Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Laporan Hasil Tim Perumus (Timus), Tim Sinkronisasi (Timsin) dan Wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) — Panitia Khusus DPR-RI Rapat Dengar Pedapat (RDP) dengan Tim Pemerintah

Tanggal Rapat: 10 Jul 2017, Ditulis Tanggal: 22 Nov 2020,
Komisi/AKD: Panitia Khusus , Mitra Kerja: Tim Pemerintah

Pada 10 Juli 2017, Panitia Khusus DPR-RI Rapat Dengar Pedapat (RDP) dengan Tim Pemerintah mengenai Laporan Hasil Tim Perumus (Timus), Tim Sinkronisasi (Timsin) dan Wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Muhammad Lukman Edy dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) daerah pemilihan Riau 2 pada pukul 11:31 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: news.detik.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Pemerintah

Tim Pemerintah

  • Lembaga di daerah itu bersifat adhoc kami mempunyai aturan pedoman pembinaan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mempercepat proses penyelenggara adhoc diserahkan kepada lembaga masing-masing. Hal yang sudah existing terkait pelanggaran kode etik dilaksanakan DKPP. Untuk mempercepat proses, dibentuk Tim Pemeriksa Daerah untuk tingkat di bawah kecamatan.
  • Penyelesaian sengketa dilakukan dengan pendelegasian wewenang kepada tim tersebut langsung dari DKPP. Pasal 459 merupakan praktik yang terjadi di lapangan, kami merasa kesulitan memeriksa lembaga adhoc maka prosesnya menjadi lambat. Pelanggaran dugaan etik putusannya tetap DKPP untuk pemeriksaan dilakukan KPU agar memudahkan.
  • Tim Pemeriksa Daerah (TPD) dibentuk setelah ada laporan, kalau tidak ada tindakan cepat untuk mengeksekusi akan menjadi masalah. Kami bukannya ingin memotong, tujuannya untuk bisa menindak cepat. Dalam TPD ada unsur DKPP maka mereka boleh memutuskan.
  • Kami tidak meminta wewenang tambahan, kami tegaskan TPD masih diperlukan untuk memeriksa lembaga adhoc. Kami masih seperti ini tetap di draft Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pemilu ini, kalau masih diragukan, kita bisa memanggil Mahkamah Agung (MA).

Tim Asistensi DPR

  • Beberapa hal tekait teknis sudah kami sesuaikan termasuk pasal 321 dan penambahan pasal 202A. Beberapa penambahan ketentuan umum menyangkut di pasal 1 ayat (37) mengenai Sentra Gakkumdu. Pasal 21 ditambahkan tentang penyelenggara Pemilu meliputi KPU, Bawaslu dan DKPP.
  • Pada pasal 268 tentang Pelaksanaan Kampanye Pemilu dipecah menjadi pasal 268A, 268B, dan 269A. Pasal 286 mengenai siaran monolog dan debat disesuaikan dengan rumusan agar ada kepastian hukum. Mengenai dana kampanye Pemilu sebagaimana hasil Panja, pelaporan dana kampanye berlebih tidak boleh digunakan ada ayat (5) yang dihilangkan.
  • Pada pasal 55 mengenai Larangan Orang Menggunakan Anggaran ada penambahan ayat, mengenai temuan laporan pelanggara yang mengenai kewenangan Bawaslu dan KPU dirumuskan di dalam pasal 454 ayat (1) dibedakan berdasarkan tingkatannya meliputi kabupaten, kota dan provinsi.
  • Pada pasal 458 mengenai Pembentukan Tim Pemeriksa Daerah disesuaikan dengan keputusan Timus yang hanya dapat dilakukan bilamana ada aduan. Judul Buku keempat disesuaikan kembali, rujukan pasal mengenai sekretaris daerah disesuaikan pasalnya. Hasil ini sesuai dengan hasil Timus atau Timsin pada tanggal 6 Juli 2017.
  • Perubahan mengenai ketentuan pidana dalam RUU tentang Pemilu yaitu terjadi pergesera paradigma pemidanaan yang semula bertujuan untuk balas dendam bergeser pada pemidanaan yang bertujuan rehabilitasi kepada restoratif, RUU KUHP sudah mencantumkan mengenai tujuan pemidanaan pada pasal 55 RUU KHUP.
  • Pemidanaan bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma manusia, RUU KUHP tidak lagi membedakan kualifikasi tindak pidana berupa "kejahatan dan pelanggaran" yang didasarkan pada resolusi Seminar Hukum Nasional 1 tahun 1963 dan hasil lokakarya buku 2 KUHP tahun 1985.
  • Sanksi pidana bagi korporasi yaitu diancam tidak dapat berupa sanksi yang sama persis seperti sanksi terhadap individu seperti sanksi pidana penjara untuk korporasi hanya dikenakan sanksi pidana denda, adapun pidana denda bagi korporasi jumlahnya beberapa tiingkat lebih tinggi daripada perseorangan, namun korporasi yang dapat dikenai sanksi pidana tambahan.
  • Tindak pidana digolongkan seperti ini dengan sanksi pidana kumulatif yaitu denda sebesar 75 juta atau penjara selama lima tahun, oleh karena itu kami meminta masukan apakah perubahan ini dapat disetujui, terkait substansi sudah kami sesuaikan dengan RUU Kepemiluan ini.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan