Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penanganan Khusus Terhadap Aksi Terorisme, Korupsi dan Narkotika, Rencana Pembentukan Densus Tipikor, Koordinasi Antara Polri dengan Lembaga Penegak Hukum Lain, Pelaksana Tugas dan Fungsi Kapolri dan lain Sebagainya — Komisi 3 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Tanggal Rapat: 12 Oct 2017, Ditulis Tanggal: 29 Sep 2020,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pada 12 Oktober 2017, Komisi 3 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai Penanganan Khusus Terhadap Aksi Terorisme, Korupsi dan Narkotika, Rencana Pembentukan Densus Tipikor, Koordinasi Antara Polri dengan Lembaga Penegak Hukum Lain, Pelaksana Tugas dan Fungsi Kapolri dan lain Sebagainya. Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Bambang Soesatyo dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) daerah pemilihan Jawa Tengah 7 pada pukul 10:23 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: cnnindonesia.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Ada lima pernyataan penting yaitu pertanyaan yang diajukan, pembentukan Densus Tipikor, penumpukan perkara di dalam Polri, tindak lanjut perkara, hubungan Polri dengan lembaga penegak hukum lain, kasus besar seperti narkoba, hate speech, dan lain sebagainya. Insiden Blora kami sudah lakukan investigasi motifnya pribadi stres karena utang-piutang, peminjaman senjata sudah diatur secara ketat dan telah diatur baik peraturan dalam negeri atau skala international, kami harap insiden ini tidak menjadi digeneralisir anggota Polri yang memegang senjata ini hanya satu oknum yang melakukan pelanggaran.
  • Di dalam tubuh Polri ada ribuan anggota yang memiliki senjata api namun tidak ada masalah hanya di Blora ini. Soal polemik senjata sudah ditangani internal Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum HAM dan ada 11 instansi termasuk Polri dan kami anggap ini tidak menjadi polemik yang besar. Hubungan TNI dan Polri lebih penting karena menjadi dua pilar yang solid di Republik Indonesia ini jangan ada pihak ketiga yang menjadi pemicu hubungan keduanya terkorbankan.
  • Sudah tidak menjadi polemik yang berkelanjutan, mengingat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum HAM akan menyampaikan persoalan ini dengan solusi terbaik kepada publik. Ada beberapa mekanisme di Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang harus diatur karena ini berhubungan dengan satuan kewilayahan yang mungkin saja Kapolda tidak mengetahuinya. Polri akan membantu dalam pengamanan KPK guna melakukan OTT namun teknisnya kita belum mengetahui seperti apa. Menyangkut faktor kerahasiaan nanti hari senin akan ada rapat koordinasi lebih teknis antara Polri, KPK dan Kejaksaan tentang kasus korupsi ini.
  • Kami sependapat terkait penggunaan senjata api dalam penanganan OTT, kami akan berikan arahan kepada KPK agar tetap proporsional karena dari kepolisian tidak boleh bertindak berlebihan sehingga muncul kesan Polri arogan namun jika dari perkiraan intelejen tidak ada perlawanan dalam OTT maka Polri tidak akan melakukan pengamanan secara represif. Khusus pemanggilan paksa meski Undang Undang (UU)-nya disampaikan kepada DPR RI bisa meminta bantuan kepolisian untuk pemanggilan secara paksa mengingat Polri melihat UU MD3 belum ada hukum acara yang jelas mengenai aturannya.
  • Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengenal pemanggilan paksa atau penyanderaan dari DPR RI, Kami tidak ingin ini menjadi bumerang pada Polri terkait Pemanggilan Paksa ini. UU itu tidak lengkap, coba ada satu pasal atau ayat pemanggilan paksa atau penyanderaan sesuai KUHAP yang berlaku sehingga pemanggilan sampai lobby belum sampai penyanderaan dalam KUHAP bahasanya penahanan dan itu menjadi persoalannya. Bagaimana kalau kita menghadapi persoalan yang dipanggil tidak datang, apa harus ada penyanderaan sedangkan di dalam KUHAP itu hanya penahanan, untuk itu kami melakukan kajian pertimbangan internal oleh beberapa pakar agar dasar hukumnya kuat.
  • Dengan adanya kekhawatiran terhadap semua kepentingan partai untuk itu rakyat yang harus kita ayomi sehingga jangan sampai terjadi abuse terhadap institusi kepolisian. Kalau seandainya ada laporan dan laporan itu masuk ke dalam ranah hukum pidana tentu sangat mudah untuk kami kembangkan. Utk Densus Tipikor pada saat rapat yang lalu Komisi 3 DPR RI setuju untuk membentuk Densus Tipikor. Polri sudah membentuk struktur dan akan juga dibentuk satgas-satgas tipikor di berbagai wilayah.
  • Kepala Densus dibawahi langsung oleh Kapolri dan anggarannya sudah dihitung yaitu gaji dan sistem anggaran penyidikan serta penyelidikan, untuk itu perlu dipikirkan penggajian kepada anggota-anggota ini karena anggaran untuk 3600 Personel itu sebesar 865 miliar berupa belanja operasional lidik dan sidik sebesar 39 miliar sehingga total semuanya yaitu 2.6 triliun, untuk itu kami sudah koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI. Terkait pembentukan densus ini merupakan mendukung mempercepat pembentukan Densus dan dukungan saat rapat untuk pemenuhan anggaran sarana dan prasarana.
  • Kami memohon kepada Pimpinan Komisi 3 terkait Densus Tipikor ini, kiranya bisa mendorong pemerintah untuk pembentukan Densus ini. Koordinasi langsung dari Kejaksaan Agung untuk satu atap di Polda Metro Jaya mengingat kita sudah mempersiapkan tempat untuk satu atap di ex-Polda Metro Jaya. Koordinasi Polri, Kejagung, dan KPK sudah dilaksanakan dalam bentuk pelatihan bersama. Peraturan Kapolri tentang kewajiban menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sudah dibuat untuk mencegah tipikor. Ada lagi perlengkapan untuk mengatur pembelian mobil mewah, ini akan mengerem budaya-budaya koruptif.
  • Anggota Polri tidak dilarang dalam berbisnis kecuali hal yang merugikan negara serta tekait pengadaan alat kepolisian. Kami melakukan MoU dengan Kejaksaan dan KPK. sampai tahap pelimpahan sampai tahap penyidikan ada beberapa isu yang bisa kita angkat untuk melakukan peningkatan secara intens, penumpukan perkara pada Polri disebabkan karena manajemen perkara yang masih bersifat manual dengan cara mengoptimalkan pengawas penyidikan dan membuat Pakta integritas, reward and punishment. maka itu kita membangun “Case Management System” dalam rangka digitalisasi mengenai manajemen perkara. Kewajiban penyidik dengan sarjana hukum bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan universitas agar diharapkan kualitas lebih baik mengingat penyelesaian di luar peradilan atas perkara yang ringan dengan kedua belah pihak merasa adil.
  • Beberapa waktu lalu kita ungkap satu juta ton sabu dan beberapa ratusan butir ekstasi, kasus tindak pidana korupsi sebesar 4459 kasus yang menyelamatkan uang negara sebesar 445 miliar. Anggaran untuk penanganan kasus Korupsi hanya 2371 kasus yang dibiayai oleh Dipa sedangkan ada 4000 kasus di penanganan korupsi dan khusus tindakan terorisme 346 orang terduga. Penangkapan JAD Bandung merencanakan pengeboman di Bandung dengan relatif baru dengan bahan-bahan radioaktif, pelemparan molotove di kedubes Myanmar dan penangkapan di Cirebon merencanakan pelemparan molotov saat kunjungan kerja Presiden.
  • Khusus hate speech penanganan ini tidaklah mudah membutuhkan kerjasama dengan ahli IT selanjutnya kasus First Travel ada tiga tersangka diamankan dan dilimpahkan ke pengadilan. Terkait pembakaran sekolah ada 8 sekolah dibakar di Palangkaraya motifnya agar mendapatkan perhatian Gubernur Kalimantan Tengah, tiga tersangka kasus pedofilia dengan memgunggah gambar anak-anak dan ada transaksi bayar-membayar terhadap gambar pada telegram dan whats app.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan