Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Evaluasi Pencapaian Program Kerja LSF Tahun 2018, Rencana Program Kerja LSF Tahun 2019 dan Isu-isu Aktual lainnya – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 1 dengan Ketua Lembaga Sensor Film (LSF)

Ditulis Tanggal: 2 May 2019,
Komisi/AKD: Komisi 1 , Mitra Kerja: Lembaga Sensor Film→Ahmad Yani Basuki

Pada 12 Maret 2019, Komisi 1 DPR-RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan ketua Lembaga Sensor Film (LSF).

Rapat dibuka dan dipimpin oleh Satya Widya Yudha dari Fraksi Golkar Dapil Jawa Timur 9 pada pukul 13:00 WIB. Rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Lembaga Sensor Film → Ahmad Yani Basuki

Ketua Lembaga Sensor Film (LSF):

  • Menurut data dari LSF, asumsi jumlah film dan iklan film yang disensor adalah sebanyak 46.400 Judul dengan jumlah realisasi film dan iklan film yang disensor sebanyak 40.597 judul. Dari asumsi tersebut, terealisasi sebanyak 40.597 judul atau yang tidak tercapai sebear 12,51%.
  • Jumlah film dan film iklan yang disensor tahun 2018 berjumlah 31.332 film dan iklan film Nasional yang disensor dan sebanyak 9.265 film dan film impor yang disensor. Berdasarkan data, terdapat 31.329 film dan iklan film nasional yang lulus sensor dan sebanyak 9.261 film dan iklan film import yang lulus sensor. Berarti terdapat 3 film dan iklan film Nasional yang tidak lulus sensor dan 4 film dan iklan film import yang tidak lulus sensor. Dari 40.590 judul film dan iklan film yang lulus sensor, terdapat 266 judul (0,66%) dengan genre horror.
  • Dalam proses penyensoran terdapat 21 (dua puluh satu) judul film yang pengambilan keputusannya dilaksanakan melalui proses dialog, yaitu terdiri atas;
  1. Film nasional dilayar lebar bioskop dengan jumlah judul sebanyak 14 judul.
  2. Film penyiaran televisi sebanyak 5 judul.
  3. Film iklan televisi sebanyak 2 judul.
  • Penerimaan tarif sensor bukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada tahun 2015 sebesar Rp 3.185.472.422, pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp 3.658.668.022, pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar Rp 3.185.601.259 dan pada tahun meningkat lagi menjadi Rp 3.384.054.354.
  • Klasifikasi usia penonton dan media penayangan dengan kategori Semua Umur (SU) sebanyak 4.470, kategori 13 tahun keatas (13+) sebanyak 24.311, kategori 17 tahun keatas (17+) sebanyak 11.060 dan kategori 21 tahun keatas (21+) sebanyak 749. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa produksi film dan iklan film untuk klasifikasi usia penonton. Kategori 13 tahun ke atas (13+) lebih dominan, yaitu berada pada nomor urut pertama diikuti berikutnya untuk 17 tahun ke atas (17+), Semua Umur (SU) dan 21 tahun keatas (21+). Perlu menjadi catatan bahwa bayangan untuk anak-anak (Semua Umur) masih sangat minim dibandingkan dengan tayangan usia 13 dan 17 tahun ke atas.
  • Dari data tersebut, mununjukkan bahwa produksi film dan iklan film untuk media televisi lebih dominan, yaitu berada pada nomor urut pertama disusul berikutnya untuk Bioskop, Palwa, dan Jaringan Teknologi Informatika layar lebar sebanyak 1.730, penyiaran televisi sebanyak 36.988, palwa sebanyak 1.615, jaringan TI sebanyak 34 dan lain-lainnya sebanyak 213.
  • Sebanyak 162 film nasional yang tayang dilayar lebar, 268 film import, 180 film festival, 221 iklan film impor, 272 iklan film nasional, dan 626 film iklan.
  • Film dan iklan film yang tayang di penyiaran televisi sebanyak 10.118 production house nasional dan 2.087 production house import, sebanyak 4.438 iklan nasional dan 19 iklan import, dan sebanyak 13.933 film televisi dan 20.336 film televisi import.
  • Dalam rangka pelaksanaan tugas dalam program sosialisasi, pelaksanaan sensor juga memiliki pedoman.
  • Jenis-jenis penyusunan peraturan Lembaga Sensor Film (LSF) yang telah selaesai yaitu stanadar operasional prosedur penyensoran, standar operasional prosedur pengaduan masyarakat dan tindak lanjut hasil pemantauan, naskah akademik tetnang peningkatan eselonisasi, peraturan Lembaga sensor film tentang pemantauan hasil sensor.
  • Penyusunan materi sosialisasi kebijkanan dan budaya eselon amndiri adalah ;
  1. Sosialisasi dan kebijakan Lembaga sensor film
  2. Dasar pemikiran budaya sensor mandiri,
  3. Pandun praktirs orang tua dan anak: Mengenal sensor mandiri
  4. Paduan praktis untuk masyarakat perfilman: saatnya sensor mandiri.
  • Dalam kerangka sosialisasi kebijakan, LSF juga menerima kunjungan dari kelompok masyarakat yang datang ke kami dari pesantren, sekolah-sekolah, maupun perguruan tinggi dan organisasi masyarakat.
  • Dalam persentase kunjungan ke LSF oleh kelompok masyarakat, 67% dari Perguruan Tinggi, 17% dari Organisasi Masyarakat, 8% dari Pondok Pesantren dan dari Sekolah sebanyak 8% dengan total kunjungan ke LSF sebanyak 12 (dua belas) kali.
  • Sosialisasi Kebijakan LSF Melalui talkshow di Stasiun Televisi sebanyak 3 kali, Majalah Sensor Film sebanyak 12 edisi, Website LSF (www.lsf.go.id) dan media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter.
  • Sosialisasi budaya sensor mandiri kalangan Pendidikan dan akademisi di 90 daerah dan iklan layanan masyarakat ditayangkan di berbagi gedung bioskop dan stasiun televisi.
  • Anugerah Lembaga Sensor Film Tahun 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2018 di Kompas TV Jakarta.
  • LSF juga melakukan MOU dengan beberapa instansi dan perguruan tinggi seperti; pemerintahan Kabupaten Lingga (Prov. Kepulauan Riau), Universitas Al Asyariah Mandar (Prov. Sulawesi Barat) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) (Prov. Jawa Timur).
  • Total Pagu Anggaran LSF tahun 2018 adalah sebesar Rp 41.130.449.000 dan tahun 2019 sebesar Rp 41.216.362.000 dengan target pada tahun 2019 sebanyak 46.000 sensor film dan iklan film yang lulus sensor, 45 dokumen layanan informasi dan publikasi bidang penyensoran, 1 daerah fasilitasi perwakilan LSF di Ibukota Provinsi, 61 orang peningkatan SDM, 1 layanan dukungan manajemen satker, 1 layanan sarana dan prasarana internal dan 1 layanan perkantoran.
  • Berikut ini program priorits LSF Tahun Anggaran 2019
  1. Koordinasi LSF dengan pemangku kepentingan perfilman
  2. Peningkatan pelayanan LSF
  3. Publikasi melalui digital
  4. Sosialisasi budaya sensor mandiri
  5. Seleksi anggota LSF dan tenaga sensor periode 2019 – 2023
  6. Sertifikasi asesor penyensoran.
  • LSF sedang memperhatikan perkembangan robotic karena kita sedang memasuki revolusi industry 4.0.
  • Isu-isu aktual LSF ;
  1. Tantangan penyensoran film-film yang ditayangkan melalui jaringan teknologi informasi atau internet (YouTube, KlikFilm, iTunes dsb)
  2. Implementasi Inpres Nomor 7 Tahun 2018 memerintahkan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga termasuk (LFS) untuk melaksanakan sosialisasi, internalisasi, dan gerakan bela negara. Hal ini mengingat bahwa ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap kedaulatan negara tidak hanya berdimensi pertahanan dan keamanan, namun sudah menjadi multi dimensi, yang meliputi idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, sehingga penanganannya tidak lagi menjadi domain kementerian Lembaga yang menangani masalah pertahanan dan keamanan semata tetapi juga seluruh KL.
  3. Budaya sensor mandiri menjadi gerakan nasional budaya sensor mandiri dalam hal ini LSF sudah melaksanakannya melalui sosialisasi budaya sensor madniri yang akan ditingkatkan menjadi gerakan nasional budaya sensor mandiri. Namun upaya tersebut belum bisa terlaksana karena keterbatasan anggaran
  4. Dinamika dan pro kontra masyarakat terhadap tayangan film-film horror.
  • Banyak film yang ditayangkan di internet yang tidak disensor dan beberapa materinya tidak cukup layak untuk ditontonkan oleh usia-usia tertentu. Namun ada beberapa pihak yang sudah memberlakukan sensor film. Hal ini terjadi karena lemahnya payung hukum yang ada untuk dunia internet.
  • Instruksi presiden telah menyerukan semua kementerian maupun Lembaga untuk mengikuti bela negara.
  • Budaya sensor mandiri yang kami laksanakan, cukup mendapat perhatian positif didunia masyarakat dan menyadari betapa pentingnya budaya sensor mandiri.
    Namun, gerakan budaya sensor mandiri ini belum dapat terlaksana karena banyak hal. Salah satunya anggaran.
  • Dalam sensor film horror, beberapa pihak menganggap adanya muncul sirik dan kami mendiskusikan ini dengan beberapa pihak seperti MUI. Oleh karena film horror menjadi perhatian sensor dengan memperhatikan aspek-aspek yang ada.
  • Tindak lanjut RDP Komisi 1 DPR dengan LSF dan Kemendikbud adalah peningkatan Eselonisasi Sekretariat LSF, Sinergitas LSF dengan KPI, Pengelolaan Dana Tarif Sensor bukan PNBP dan Peningkatan Anggaran Budaya Sensor Mandiri.
  • Dalam hal ini kami juga mengawasi film-film horror yang banyak dianggap menyimpang dari ajaran agama seperti syirik, maka dari itu kami melakukan pendalaman kepada MUI dan ormas-ormas lainnya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan