Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Perpanjangan Pansus Pelindo II, RUU Bantuan Timbal Balik tentang Pidana RI-Iran, RUU Ekstradisi RI-Iran, RUU RAPBN (P2APBN) 2018, dan RUU Siber — Rapat Paripurna DPR-RI

Tanggal Rapat: 4 Jul 2019, Ditulis Tanggal: 8 Jun 2020,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Menteri Keuangan RI→Sri Mulyani

Pada 4 Juli 2019, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna mengenai Perpanjangan Pansus Pelindo II, RUU Bantuan Timbal Balik tentang Pidana RI-Iran, RUU Ekstradisi RI-Iran, RUU RAPBN (P2APBN) 2018, dan RUU Siber. Rapat ini dibuka dan dipimpin oleh Utut Adianto dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapil Jawa Tengah 9 pada pukul 10:55 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Berdasarkan catatan sekretariat, daftar hadir Rapat Paripurna telah ditandatangani oleh 298 anggota dari 560 anggota. Menurut headcount Tim JejakParlemen, anggota yang menghadiri rapat adalah 83 anggota. (Ilustrasi: republika.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan RI → Sri Mulyani
  • Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mengatakan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2018 diajukan dalam rangka memenuhi ketentuan konstitusi UUD 1945 dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Undang-Undang No.15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018.
  • Sri Mulyani juga mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2018, BPK memberikan opini Wajib Tanpa Pengecualian atas LKPP Tahun 2018 yang merupakan opini WTP ketiga kalinya secara berturut-turut yang diberikan BPK kepada pemerintah sebagai penilaian atas Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam 3 tahun terakhir ini.
  • Opini WTP atas LKPP Tahun 2018 memberikan keyakinan bahwa APBN telah dikelola secara efisien, transparan dan akuntabel sehingga diharapkan akan memberikan hasil berupa peningkatan kesejahteraan rakyat.
  • Menurunnya tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, selain itu capaian tersebut pula merupakan perwujudan nyata dari komitmen pemerintah untuk senantiasa melakukan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara berdasarkan prinsip tata kelola pemerintah yang baik dan akuntabel.
  • Perekonomian Indonesia yang ia laporkan dalam Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN TA 2018 menunjukan beberapa capaian yang cukup lebih baik karena perekonomian Indonesia Tahub 2018 tumbuh 5,17%, lebih tinggi dibandingkan capaian pada tahun 2017 yang hanya sebesar 5,07%. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 3018 merupakan pertumbuhan tertinggi selama 4 tahun terakhir.
  • Menteri Keuangan juga membahas tentang eskalasi ketegangan perang dagang dan kondisi persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan China, serta perubahan kebijakan moneter yang terjadi di Amerika Serikat merupakan isu yang mengemuka sepanjang tahun 2018.
  • Pertanggungjawaban APBN 2018 mencapai yang cukup baik karena tumbuh 5.17% sehingga dapat dikatakan di tahun 2018 merupakan pertumbuhan tertinggi selama 4 tahun terakhir dan peningktan ekonomi tahun 2018 meningkat dikarenakan ekonomi makro yang relatif kondusif meskipun bergejolak serta rendahnya tingkat inflasi turun dipengaruhi kebijakan pemerintah yang menjaga harga domestik terutama bahan bakar yang berdampak pada perekonomian masyarakat, serta nilai stabilitas rupiah bisa bertahan menjadi 14.214 ribu rupiah.
  • Selain peningkatan dari segi nilai, belanja negara juga mengalami peningkatan dari segi keluaran atau output, yang diindikasikan dengan beberapa capaian diantaranya ialah terbangunnya jalan baru dan jembatan masing-masing sepanjang 630 km dan 7,7 km, pembangunan rel kereta api sepanjang 347.7 km, penyelesaian pembangunan 4 bandara dan lanjutan 4 bandara baru, penyaluran Kartu Indonesia Pintar kepada 19,8 juta siswa, penyaluran Kartu Indonesia Sehat kepada 92,3 juta jiwa penerima bantuan, serta penyaluran dana Program Keluarga Harapan bagi 10 juta keluarga penerima manfaat, di samping capaian tersebut, realisasi belanja negara juga digunakan untuk membiayai pelaksanaan beberapa agenda strategis selama tahun 2018 seperti Pilkada Serentak, Asian Games, Asian Para Games, dan IMF-World Bank Annual Meeting.
  • Berdasarkan realisasi Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana di atas, terdapat Defisit APBN sebesar Rp 269,4 triliun, dan defisit APBN tahun 2018 masih berada pada kisaran yang aman yakni 1,81%dari PDB artinya lebih rendah dari defisit indikatif APBN TA 2018 sebesar 2,19% atau jauh di bawah ambang batas yang diatur dalam undang-undang yaitu 3% terhadap PDB.
  • Persentase defisit terhadap PDB tersebut merupakan yang terkecil sejak tahun 2012, hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan defisit APBN telah dilaksanakan secara optimal, sehingga peran APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal dapat berjalan dengan baik, kredibel, dan efisien, serta mampu menjaga keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maka pemerintah pusat menyusun dan menyajikan LKPP berdasarkan standar akuntasi pemerintahan, selain itu pula LKPP tahun 2018 terdiri dari 7 komponen laporan yang terdiri atas:
    • Laporan Realisasi APBN
    • Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
    • Neraca
    • Laporan Operasional
    • Laporan Arus Kas
    • Laporan Perubahan Ekuitas
    • Catatan atas Laporan Keuangan
  • 7 komponen tersebut disertai dengan ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara serta Badan lainnya, dan sesuai dengan pemerintah maka pelaksanaan APBN TA 2018 harus lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pelaksanaan APBN TA 2018 atas pengelolaan perekonomian nasional sepanjang sepanjang 2018 menunjukan pencapaian yang positif dan pemerintah menyampaikan aspirasi kepada DPR yang telah mendukung upaya-upaya pemerintah sehingga APBN telah menjadi instrumen yang efektif untuk memajukan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  • Untuk pertama kali pada tahun 2018 pemerintah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Sri Mulyani juga membahas tentang defisit anggaran yang selanjutnya ditutup dengan Pembiayaan (neto) sebesar Rp 305,7 triliun yang berasal dari sumber-sumber Pembiayaan Dalam Negeri (neto) sebesar Rp 302,5 triliun dan Pembiayaan Luar Negeri (neto) sebesar Rp 3,2 triliun, dengan demikian terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk TA 2018 sebesar Rp 36,2 triliun dan dalam laporan Realisasi APBN TA 2018, dijelaskan pula bahwa realisasi Pendapatan Negara sebesar Rp 1.943,7 Triliun atau 102,6% dari APBN TA 2018 pendapatan negara tersebut meningkat Rp 277,3 Triliun atau 16,6% dibandingkan dengan realisasi TA 2017 serta meningkatnya pendapatan negara adalah salah satunya karena peningkatan kepatuhan pajak di 2018 sebagai dampak tax amesty dan realisasi Pendapatan Negara tersebut terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.518,6 Triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 409,3 Triliun dan Penerimaan Hibah sebesar Rp 15,6 Triliun dan capaian pemerintah di tahun 2018 salah satunya adalah selesainya 4 bandara dan 4 bandara baru lagi.
  • Hal ini dikarenakan kinerja positif pendapatan negara ini disebabkan oleh meningkatnya penerimaan PPh, PPN, Bea Masuk dan Bea Keluar, serta PNBP meskipun demikian peningkatan PPh non migas terutama disebabkan oleh membaiknya kondisi beberapa sektor ekonomi, antara lain sektor industri pengolahan, perdagangan, pertambangan, dan jasa keuangan disertai dengan meningkatnya kemampuan pemungut pajak, keberhasilan intensifikasi pajak, dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak sebagai adanya dampak dari program Tax Amnesty sedagankan peningkatan PPh Migas disebabkan oleh meningkatnya harga ICP dan meningkatnya nilai tukar dolar US terhadap rupiah. Peningkatan penerimaan PPN disebabkan oleh meningkatnya aktivitas ekonomi domestik dan kepatuhan pembayaran PPN oleh wajib pajak sedangkan peningkatan penerimaan bea masuk dan bea keluar terutama disebabkan karena meningkatnya aktivitas ekspor dan impor selama tahun 2018 sementara itu peningkatan PNBP disebabkan oleh peningkatan penerimaan SDA atau laba BUMN serta peningkatan pendapatan dari Badan Layanan Umum.
  • Dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dilaporkan bahwa SAL Awal TA 2018 adalah sebesar Rp 138,3 triliun dan selanjutnya dengan SiLPA TA 2018 sebesar Rp 36,2 triliun dan penyesuaian SAL sebesar Rp0,6 triliun maka Saldo Akhir SAL TA 2018 adalah sebesar Rp 175,2 triliun lalu selanjutnya adalah posisi keuangan Pemerintah ditunjukkan dalam Neraca per 31 Desember 2018 yang terdiri dari Aset sebesar Rp 6.325,3 triliun, kewajiban sebesar Rp 4.917,5 triliun, dan Ekuitas sebesar Rp1.407,8 triliun. Aset Pemerintah sebesar Rp6.325,3 triliun, adalah lebih tinggi Rp377,5 triliun atau 6,3% dari Aset Pemerintah per 31 Desember 2017.
  • Tren peningkatan nilai aset tersebut mencerminkan semakin baiknya kualitas pengelolaan fiskal dimana belanja negara tidak hanya digunakan untuk mendukung belanja operasional, namun juga menghasilkan aset yang bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
  • Sri Mulyani juga menyampaikan sesuatu dalam hal rangka mendukung belanja negara yang produktif dan memiliki prioritas tinggi, diperlukan sumber pembiayaan yang berasal antara lain dari pinjaman. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap peningkatan kewajiban Pemerintah pada tahun 2018. Kewajiban Pemerintah per 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp 4.917,5 triliun yang artinya lebih tinggi dari Kewajiban Pemerintah per 31 Desember 2017, menurutnya peningkatan kewajiban tersebut sebagian besar berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang digunakan terutama untuk memenuhi berbagai kebutuhan prioritas termasuk pembangunan infrastruktur, perbaikan pendidikan dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat serta peningkatan manfaat jaminan sosial.
  • Walaupun Pemerintah menarik pinjaman, kebijakan mengenai hal ini tetap dikendalikan dalam rasio utang yang aman, yaitu pada kisaran 30% terhadap PDB dan nilai tersebut jauh berada di bawah batasan maksimal yang diatur dalam undang-undang yaitu 60% terhadap PDB, capaian rasio utang ini merupakan salah satu indikator bahwa Pemerintah sangat berhati-hati (prudent) dalam menggunakan utang sebagai sumber pembiayaan ia juga menyampaikan bahwa peringkat utang Indonesia kembali mendapatkan rating investment grade dari lima lembaga rating dunia yaitu seperti S&P, Moody s, Fitch, JCRA, dan R&l.
  • Bahkan, Moody’s dan S&P menaikkan outlook ratingnya ke posisi stabil dan ini berturut-turut pada bulan April 2018 hingga bulan Mei 2019. Peringkat tersebut mencerminkan adanya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat yang didukung dengan tingkat beban utang Pemerintah yang akan menjadi relatif lebih ringan selain itu Ekuitas per 31 Desember 2018 adalah sebesar Rp 1.407,8 triliun, yang artinya lebih rendah Rp 133 triliun atau 8,6% dari Ekuitas per 31 Desember 2017, penurunan ekuitas tersebut antara lain disebabkan karena tidak semua belanja Pemerintah menjadi aset yang dapat divaluasi dan dikapitalisasi seperti aset bangunan infrastuktur.
  • Belanja negara yang dialokasikan dalam bentuk ‘soft infrastructure’ juga memiliki peran yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia. Belanja yang tidak dicatat menambah aset negara ini antara lain adalah belanja pendidikan, kesehatan, dan transfer ke daerah. Hasil dari jenis belanja ini juga sangat bermanfaat dalam peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, maupun kemampuan untuk membiayai pembangunan bagi Pemerintah Daerah.
  • Dalam Laporan Operasional Tahun 2018 disampaikan bahwa Pendapatan Operasional sebesar Rp 2.169,2 triliun dan Beban Operasional sebesar Rp 2.249,6 triliun sehingga terdapat Defisit dari Kegiatan Operasional sebesar Rp 80,4 triliun. Di samping itu terdapat defisit dari kegiatan Non-operasional sebesar Rp 145,3 triliun.
  • Berdasarkan Defisit dari kegiatan Operasional dan Kegiatan Non Operasional dimaksud, maka Defisit Laporan Operasional tahun 2018 sebesar Rp 225,7 triliun. Sementara itu, Laporan Arus Kas Tahun 2018 memberikan informasi mengenai arus penerimaan dan pengeluaran kas negara selama tahun 2018. Arus kas bersih dari Aktivitas Operasi adalah sebesar minus Rp 85,6 triliun, arus kas bersih dari Aktivitas Investasi sebesar minus Rp 245,1 triliun, arus kas bersih dari Aktivitas Pendanaan sebesar Rp 367 triliun, dan arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris sebesar minus Rp5,4 triliun.
  • Arus kas bersih dari Aktivitas Investasi bernilai negatif mencerminkan adanya upaya Pemerintah untuk melakukan investasi terutama untuk mendukung berbagai proyek pembangunan infrastruktur. Dalam Laporan Perubahan Ekuitas ia sampaikan bahwa Ekuitas Awal Tahun 2018 sebesar Rp 1.540,8 triliun.
  • Setelah memperhitungkan Defisit Laporan Operasional Tahun 2018 sebesar Rp 225,7 triliun, Koreksi-Koreksi yang Langsung Menambah atau Mengurangi Ekuitas sebesar Rp 92,2 triliun, Transaksi Antar Entitas sebesar Rp 0,5 T, maka Ekuitas Akhir Tahun 2018 sebesar Rp 1.407,8 Triliun. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat merupakan konsolidasian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN), oleh karena itu kualitas LKPP sangat dipengaruhi kualitas LKKL dan LKBUN dimaksud berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKKL Tahun 2018 terdapat 81 LKKL mendapat opini “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)”, 4 LKKL mendapat opini ‘Wajar Dengan Pengecualian (WDP)" dan 1 LKKL mendapat opini “Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)”.
  • Terdapat peningkatan jumlah LKKL yang mendapatkan opini WTP, dari 79 LKKL pada tahun 2017 menjadi 81 LKKL pada tahun 2018. Di samping itu, juga terdapat penurunan jumlah LKKL yang mendapatkan opini TMP, yaitu dari 2 LKKL pada tahun 2017 menjadi hanya 1 LKKL pada tahun 2018. Pada tahun 2018 ini, LKBUN juga kembali mendapatkan opini WTP dan sejalan dengan opini LKPP, opini WTP atas LKBUN Tahun 2018 juga merupakan opini WTP ketiga kalinya, dengan itu Pemerintah berkomitmen untuk meniru rekomendasi BPK dimaksud sehingga pengelolaan keuangan negara akan semakin berkualitas di masa yang akan datang dan rasio hutang aman Indonesia adalah 30% terhadap PDB berdasarkan pemeriksaan BPK terhadap LKPP, terdapat 25 temuan yang perlu diperbaiki.

Wakil Menteri Luar Negeri

  • Abdurrahman MF sebagai Wakil Menlu mengatakan bahwa rancangan undang-undang tentang penyampian pengesahan perjanjian tentang ektradisi antara Iran dengan Indonesia. Pada tanggal 24 Juni 2019 menyetujui ke tahap selanjutnya dalam rapat paripurna DPR-RI sekarang.
  • Menurutnya pendapat akhir atas RUU pengesahan perjanjian RRI dan Iran tentang bantuan timbal balik atas kasus pidana, presiden menyetujui dan Abdurrahman juga menyampaikan kata terima kasih atas disahkanya RUU ini dan bersama di Paripurna untuk disahkan menjadi UU sehingga dapat membantu sektor hukum Republik Indonesia antara Republik Islam Iran, dan dalam rangka mencapai tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka Indonesia melakukan perjanjian Internasional.
  • Abdurrahman mengatakan bahwa adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, transportasi, dan komunikasi dapat meningkatkan hubungan antar negara sehingga pertukaran informasi menjadi cepat namun dapat menimbulkan dampak positif dan negatif.
  • Atas kemajuan teknologi dan mobilisasi mengangkat batas yang selama ini ada, tetapi negatifnya pidana pun bisa meningkat menjadi transnasional dan hal ini membutuhkan kerjasama dan menurut Abdurrahman kini semakin mudah untuk menyimpan hasil korupsi diluar negri oleh karena itu dengan adanya RUU ini dapat membantu penelurusan dan perampasan kembali agar Iran menjadi negara yang di segani untuk menyimpan hasil pidana karena Iran bukan tempat pelarian yang aman bagi tindak pidana, dan dengan adanya kerjasama dapat menimbulkan timbal balik dalam masalah pidana dalam bidang pengembalian aset bahwa Iran bukan tempat yang aman untuk pelarian pidana.
  • Dengan adanya pengesahan perjanjian dalam masalah pidana maka pemerintah Indonesia dapat melakukan penelusuran, pemblokiran, penuntutan, pemblokiran, perampasan, dan penyitaan hasil akan dipermudah karena mengingat semakin kompleksnya kejahatan seperti terorisme dan korupsi yang terorganisir tanpa batas dimana hasil tindak pidana yang dilakukan di Indonesia sangat rentan di tempatkan di luar negeri termasuk di Iran oleh karena itu ada kepentingan bagi Indonesia untuk menelusuri ini dan dengan adanya pengesahan perjanjian kedua negara maka akan dapat menindak kejahatan transnasional terkait narkotika dan dengan adanya RUU Perjanjian ini Pemerintah RI dapat lebih meningkatkan efektivitas kerjasama khususnya dalam pencegahan tindak pidana narkotika dan kejahatan transnasional lainnya antara Indonesia dan Iran dengan tetap memperhatikan prinsip hukum internasional.
  • Abdurrahman juga telah mempertimbangkan secara sungguh-sungguh atas pertimbangan fraksi-fraksi, dan ia juga meminta izin untuk mewakili Presiden RI bahwa Presiden RI telah menyetujui tentang RUU Perjanjian antara Indonesia dengan Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah pidana.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan