Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan Pakar/Akademisi terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan dan lain-lain – RDPU Komisi 1 dengan Pakar/Akademisi atas nama Prof. Hikmahanto Juwana, Kusnanto Anggoro, Ph.D., dan Edy Prasetyono, Ph.D.

Tanggal Rapat: 15 Jan 2019, Ditulis Tanggal: 24 Apr 2019,
Komisi/AKD: Komisi 1 , Mitra Kerja: Prof. Hikmahanto Juwana, Kusnanto Anggoro, Ph.D., dan Edy Prasetyono, Ph.D

Pada 15 Januari 2019, Komisi 1 mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar/Akademisi atas nama Prof. Hikmahanto Juwana, Kusnanto Anggoro, Ph.D., dan Edy Prasetyono, Ph.D mengenai Masukan Pakar/Akademisi terhadap RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan dan RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Belarus tentang Kerja Sama Industri Pertahanan serta Pandangan Pakar/Akademisi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XVI/2018 mengenai Pengujian UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional terhadap UUD RI Tahun 1945. RDPU ini dibuka oleh Asril Hamzah Tanjung dari Fraksi Gerindra

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Prof. Hikmahanto Juwana, Kusnanto Anggoro, Ph.D., dan Edy Prasetyono, Ph.D
Edy Prasetyono, Ph.D
  • Edy hanya ingin menyampaikan pandangannya tentang substansi dari RUU Perjanjain baik antara RI dan Rusia maupun dengan Belarus. Dari segi substansi Edy tidak merasa keberatan dengan isi dari kedua RUU tersebut
  • Mengenai isi dari kedua perjanjain tersebut, Edy mengatakan sudah bagus karena ada beberapa hal yang bisa dimanfaatkan, justru yang jadi masalah itu adalah diinternalnya
  • Mengenai industri pertahanan di Indonesia, Edy mengira harus menentukan sikap terlebih dahulu dan menentukan posisi, inilah yang belum dilakukan oleh Indonesia
  • Indonesia menjadi bagian dari global suply chain atau global industri tetapi Indonesia belum menentukan hal tertentu tentang platform persenjataan yang dapat menjadikan Indonesia kuat, pilihan pilihan itulah yang belum dilakukan oleh Indonesia
  • Penekanan yang ada saat ini bukan soal isi dari perjanjiannya karena itu menurut Edy sudah baik semua tetapi bagaimana mengimplementasikan soal kerjasama di bidang industri pertahanan
  • Edy sebagai pengamat di bidang pertahanan mengatakan lucu sekali ketika beberapa kerjasama pertahanan untuk kasus latihan di Jember, Jawa Timur yang sebenarnya penekanannya adalah latihan marinir tapi setelah latihan sekian tahun tiba-tiba ada pangkalan baru USA di Singapura
  • Mengenai industri pertahanan ini juga lucu, yang selalu Edy ingin sampaikan kalau memang nanti ada pengadaan dengan mereka, paling tidak setiap pengadaan dan pembelian itu 5 atau 4 komponen terpenuhi, yaitu:
    • tetap sesuai dengan syarat UU tentang Industri Pertahanan
    • perhitungan tentang live cycle cost
    • skema keuangan yang harus clear
    • pakta integritas
  • Politik internasional tidak terlalu menguntungkan Indonesia karena memang selalu dikaitkan dengan konstelasi global. Jadi, kalau misalkan Indonesia membeli sukhoi akan diberlakukan oleh USA syarat-syarat yang diberlakukan juga ke Rusia, contohnya tidak boleh menggunakan dollar
  • Edy dan kawan-kawan tidak ingin semua mengikat kekuatan eksekutif karena harus ada persetujuan DPR. Jadi, menurut Edy harus dibuat gradasi atau mapping area-area kerja samanya karena tidak ingin disatu sisi mengikat ekskutif saja, harus jelas mana yang wewenang DPR mana yang wewenang ekskutif
  • Edy mengatakan walaupun bilateral tapi hati-hati politisnya karena memang semua hal harus persetujuan DPR dan Edy juga menyarankan RUU ini harus difokuskan tujuannya kemana
Kusnanto Anggoro, Ph.D
  • Berkaitan tentang Mahkamah Konstitusi dan perjanjian internasional ratifikasi kerja sama Rusia dan Belarus, Kusnanto ingin memberikan komentar keputusan Mahkamah Konstitusi, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam bidang-bidang pertahanan yang mengerucut, prinsipnya persetujuan DPR terhadap perjanjian internasional disusun Pemerintah ada parameternya yaitu dalam urgent tolak ukurnya dampak wilayah, kedaulatan dan keselamatan bangsa
  • Kusnanto mengatakan seberapa besar dan seberapa jauh DPR bisa ikut serta dalam merumuskan segala sesuatu itu akan sangat bergantung pada beberapa hal dan ini merupakan praktik yang baik antara DPR dengan penyelenggara pemerintah negara di bidang perjanjian internasional
  • Menurut Kusnanto terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan namun pada prinsipnya persetujuan terhadap persetujuan internasional perlu dipertimbakan dengan beberapa parameter diantaranya yaitu urgent atau tidak dibuatnya RUU tersebut dibuat
  • Kusnanto berharap dalam 5 tahun kedepan kualitas Pemerintah dan DPR bisa lebih baik, kalau sekarang hanya beberapa hal saja sehingga kedua belah pihak ada bagiannya dan tidak menyamaratakan kunjungan pertahanan. Terkait batas negara itu merupakan sesuatu yang krusial dalam bidang pertahanan sehingga memerlukan persetujuan DPR tapi yang hanya berbagai hal saja mungkin tidak perlu persetujuan DPR. Misalnya di Pasal 10 terdapat pembahasan perdamaian, pertahanan, dan sebagainya, itu tidak bisa terlalu mengidentifikasi, terutama batas negara harus ada persetujuan dari DPR sedangkan kerja sama pertahanan negara, Kusnanto mengira tidak terlalu perlu persetujuan dari DPR tentunya dengan beberapa persyaratan karena ratifikasi sudah disetujui Pemerintah, tapi apakah ratifikasi ada manfaatnya, jawabannya ada, karena susunan program Pemerintah didasarkan pada hal tersebut tapi seberapa besar manfaat dari hal tersebut, tergantung dari sejauh mana kita menilainya
  • Hal ketiga yang ingin disampaikan oleh Kusnanto yaitu tentang politik luar negeri bebas aktif masa depan, untuk masa depan ini akan menjadi sangat penting. Kusnanto membayangkan dengan Rusia dan Belarus setelah tahun 2024 RUU ini pasti akan penting. Jadi, di 2019 ini akan menjadi titik tolak yang luar biasa
  • Kusnanto menilai ada hal menarik beberapa tahun ke depan. Jadi, peralatan high-tech, eksportir ke Indonesia juga tentang cyber sangat dibutuhkan. Kerja sama dengan Belarusia akan membuka sesuatu yang baru dan bargaining yang baru, dan barangkali ada indirect benefit ketika Indonesia bernego dengan Swedia seperti sekarang pada flight information region dan akan ada benefit jika Indonesia kerjasama dengan Belarusia. Namun berbeda dengan Rusia, perkembangan di Belarusia tidak terlalu terlihat dan berada di rangking 18 negara eksportir
  • Kusnanto merasa Indonesia harus punya map kepada siapa Indonesia bisa bekerja sama dalam hal tertentu karena istilah industi pertahanan itu merupakan terminologi yang sangat luas
  • Belarusia juga akan mengalami advantage khususnya pada bidang elektronik industries, bagaimana mungkin sebuah persetujuan dapat dieksekusi oleh perusahaan swasta, Kusnanto mengira inilah momentumnya
  • Kusnanto mengira makna dari ratifikasi ini untuk membangun masa depan yang lebih baik
Prof. Hikmahanto Juwana
  • Hikmahanto mengajak Bapak/Ibu Anggota Komisi 1 untuk melihat Pasal 10 pada RUU tentang Perjanjian Internasional, poin a sampai f mengamanatkan bahwa hal-hal itu harus mendapatkan persetujuan dari DPR
  • Menurut Hikmahanto yang jadi pertanyaan adalah bagaimana perjanjian dalam hal ekonomi, ini kan tidak ada, oleh sebab itu ada LSM yang protes terkait hal ini. Suatu ketika ada suatu hal yang setelah dikonsultasikan ke DPR, DPR bilang perjanjian ini tidak terlalu penting karena tidak berkaitan dengan kepentingan publik jadi tidak perlu disahkan dengan UU cukup dengan Keputusan Presiden saja, maka disahkanlah melalui Keputusan Presiden
  • Hikmahanto mengatakan harus ada keleluasaan juga khususnya pada persoalan teknis administratif
  • Mengenai perjanjian internasional apakah perlu persetujuan DPR, harus melalu sekretariat negara dan menteri yang menyampaikannya atau tidak
  • Hikmahanto mengatakan kita tidak boleh terjebak materi yang mengandung hal-hal sensitif berkaitan
    dengan kepentingan negara
  • Hukum tertinggi pada suatu negara harus yang berkaitan tentang persetujuan DPR dan Presiden. UUD Pasal 11 menyatakan bahwa perjanjian harus ada persetujuan tetapi hanya hal-hal penting saja yang berkaitan tentang negara, seperti pertahanan dan keamanan negara
  • Menurut Hikmahanto kalau perjanjian Belarusia ini ditandatangani pada saat Menteri Pertahanannya Pak Purnowo pada tahun 2013, sekarang kan sudah 5 tahun, hal inilah yang perlu ditanyakan kepada pemerintah apakah pemerintah sudah menjalankan perjanjian tersebut atau belum

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan