara G20, mayoritas negara masih berjuang untuk melakukan konsolidasi fiskalnya. Defisit fiskal di AS, India dan Tiongkok di tahun 2023 masing-masing berada di level 8,8%, 8,6% dan 7,1% PDB.
  • Pada periode yang sama, defisit APBN kita hanya tercatat 1,62% PDB. Selain itu, untuk pertama kali sejak tahun 2012, keseimbangan primer kembali mencatatkan surplus 0,5% PDB. Di berbagai forum internasional, Indonesia menjadi contoh sukses negara yang keluar dari krisis pandemi dengan cepat dan kuat. Upaya penanganan pandemi oleh Pemerintah mencakup bidang kesehatan, perlinsos, dan dukungan bagi dunia usaha, berdampak pada penyesuaian defisit APBN tahun 2020 dari Rp307,22 Triliun (1,8% PDB) menjadi Rp1.039,22 Triliun (6,1% PDB). Selama pandemi, Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dirancang responsif sehingga terbukti mampu melindungi masyarakat miskin dan rentan dengan menahan kemiskinan di level 10,19% pada September 2020. Tanpa perlinsos, Bank Dunia memperkirakan angka kemiskinan dapat mencapai 11,8%. Ini artinya, Program PEN mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang dari ancaman jatuh dalam kemiskinan baru. Kebutuhan pembiayaan sangat besar di tengah turunnya kinerja pendapatan negara dan tekanan di pasar keuangan. Sinergi yang kuat dengan otoritas moneter melahirkan skema burden sharing yang dilakukan secara prudent dan kredibel sehingga kepercayaan pasar tetap terjaga dan menjadi best practice case di level global.
  • Upaya percepatan reformasi struktural melalui strategi hilirisasi terutama Sumber Daya Alam juga membuahkan hasil yang nyata. Hal ini tercermin pada peningkatan kinerja ekspor dalam beberapa tahun terakhir.
  • Nilai ekspor di tahun 2022 mencapai USD292 Miliar, meningkat dari USD176 Miliar pada 2014, dan merupakan rekor tertinggi dalam sejarah. Pada tahun 2022, surplus neraca perdagangan juga mencatatkan rekor tertinggi, USD54,5 Miliar jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang defisit USD2,2 Miliar. Lonjakan tajam dari kinerja ekspor terutama disumbang dari produk hilirisasi, utamanya produk nikel dan CPO. Di tahun 2023, posisi neraca perdagangan sedikit menurun akibat pelemahan ekonomi dan turunnya harga komoditas, namun masih mencatatkan surplus cukup besar, USD36,9 Miliar. Hilirisasi juga berhasil menciptakan sumber pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa. Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara bertumbuh secara signifikan ditopang hilirisasi nikel, di mana di tahun 2023, masing-masing tumbuh 6,4% dan 6,9%, jauh lebih tinggi di atas pertumbuhan nasional yang sebesar 5,05%.
  • Selain kinerja pertumbuhan yang kuat, dalam 10 tahun terakhir, upaya peningkatan infrastruktur, kualitas SDM dan kesejahteraan masyarakat menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penguatan tiga aspek ini merupakan langkah strategis membangun fondasi perekonomian yang kuat untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ke depan. Dari sisi infrastruktur, berbagai infrastruktur vital meningkat signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
  • Dalam periode 2015 sd 2023, jalan tol yang beroperasi meningkat sebesar 1.938 Km, sementara panjang jalan non-tol nasional meningkat 4.547 km. Pada periode yang sama, Pemerintah juga telah membangun 37 bendungan baru, sehingga kapasitas irigasi meningkat signifikan. Selain itu untuk mendukung ketahanan energi, Pemerintah juga meningkatkan kapasitas pembangkit listrik nasional meningkat 36,3 Gigawatt dalam periode 2015 sd 2023.
  • Dari sisi penguatan kualitas SDM, dalam 10 tahun terakhir, jumlah sekolah baru meningkat masing-masing sekitar 1.500 SD, 4.600 SMP, dan 3.600 SMA/SMK, sehingga mampu meningkatkan angka partisipasi kasar di seluruh jenjang pendidikan.
  • Selain itu, beasiswa LPDP juga diberikan kepada putra-putri terbaik Indonesia untuk menempuh pendidikan di berbagai universitas terbaik, baik di luar negeri maupun dalam negeri.
  • Sampai dengan akhir tahun 2023, jumlah penerima beasiswa LPDP telah mencapai 45.500 orang. Selanjutnya, di sektor kesehatan, Pemerintah telah mampu menurunkan prevalensi stunting dari 37.2% pada tahun 2013 menjadi 21,5% pada tahun 2023 dan akan diakselerasi untuk mencapai target 14% pada tahun 2024. Dari sisi kesejahteraan, tingkat kemiskinan turun signifikan dari 11,25% pada tahun 2014 mjd single digit 9,36% di tahun 2023. Sementara itu, kemiskinan ekstrem juga turun tajam dari 6,18% di tahun 2014 menjadi 1,12% di tahun 2023. Tingkat pengangguran nasional juga terus menurun. Per Feb 2024, tingkat pengangguran tercatat di level 4,82%, turun signifikan dari 5,7% (Februari 2014), dan sudah di bawah level pra-pandemi.
  • Menguatnya fondasi ekonomi nasional juga tercermin dari semakin resilien-nya sektor keuangan menghadapi berbagai guncangan. Krisis moneter 1998 memberikan pelajaran bagi perbankan nasional untuk lebih prudent dan mengikuti tata kelola yang jauh lebih baik.
  • Rasio kecukupan modal (CAR) pada akhir 2023 berada di level sekitar 27%, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata CAR di ASEAN yang hanya berkisar 22%. Demikian juga dengan kualitas aset industri perbankan yang semakin baik tercermin dari relatif rendahnya risiko kredit (NPL) yang berada di bawah 3%, jauh di bawah batas sehat 5%. Tingginya tingkat kecukupan modal serta rendahnya risiko kredit telah mendorong kepercayaan nasabah terhadap perbankan nasional yang jauh lebih baik.
  • Menyongsong masa depan dan dengan bekal pengalaman berharga selama dua dekade ini, kita perlu merumuskan KEM PPKF yang adaptif, fleksibel, responsif namun tetap kredibel dan sustainable.
  • Masih banyak pekerjaan rumah dan agenda pembangunan yang perlu ditangani dan diselesaikan. Cita-cita besar mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan kolaborasi yang kuat dari seluruh komponen bangsa.
  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5% di tengah berbagai guncangan dunia, perlu diakselerasi menjadi 6% - 8% per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
  • Akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini mensyaratkan keberlanjutan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas serta transformasi ekonomi yang telah konsisten dilakukan dalam 10 tahun terakhir.
  • Kesinambungan dan sekaligus perbaikan kebijakan menjadi kunci bagi keberhasilan pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Kita tidak bisa lagi bergantung pada kebijakan yang bersifat ”business as usual”.
  • Transformasi ekonomi dengan mendorong peningkatan investasi produktif yang menciptakan nilai tambah tinggi sangat diperlukan. KEM PPKF harus terus menjaga daya tarik investasi dengan terus menjaga stabilitas dan prediktabilitas, memperbaiki pemerataan (ekualitas dan inklusivitas) serta harus berkelanjutan.
  • Kebijakan Fiskal memiliki tiga fungsi pokok, yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi terkait erat dengan peran anggaran untuk memperbaiki efisiensi ekonomi dan bekerjanya mekanisme pasar secara baik.
  • Untuk itu peranan APBN harus mampu mengatasi ketersediaan barang publik (seperti: infrastruktur, keamanan, birokrasi yang efisien dan bersih, dan kepastian hukum). APBN juga harus hadir untuk mengatasi masalah fundamental struktural seperti kualitas SDM. Fungsi alokasi bertujuan untuk mendorong efisiensi ekonomi, peningkatan investasi dan produktivitas serta daya saing ekonomi nasional. Fungsi distribusi dalam kebijakan fiskal adalah upaya menciptakan pemerataan dan keadilan baik dalam proses maupun hasil pembangunan, baik antar kelompok pendapatan maupun antar wilayah. Sistem pajak yang progresif dan program perlinsos yang tepat sasaran, termasuk di dalamnya berbagai program bansos merupakan instrumen efektif dari fungsi distribusi APBN. Terkait fungsi stabilisasi, APBN juga terbukti efektif berperan sebagai shock absorber yang mampu meredam berbagai gejolak khususnya gejolak dari eksternal, sehingga dampak pada perekonomian domestik relatif minimal, sebagaimana yang kita rasakan dalam 10 tahun terakhir.
  • Kehati-hatian (prudence) dan kredibilitas kebijakan fiskal sangat menentukan efektivitas kebijakan fiskal. Dengan pembiayaan defisit berbasis pasar (market-based financing) dan tidak lagi bergantung pada pinjaman bilateral dan multilateral kondisi fundamental ekonomi dan kehati-hatian serta kredibilitas kebijakan fiskal sangat menentukan efektivitas kebijakan fiskal. Beberapa negara peers di G20 yang memiliki defisit fiskal yang lebar cenderung mengalami kenaikan signifikan pada yield obligasi pemerintahnya. Oleh karena itu, dalam kondisi likuiditas global yang sangat ketat, pertumbuhan kredit domestik yang tinggi, pasar keuangan domestik yang masih dangkal, pelebaran defisit fiskal secara signifikan berpotensi menaikkan imbal hasil SBN, menekan nilai tukar Rupiah, mengerek suku bunga domestik, dan pada gilirannya akan menurunkan aktivitas swasta, yang sering dikenal sebagai crowding out effect.
  • Mencermati dinamika perekonomian terkini, prospek maupun tantangan ekonomi global dan domestik ke depan, serta agenda pembangunan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 maka desain kebijakan fiskal tahun 2025 sebagai titik tumpu menuju Indonesia Emas diarahkan untuk “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.”
  • Selaras dengan hal tersebut, strategi kebijakan fiskal ditempuh melalui dua strategi utama, yaitu strategi jangka menengah-panjang dengan fokus untuk mendukung transformasi ekonomi-sosial melalui penguatan SDM yang berdaya saing, hilirisasi dan transformasi ekonomi hijau untuk meningkatkan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penguatan inklusivitas untuk menghadirkan kesejahteraan yang berkeadilan, melanjutkan pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi serta penguatan kelembagaan dan simplifikasi regulasi, pengembangan ekonomi kreatif dan kewirausahaan, penguatan pertahanan dan keamanan, ketahanan energi dan pangan, serta memperkokoh nasionalisme, demokrasi dan HAM.
  • Sementara itu, strategi jangka pendek ditempuh dengan menjaga keberlanjutan program prioritas saat ini, sekaligus penguatan berbagai program unggulan yang difokuskan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi, penguatan well-being, serta penguatan konvergensi antar daerah.
  • Upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui program hilirisasi akan terus dilanjutkan dan diperluas, tidak hanya dalam bentuk pengolahan bahan mentah tetapi juga mengarah pada pengembangan industri yang lebih hilir, sehingga menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk semakin memperkuat ekspor dan peran Indonesia dalam rantai pasok global serta memperkokoh struktur industri di dalam negeri. Program hilirisasi lanjutan dan perluasannya juga diharapkan dapat menyediakan lapangan kerja yang lebih besar dengan upah yang jauh lebih layak. Keberhasilan nikel dapat menjadi contoh bagi hilirisasi hasil mineral lain seperti tembaga.
  • Hilirisasi tembaga tidak boleh berhenti pada produk katoda, namun untuk pengembangan industri kabel yang memiliki nilai tambah jauh lebih besar dengan potensi rantai pasok global yang lebih luas.
  • Demikian halnya upaya pengembangan industri electric vehicle dan baterai perlu konsisten dilanjutkan.
  • Peningkatan investasi berorientasi ekspor perlu terus diupayakan. Hal ini akan semakin memperkuat posisi keseimbangan eksternal kita, khususnya posisi neraca berjalan.
  • Investasi terkait hilirisasi untuk mendukung rantai pasok kendaraan listrik dan energi terbarukan yang selama ini berjalan telah memberikan Investasi terkait hilirisasi untuk hasil positif, sehingga perlu dilanjutkan termasuk pengembangan industri high-tech seperti semikonduktor, yang menjadi tulang punggung dari teknologi modern di era industri 4.0. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan tenaga kerja yang berkualitas, infrastruktur konektivitas yang memadai, serta perbaikan birokrasi dan sistem regulasi untuk mendorong efisiensi dan daya saing investasi.
  • Upaya untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi harus disertai penguatan SDM yang berkualitas. Kebijakan penguatan kualitas SDM yang selama ini sudah berjalan akan terus dijaga kesinambungannya dan semakin diperkuat.
  • Upaya penguatan SDM baik dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana, kurikulum, pengembangan kualitas guru, dan penyediaan beasiswa yang cukup masif telah menunjukkan hasil yang nyata.
  • Inisiatif baru dalam peningkatan gizi anak sekolah akan melengkapi berbagai program yang telah dilaksanakan sebelumnya, dan menjadi program strategis dalam penyiapan SDM yang berkualitas sejak dini.
  • Pembangunan infrastruktur perlu dilanjutkan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi-sosial melalui penguatan infrastruktur konektivitas, energi, pangan, digital, serta melanjutkan pembangunan IKN.
  • Melalui infrastruktur yang memadai diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, daya saing, efisiensi sistem logistik, dan mendorong mobilitas serta produktivitas.
  • Untuk mendukung penguatan infrastruktur tersebut, anggaran infrastruktur pada tahun 2025 berkisar Rp404,2 Triliun s.d. Rp433,9 Triliun.
  • Untuk mendorong pertumbuhan berkualitas dan berkelanjutan perlu mengembangkan ekonomi hijau dengan transformasi yang diselaraskan dengan komitmen global. Strategi transisi ekonomi hijau mencakup investasi dalam energi terbarukan, efisiensi energi, transportasi berkelanjutan, SDM yang selaras dengan skill set pendukung ekonomi hijau, serta pengelolaan SDA dan konservasi.
  • Pemerintah menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi juga harus disertai peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diperlukan upaya penguatan well-being serta penguatan konvergensi antar daerah dengan menghadirkan pendidikan bermutu dan berdaya saing, kesehatan yang berkualitas, akselerasi pengentasan kemiskinan dan penurunan kesenjangan, serta penguatan ekonomi kerakyatan.
  • Upaya mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing ditempuh melalui beberapa program unggulan, antara lain peningkatan gizi anak sekolah, penguatan mutu sekolah, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan angka partisipasi kasar PAUD dan Perguruan Tinggi, penguatan kualitas tenaga pengajar, serta penguatan vokasional. Berbagai program unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses, kualitas, dan dapat menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha (link and match).
  • Untuk mendukung penguatan mutu pendidikan tersebut anggaran pendidikan pada tahun 2025 diperkirakan berkisar Rp708,2 Triliun s.d. Rp741,7 Triliun.
  • Untuk mewujudkan kesehatan yang berkualitas dilakukan dengan mendorong efektivitas program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga dapat meningkatkan askes layanan kesehatan yang berkualitas dan meningkatkan financial protection bagi masyarakat.
  • Di sisi lain, anggaran kesehatan juga diarahkan untuk akselerasi penurunan stunting dan kasus penyakit menular, penguatan fasilitas kesehatan, serta penambahan bantuan gizi bagi balita dan ibu hamil.
  • Untuk mendukung kualitas kesehatan tersebut, anggaran kesehatan tahun 2025 diperkirakan berkisar Rp191,5 Triliun hingga Rp217,8 Triliun.
  • Selanjutnya, upaya mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antardaerah ditempuh melalui beberapa program unggulan dengan penguatan perlinsos pemberdayaan dan penguatan perlinsos sepanjang hayat untuk mempercepat graduasi pengentasan kemiskinan, peningkatan akses pembiayaan untuk rumah layak huni dan terjangkau, mendorong petani makmur, nelayan sejahtera, termasuk mempercepat desa mandiri. Melalui berbagai program unggulan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas perlinsos dalam mengurangi beban kebutuhan pokok, meningkatkan pendapatan, serta memutus rantai kemiskinan dan mengurangi ketimpangan. Anggaran Perlinsos pada tahun 2025 berkisar Rp496,9 Triliun s.d. Rp513,0 Triliun.
  • Untuk mewujudkan pertumbuhan yang tinggi dan inklusif, peningkatan kesejahteraan dan pemerataan antar daerah perlu ditopang APBN yang efisien, sehat dan kredibel.
  • Sejalan dengan hal tersebut, reformasi fiskal yang selama ini sudah berjalan harus dilanjutkan dan diperkuat efektivitasnya melalui collecting more, spending better, dan innovative financing.
  • Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more) dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan bisnis serta kelestarian lingkungan. Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan (UU HPP) yang lebih sehat dan adil, perluasan basis pajak, serta peningkatan kepatuhan wajib pajak. Perluasan basis pajak dan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan diperlukan untuk memitigasi risiko dari sektor ekonomi yang rentan terhadap dinamika perekonomian global dan volatilitas harga komoditas. Komitmen Indonesia dalam penerapan Global Taxation Agreement menjadi peluang bagi perluasan basis pajak melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara.
  • Sementara itu, upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak dilakukan melalui penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan seiring dengan implementasi reformasi administrasi, termasuk di dalamnya integrasi teknologi dan peningkatan kerja sama antar instansi/lembaga. Di sisi lain, Pemerintah memberikan insentif fiskal secara terarah dan terukur pada berbagai sektor strategis dalam rangka mendukung akselerasi transformasi ekonomi.
  • Penguatan PNBP dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan SDA, perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara.
  • Dengan berbagai kebijakan dan upaya perbaikan administrasi dan layanan, pendapatan negara diperkirakan mencapai kisaran 12,14% hingga 12,36% dari PDB.
  • Kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan spending better agar belanja lebih efisien dan efektif untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan.
  • Upaya penguatan spending better ditempuh melalui efisiensi belanja non prioritas, penguatan belanja produktif, efektivitas subsidi dan bansos melalui peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, dan sinergi antar program yang relevan, serta penguatan perlinsos yang berbasis pemberdayaan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan. Pada sisi lain, Pemerintah berkomitmen untuk penguatan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah yang diarahkan untuk peningkatan kualitas belanja di daerah agar lebih produktif, peningkatan kualitas layanan publik dan kemandirian daerah. Melalui penguatan spending better tersebut belanja negara diperkirakan di kisaran 14,59% s.d. 15,18% PDB.
  • Dengan demikian defisit fiskal diperkirakan berada pada kisaran 2,45%-2,82% PDB. Sementara itu, upaya untuk menutup defisit tersebut dilakukan dengan mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent, dan sustainable yang ditempuh, antara lain dengan:
    • mengendalikan rasio utang dalam batas manageable di kisaran 37,98% - 38,71% PDB;
    • mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF;
    • memanfaatkan SAL untuk antisipasi ketidakpastian; dan
    • peningkatan akses pembiayaan bagi MBR dan UMKM; serta
    • mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang sustainable.
  • Pemerintah optimistis, dengan kerja keras dan komitmen bersama dalam menjaga stabilitas ekonomi serta komitmen untuk melakukan terobosan kebijakan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas yang pada tahun 2025, diperkirakan berada pada kisaran 5,1% - 5,5%, ditopang oleh terkendalinya inflasi, kelanjutan dan perluasan hilirisasi SDA, pengembangan industri kendaraan listrik, dan digitalisasi yang didukung oleh perbaikan iklim investasi dan kualitas SDM. Laju pertumbuhan ini diharapkan akan menjadi fondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan. Dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi, yield SBN Tenor 10 Tahun diperkirakan berada pada kisaran 6,9%-7,3%, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS diperkirakan berada di rentang Rp15.300,00-Rp16.000,00. Sementara itu, inflasi diperkirakan dapat dikendalikan di kisaran 1,5%- 3,5%. Sementara dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar USD75 - 85 per barel; lifting minyak bumi 580 ribu - 601 ribu barel per hari; dan lifting gas 1.004-1.047 ribu barel setara minyak per hari.
  • Efektivitas kebijakan fiskal dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan diharapkan akan berkontribusi positif pada penurunan tingkat pengangguran terbuka tahun 2025 pada kisaran 4,5%-5,0%.
  • Sementara itu, angka kemiskinan diperkirakan akan berada pada rentang 7,0%-8,0%. Rasio Gini diperkirakan terus membaik dalam rentang 0,379-0,382. Indeks Modal Manusia (IMM) juga ditargetkan sekitar 0,56.
  • Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP), dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga ditargetkan untuk terus meningkat, masing-masing di rentang 113-115 dan 104-105.
  • Demikian Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Pemerintah mengharapkan dukungan, masukan, dan pandangan dari Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan yang terhormat dalam pembahasan pada Pembicaraan Pendahuluan dalam rangka penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2025.
  • Sebagai penutup, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, marilah kita jadikan momen hari ini untuk menyalakan api semangat untuk bekerja keras, bersinergi dan berkolaborasi dengan kuat dan mendarmabaktikan segenap potensi yang kita miliki bagi kebangkitan ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Semoga kita semua dalam menjalankan tugas negara selalu amanah dan diberikan kekuatan dan perlindungan serta petunjuk dari Allah SWT ke jalan yang baik dan benar.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan