Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Kendali Mutu dan Kendali Biaya – Rapat Kerja (Raker) Komisi 9 dengan Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Tanggal Rapat: 11 Mar 2019, Ditulis Tanggal: 30 Apr 2019,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan

Pada 11 Maret 2019, Komisi 9 DPR-RI melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Rapat dibuka dan dipimpin oleh Dede Yusuf Macan Effendi dari Fraksi Demokrat Dapil Jawa Barat 2. Rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan:

  • Penjaminan obat setuksimab:
  1. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2019, BPJS kesehatan tidak menjamin penggunaan obat Setuksimab untuk indikasi kanter kolorektal metastatic dengan hasil pemeriksaan KRAS wild type positive (normal).
  2. PASIEN LAMA yang masih menjalani terapi obat setuksimab dengan protocol terapi sebelum 01 Maret 2019, akan tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan maksimal sampai dengan 12 (dua belas) kali pemberian sesuai dengan peresepan maksimal Formularium Nasional dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017.
  3. BPJS Kesehatan menjamin pengobatan kanker kolorektal metastatic baik yang diberikan radioterapi atau kemoterapi standar dengan obat-obatan yang mengacu pada Formas sesuai indikasi medis dan standar pelayanan medis.
  • Berikut ini adalah beberapa harapan dari BPJS Kesehatan;
  1. Dukungan seluruh pemangku kepentingan terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan mengedepankan prioritas pelayanan sesuai indikasi medis.
  2. Dukungan seluruh pemangku kepentingan terhadap upaya menjaga keberlangsungan program JKN KIS, melalui penataan penjaminan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan memperhatikan kemampuan finansial BPJS
    Kesehatan.
  3. Dukungan pemangku kepentingan dalam hal penerbitan regulasi, yang memberi kepastian bagi pelayanan yang berkualitas dengan menghindari utilitasi yang berlebihan.
  4. Dukungan pemangku kepentingan dalam sosialisasi dan edukasi pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai indikasi dan regulasi yang ada.
  • Pada tahun 2017, cash in BPJS Kesehatan sebesar 6,4 Triliun/bulan dan cash out sebesar 7,4 Triliun/bulan dengan miss match perbulan sebesar 1 triliun.

Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK):

  • Evaluasi sistemik terhadap dampak penyebarluasan dan penerapan teknologi kesehatan, ini merupakan proses multidisiplin untuk menilai aspek keamanan, efikasi, efektivitas, ekonomi, sosio-kultural, organisasi-manajerial, dan etika teknologi kesehatan
  • Metode-metode yang digunakan di PTK adalah sebagai berikut;
  1. Penilaian sistematik, meta-analyses dari aspek-aspek klinik seperti; keamanan dan keefektifitas.
  2. Kesaksian kenyataannya: data primer adalah sebagai berikut; -) data klinik dan pembayaran untuk analisis ekonomi: medical records, interview dengan psikis, pasien dan keluarga, klaim asuransi, dan lain-lain -) epidemiological dan studi observasi, -) Teknik pembelajaran (fungsi dan validasi), percobaan klinik, pendapat expert, dan pengembangan consensus.
  • Dari studi pengobatan obat ada indikasi tidak tepat, pensyaratan sering tidak terpenuhi, pemberian obat bervariasi, tulisan sulit dibaca dan rekam medis tidak lengkap.
  • Pelajaran yang didapatkan dari pengalaman negara lain adalah sebagai berikut dari Taiwan tidak melakukan HTA pada teknologi yang tidak dijamin UHC negara-negara maju dan untuk semenatara kami akan melakukan hal yang sama.

Abdul Hamid (Dokter Spesialis):

  • Setelah membaca hasil studi PTK, menurut Abdul pemilihan sampel kurang efektif dan menurut Abdul tumor yang bisa dihilangkan bersih tanpa membutuhkan kemoterapi.
  • Obat memang efektif namun cost tidak efektif. Solusinya bukan dihapus tapi bagaimana mencari tambahan pembiayaan apakah selektif diberikan terapi atau cost sharing.
  • Jika terapi target dihapuskan maka belum ada penggantinya seperti yang lain walaupun punya gelar ontology tidak benar bisa direkomendasi untuk kemoterapi.

Formularium Nasional (Fornas):

  • Menurut Formas, hanya di Indonesia anggaran limited tapi memiliki manfaat unlimited.
  • Imprecision medicine terdiri dari bebrapa hal berikut ini;
  1. Memboroskan biaya
  2. Menghilangkan peluang
  3. Menghabiskan energi
  4. Memperpendek life expectancy
  5. Meningkatkan beban sosial
  • Terapi targen bekerja pada gena spesifik, protein, atau jaringan di sekitar kanker yang berperan dalam pertumbuhan dan kehidupan sel kanker. Gena atau protein spesifik ini hanya dimiliki sekelompok individu tertentu yang menderit kanker. Jadi, meskipun jenis kankernya sama tetapi target hanya cocok dan spesifik untuk individu dengan blomarker tertentu.
  • Masalah-masalah yang ada di terapi target biaya sangat mahal, jika tidak diberikan pada individu yang tepat justru memperpendek usia dan meningkatkan risiko kematian, pemeriksaan biomarker hanya mampu dilakukan disedikit Laboraturium (tidak lebih dari 10 lab di Indonesia), biaya pemeriksaan sangat mahal dan sulit dijangkau dan industry menerapkan harga yang tidak ramah padahal di negara lain harganya bisa jauh lebih murah.
  • Konsekuensi terapi target yang tidak ramah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
  1. Hanya dapat dinikmati oleh individu dengan sosioekonomi sangat baik
  2. Mendiskriminasi masyarakat yang tinggal di luar Jawa, masyarakat tidak mampu, apalagi masyarakat pedesaan
  3. Menciptakan eksklusivisme di lingkungan peserta JKN
  4. Menjauhkan JKN dari prinsip 2 sila ke 2, 3, dan 5.

Perwakilan Pasien:

  • Para pasien kanker sangat kaget atas penghapusan terapi target. Beredar info bahwa ada pengganti. Banyak meminta hak pasien dan hak informasi. Seharusnya semua pihak diundang dalam proses pengambilan keputusan.
  • Diluar negeri sudah ada imun/gen terapi tapi di Indonesia baru ada terapi target dan akan dihapus. Perwakilan pasien memohon kepada Bu Menkes dan jajaran agar dapat meninjau kembali dan tetap menjamin obat-obat tersebut karena kami membayar iuran sesuai peraturan.
  • Perwakilan pasien memohon pimpinan Komisi 9 bisa mencari pembiayaan kanker. 2011 pasien katanya akan meninggal tapi dengan target terapi masih sehat sampai sekarang. Kami memohon pemerintah menjamin tetap beri pelayanan standar untuk penyakit katastropik terutama kanker dan menjamin obat terapi target.
  • Penyakit diabetes 1 itu penyakit autoimun. Mereka harus dapat insulin untuk keberlangsungan hidup. Jika mereka tidak dapat insulin akan ke UGD/ICU yang cost lebih besar.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI):

  • 45% dari kanker sebetulnya bisa dicegah. Karena dari mereka ada yang merokok, gaya hidup santai, HIV dan lain-lain. Dari 2006-2017 sudah ada obat baru dan rata-rata bermanfaat 2,45 bulan.

Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB):

  • Padahal bicara kemanusiaan seharusnya jangan bicara finansial dulu. Alat kesehatan yang dihibahkan bisa saja kena pajak barang mewah. Negara harus siap rugi demi rakyat. Soal dana carilah yang legal. Kenapa BPJS ketenagakerjaan tidak bisa bantu BPJS kesehatan? Saya dapat informasi ada dana mati suri di BPJS ketenagakerjaan terkait kesehatan.
  • Kalau misalnya BPJS dikasih dan 150T kita gak akan disini. Tinggal kita melakukan pengawasan pemberian obat. Saya kurang setuju kalau dikatakan dokter salah kasih obat. Harus dilakukan penelusuran dulu. Bisa saja dokter hanya melanjutkan terapi.
  • Kami masih bingung sistem perekrutan HTA terbentuk? Apakah sudah melalui tim panel ahli?
  • Dimanapun biaya katastropik pasti biayannya mahal. Seharusnya yang kita lakukan langkah-langkah agar tidak terlalu mahal agar alkes tidak kena pajak barang mewah.

Nila Djuwita F. Moeloek, Menteri Kesehatan:

  • Setelah mendapatkan hasil dari HTA, kornas, dan lain-lain semuanya baru kita putuskan dan datanglah ikatan dokter bedah yang memprotes ini.
  • Sebenarnya ini bukanlah keputusan yang mendadak, jadi saya kira semuanya hadir dalam pengambilan keputusan ini. Memang setelah ini diputuskan kemudia datanglah dari Ikatan Dokter Bedah untuk mengatakan ketidak setujuan.
  • Dalam hal ini tetnu kami mendengarkan bukan tidak mendengarkan dan kami meminta agar standar itu diberikan tapi kami udah keburun diundang Bapak ke DPR jadi kami belum dapat hasil apapun.
  • Ini berkaitan dengan Pendidikan bahwa kami mengharapkan bagaimana bisa mengatasi persoalan ini untuk seluruh Indonesia mengingat masyarakat Indonesia sangat heterogen tingkat pendidikannya.
  • Mengubah perilaku masyarakat tidak mudah dan sampai kiamat kita harus terus melakukan sosialisasi. Saat ini, indeks keluarga sehat adalah 16,8%. Jika ktia bisa menghemat uang, kit abisa memberikan imunisasi kepada anak.
  • Terkait dengan perilaku yang harus dirubah seperti cara kita makan, obesitas, merokok, dan sebagainya, saya kira mencoba untuk merubah perilaku masyarakat Indonesia itu tidak lah mudah. Mungkin sampai kiamat pun kita tetap melakukan penyuluhan. Kami mengirim spesialis tetapi di Judicial Reviewe (JR) padahal itu atas permintaan Kabupaten, jadi dimana keadilan untuk masyarakat disini.
  • Kita harus mengubah persepsi masyarakat tentang kalau sakit, BPJS yang akan bayarkan. Tapi yang harus kita khawatirkan adalah rasa sakit itu seperti hipertensi dan diabetes yang rasa sakitnya silence. Mungkin itu yang bisa saya tambahkan.
  • 8-9 tahun kita hidup dengan sakit dan ini akan jadi beban negara, kita harus menyadarkan masyarakat. Saya tidak bercanda, dulu saya sebelum masuk Kemenkes, saya menderita hypotensi namun setelah masuk saya jadi hypertensi.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan