Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Peningkatan Sistem Pengamanan Data Pribadi — Komisi 1 Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kementerian Dalam Negeri RI, serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)

Tanggal Rapat: 9 Apr 2018, Ditulis Tanggal: 10 Aug 2020,
Komisi/AKD: Komisi 1 , Mitra Kerja: Zudan Arif Fakrullah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri RI

Pada 9 April 2018, Komisi 1 DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI /Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri RI membahas peningkatan sistem pengamanan data pribadi. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Ahmad Hanafi Rais Wiryosudarmo dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Yogyakarta pukul 13:30 WIB. (ilustrasi: beritagar.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ahmad M. Ramli, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI /Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)
  • Terkait proses registrasi dengan database dan diverifikasi oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, maka menjadi awal yang baik untuk membenahi bisnis telekomunikasi.
  • Saat proses registrasi, data NIK dan KK ada yang sesuai maka semua akan menjadi mudah. Sementara bila tidak sesuai, maka proses registrasinya akan ditolak.
  • Ada satu hal yang positif dari penyehatan bisnis yaitu mengetahui jumlah nomor yang aktif dan penyesuaian identitas pengguna. Maka, dengan adanya verifikasi ini pelanggan jadi lebih dimudahkan dan data pribadi tetap berada di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Sebab, hal yang sampai kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak ada data pribadi melainkan jumlah yang berhasil teregistrasi.
  • Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan pemantauan sehingga selalu meng-update jumlah data yang berhasil teregistrasi. Ada kalanya, pengguna yang sudah sukses melakukan registrasi, melakukan pendaftaran ulang karena mendapat pesan singkat dari operator. Padahal, Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah mengimbau agar operator tidak lagi mengirimkan pesan singkat pada pengguna yang sukses melakukan registrasi.
  • Data yang berhasil registrasi sebanyak 317.630.982 sim card yang terdiri dari beberapa operator:
  1. PT Telkomsel (151.792.483)
  2. PT Indosat (97.825.963)
  3. PT Axiata (46.746.784)
  4. PT Hutchison 3 (13.565.744)
  5. PT Smartfren (7.686.203)
  6. PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (13.805)
  • Kementerian Komunikasi dan Informatika membentuk tim pengawas dari berbagai kalangan untuk mengawasi pelaksanaan ini dengan unsur independent agar data-data yang masuk lebih baik.
  • Tindak lanjut RDP dengan Komisi 1:
  1. Pembentukan tim pengawas registrasi kartu prabayar, telah ditindaklanjuti dengan anggota tim terdiri dari unsur Kementerian Komunikasi dan Informatika, BRTI, Kementerian Dalam Negeri dan lain-lain.
  2. Penyimpanan dan keamanan data, operator diwajibkan memiliki ISO tinggi untuk manajemen keamanan data pelanggannya dan semua operator telah memilikinya dan registrasi hanya menggunakan instrumen NIK dan KK sebagai verifikator ke Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri dan operator hanya menerima hasil verifikasi berupa notifikasi valid maupun tidak.
  3. Penyalahgunaan data untuk registrasi, ada indikasi penyalahgunaan data NIK dan KK orang lain oleh pihak tertentu secara tidak sah dan terhadap pelanggaran registrasi yang dianggap tidak sah tersebut di atas, operator diwajibkan untuk memblokir nomor yang dimaksud (Sudah dikeluarkan surat BRTI tanggal 26 Maret 2018 tentang pemblokiran kartu pelanggan yang diregistrasi secara tidak sah dan tanpa hak).
  4. Penegakan hukum, telah dilakukan koordinasi kerjasama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika, BRTI, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri dan Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri) yang saat ini sedang dilakukan proses penyelidikan oleh Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri.
  5. Penyusunan rancangan ketetapan BRTI dan surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika tentang petunjuk pelaksanaan registrasi pelanggan jasa telekomunikasi yang memuat hal-hal sebagai berikut:
    1. Registrasi dapat dilakukan melalui gerai penyelenggara jasa telekomunikasi atau mitra; atau registrasi sendiri.
    2. Kartu perdana yang diedarkan wajib dalam keadaan tidak aktif, sesuai perjanjian antara penyelenggara jasa telekomunikasi dengan mitra di mana pelanggan tidak bisa menggunakan seluruh jenis layanan termasuk telepon, pesan singkat dan akses internet, kecuali untuk akses registrasi.
    3. Kartu prabayar hanya dapat digunakan setelah dilakukan registrasi dan verifikasi melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
    4. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi wajib melaksanakan registrasi secara benar dan menjaga kerahasiaan data yang digunakan untuk registrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    5. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi wajib menyediakan fitur yang berbasis pesan singkat atau teknologi lainnya yang dapat digunakan oleh pelanggan untuk mengetahui seluruh nomor pelanggan atau MSISDN yang telah berhasil diregistrasi dan non pelanggan untuk mengetahui seluruh nomor pelanggan atau MSISDN yang telah berhasil diregistrasi dengan menggunakan NIK dan KK atau identitas kependudukannya oleh orang lain secara tanpa hak.
  • Penyusunan rancangan BRTI sudah mengeluarkan dan menyurati operator, sehingga memungkinkan ada dua jenis registrasi yaitu secara mandiri (daring atau sms) maupun melalui gerai. Bila untuk registrasi kartu yang keempat berdasarkan peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika harus melalui gerai sehingga tidak membatasi orang-orang untuk memiliki nomor lebih dari tiga.
  • Ada fenomena luar biasa dimana bila dulu outlet hanya berjualan pulsa, tetapi seiring perubahan bisnis, pelaku usaha ini juga menjual kartu prabayar yang didalamnya berisikan diskon-diskon atau bonus tertentu. Maka, harganya menjadi murah jika membeli kartu baru daripada mengisi pulsa untuk membeli paket. Ada kompetisi antar operator agar pelanggan bergeser ke operator lain yang terlihat dengan adanya proses registrasi sim card.
  • Kartu perdana yang beredar seharusnya belum diaktifkan. Bila di pasaran ada yang menjual kartu perdana dalam kondisi telah diaktifkan, maka hal tersebut merupakan pelanggaran.

Zudan Arif Fakrullah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri RI
  • Dalam registrasi, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri menyediakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
  • Data-data yang digunakan untuk registrasi SIM Card tidak bisa dibuka dan hanya angka saja.
  • Permasalahan mengenai isu kebocoran data dan NIK yang digunakan berulang-ulang kali karena terjadi penyalahgunaan saat pelanggan tidak bisa mendaftar ulang dan datang ke outlet. Selain itu, ada juga nomor yang menggunakan data orang lain dan ini merupakan informasi yang didapat dari Indosat.
  • Setiap hari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mengawasi pihak yang mengakses NIK.
  • Dari 10 Oktober 2017 hingga 4 April 2018 tercatat sudah 405.993.871 akses NIK.
  • Nomor HP yang tercatat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sejumlah 267.452.962, sedangkan nomor HP yang tercatat di operator seluler sebanyak 335.021.759. Terhadap selisih tersebut telah dilakukan rekonsiliasi dengan hasil 317.630.982 (Data per tanggal 4 April 2018).
  • Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri tidak peduli jumlah nomor HP yang beredar. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri hanya menghitung jumlah pengaksesan NIK terkait dengan pemasukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
  • Sistem keamanan nasional harus dibangun bersama dengan Pemerintah, operator dan stakeholder lainnya.
  • Data kepemilikan nomor HP yang tercatat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri:
  1. Satu nomor (84 juta).
  2. Dua nomor (34 ribu).
  3. Tiga nomor (sebelas juta).
  4. Empat nomor (lima juta).
  5. Antara lima sampai sepuluh nomor (empat juta).
  6. Lebih dari sepuluh nomor (220 ribu).
  • Indonesia saat ini sedang berusaha untuk membuat big data yang berbasis dari lembaga-lembaga yang menggunakan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
  • Kedepannya, akan memiliki data-data seperti kepemilikan kendaraan pribadi, sertifikat dan lain-lain dengan berbasis data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri yang dikerjasamakan dengan berbagai stakeholders. Inilah gambaran untuk menyusun sistem dalam rangka membangun keamanan nasional berbasis data kependudukan untuk mengetahui pemilik nomor secara lebih nyata dan konkret.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan